Arus Perubahan HMI
Marief Rosyid Hasan ; Mantan Ketua Umum PB HMI Periode 2013-2015
|
KORAN SINDO, 06
Februari 2016
Kegaduhan yang terjadi
saat penyelenggaraan Kongres Ke-29 HMI di Pekanbaru, Riau, sungguh membawa
keprihatinan mendalam. Gejala demoralisasi dan keterbelahan jamak terjadi
dalam masyarakat kita dan dipertontonkan sehari-hari lewat media.
Tetapi, sangat disayangkan
jika fenomena seperti itu juga terjadi di organisasi HMI, yang merupakan
wadah para intelektual muda. Itulah kurang lebih intisari keprihatinan
Sulastomo, ketua umum PB HMI 1963-1966, dalam sebuah kesempatan berdiskusi
dengan beliau. Keprihatinan ini tentu saja mewakili banyak orang dan banyak
kalangan. Keprihatinan seperti ini wajib direnungkan dan dijadikan bahan
otokritik untuk perbaikan ke depan.
Sebagai tambahan,
bukan hanya kekerasan di arena kongres yang menjadi soal, tetapi juga fenomena
politik uang yang selama ini terjadi di jagat perpolitikan Tanah Air,
ruparupanya sudah mulai pula menggejala dalam interaksi di HMI.
Dalam setiap momentum
politik HMI, isu jual beli suara, pilihan politik di barter dengan uang dan
benda-benda berharga lainnya, termasuk menyewakan sekretariat dan
memberangkatkan penggembira ke lokasi kongres sudah bukan rahasia lagi.
Kebiasaan melangsungkan kongres yang molor sangat lama sepertinya telah
mentradisi.
Kegaduhan demi
kegaduhan membuat sulit para peserta untuk menyelesaikan kongres tepat waktu.
Tidak ternilai dampak dari berlarut-larutnya dua Kongres HMI terakhir, di
Jakarta pada 2013 selama sebulan dan di Pekanbaru beberapa bulan lalu,
berlangsung selama dua minggu.
Selain itu, fenomena
demonstrasi bayaran atau pesanan, demonstrasi yang merusak fasilitas umum,
prilaku pemerasan, dan sebagainya juga patut menjadi keprihatinan bersama.
Tidak bisa ditutupi lagi bahwa tindakan semacam ini juga seringkali
dituduhkan kepada beberapa anggota HMI.
Kendati hal seperti
ini hanya dilakukan oleh segelintir orang, prilakunya jelas-jelas mencoreng
muka organisasi dan keluarga besar HMI. Dampak dari kisah memilukan tentang
prilaku ini sangat cepat menyebar di media utama, online , maupun media
sosial. Informasi yang buruk tersebut jelas merusak citra HMI, mengurangi
kepercayaan organisasi di mata publik. Akibat paling nyata, ada kesulitan
bagi pengurus untuk melakukan perekrutan anggota baru.
Di Mana Nilai-Nilai HMI?
Apakah nilai-nilai
ke-HMIan sudah luntur sedemikian rupa? Penting untuk diketahui bahwa visi dan
misi HMI tak pernah berubah sejak berdiri 5 Februari 1947 yakni untuk
berkontribusi terhadap umat dan bangsa. Dengan begitu, HMI bukan hanya
Himpunan Mahasiswa Islam, tapi juga harus selalu menjadi harapan masyarakat
Islam dan harapan masyarakat Indonesia.
Dalam tafsir tujuan
HMI bahkan menyiratkan bahwa dalam diri kita sebagai manusia ada potensi
dasar atau modal primordial. Potensi tersebutlah yang akan menjadikan setiap
kader sebagai insan kamil (manusia sempurna) dengan lima kualitas insan cita
yakni insan akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan Islam, dan insan yang
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur.
Kesadaran dan
konsistensi sikap dalam mewujudkan tujuan HMI tersebut, sebelum lebih jauh
berdampak terhadap masyarakat dan juga bangsa, tentu ukuran sederhananya pada
kondisi HMI itu sendiri. Sejak berdiri hingga sekarang HMI secara
terus-menerus melakukan pengaderan dengan patokan nilai tersebut.
Melalui pengaderan
tersebut, HMI saat ini memiliki sekitar 500.000 anggota dan alumni HMI
(KAHMI) berjumlah sekitar 6 juta orang. Alumni HMI tersebar di semua level,
pada level kepemimpinan nasional, ada yang duduk sebagai wakil presiden,
menteri, kepemimpinan daerah seperti gubernur, bupati, hingga kepala desa.
Alumni HMI juga
tersebar tidak hanya di eksekutif, tapi juga legislatif dan yudikatif,
sebagai ketua DPR, ketua MPR, ketua BPK, ketua KPU, ketua Bawaslu, dan
sebagainya. Nama besar HMI tentu merupakan modal sosial-politik yang relatif
bisa dibanggakan. Namun, kebanggaan tersebut bisa menjadi pisau bermata dua.
Di satu sisi bisa menjadi pemicu prestasi dan prilaku baik, di sisi lain bisa
memunculkan sikap arogansi dan prilaku tidak terpuji.
Arus Perubahan
Dalam sebuah focus group discussion (FGD) kerja
sama Balitbang PB HMI dengan Bappenas pertengahan 2015 tergambar pergeseran
dari era analog ke era digital. Kompetensi dan profesionalisme harus
melenting ke depan menjadi keunggulan. Karakter inward looking harus sudah bergeser menjadi outward looking, kebiasaan membangga-banggakan ke dalam harus
disertai dengan mempertontonkan keunggulan kita keluar.
Doktrin
keislamankeindonesiaan yang melekat dalam diri anggota HMI seharusnya menjadi
sumber kekuatan. Sikap Islam yang toleran, moderat, dan modern menjadi
perekat perbedaan dalam relasi hubungan interpersonal antarumat beragama dan
bangsa Indonesia.
Energi ini yang harus
diarahkan keluar agar tidak hanya milik HMI dan Indonesia, tetapi juga harus
menjadi inspirasi negara-negara lain dalam mengelola perbedaannya, khususnya
bagi negara mayoritas penduduk muslim yang selama ini mengalami kondisi
perang. Dengan kondisi seperti ini, bukan hanya bangsa ini yang menaruh
harapan besar terhadap HMI, tapi juga dunia dalam menyemai keberagaman.
Dalam sebuah
kesempatan berkunjung ke Lebanon, di tengah konferensi untuk Palestina, saya
menyampaikan hal yang sama. Dari hal tersebut apa yang dilakukan HMI selama
ini mendapatkan apresiasi, bahkan diklaim sebagai organisasi mahasiswa Islam
terbesar di dunia.
Pada momen Dies
Natalis Ke-69 HMI pada 5 Februari 2016 kemarin, tak hentinya kita
merefleksikan apa yang sudah kita lalui juga memproyeksikan akan ke mana
kita. Bukan cuma mereka yang masih terlibat aktif di semua level
kepengurusan, tapi juga bagi mereka yang pernah menjadi bagian dan pernah
melewati proses di HMI.
Segala keunggulan yang
kita miliki disertai kekuatan membaca zaman dan komitmen untuk berubahlah
yang membuat kita tak harus kehilangan harapan untuk masa depan HMI yang
lebih baik. Usia baru harus berkonsekuensi pada kebaruan pikir juga sikap
untuk menjadi arus kecil yang kemudian akan menjadi gelombang besar untuk
perubahan HMI.
Dengan mengurai
persoalan-persoalan di HMI akan menjadi sebab demi akibat perbaikan umat dan
bangsa ini pada masa depan. HMI adalah aset umat dan bangsa, menjaga
kejernihannya berarti menjaga sumber mata air pemimpin umat dan bangsa.
Selamat menua HMI, yakin usaha sampai! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar