Rabu, 10 Februari 2016

Pemberantasan Korupsi di Tahun Monyet Api

Pemberantasan Korupsi di Tahun Monyet Api

Emerson Yuntho  ;   Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch
                                                 DETIKNEWS, 09 Februari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Berdasarkan penanggalan China, tahun baru Imlek 2567 yang jatuh pada tanggal 8 Februari 2016 hingga setahun kedepan ini merupakan tahun dengan shio monyet api. Sejumlah ramalan menyebutkan pada tahun monyet api akan muncul sejumlah tantangan dan gejolak.

Lalu bagaimana proyeksi pemberantasan korupsi di tahun Monyet Api? Seperti halnya tahun 2015 pada tahun 2016 diproyeksikan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia akan juga mengalami sejumlah tantangan atau gejolak.

Pertama, seperti tahun sebelumnya upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih akan terjadi. Proses pelemahan terhadap KPK tidak lagi dilakukan dengan cara melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK namun dengan cara-cara yang sah menurut hukum misalnya melalui proses legislasi di DPR. Revisi Undang-Undang (UU) KPK yang telah menjadi usul inisiatif DPR diperkirakan tetap nekat dibahas menjadi prioritas legislasi di DPR pada tahun 2016.

Sejumlah subtansi dalam Revisi UU KPK –versi DPR- yang beredar tetap tidak memperlihatkan upaya penguatan terhadap KPK namun justru lebih mendorong pelemahan terhadap KPK dengan cara antara lain pemangkasan sejumlah kewenangan KPK, mempersulit kinerja penindakan khususnya penyadapan, dan menjadikan KPK sebagai lembaga yang fokus di aspek pencegahan. Jika Revisi UU KPK berhasil disahkan oleh DPR dan Pemerintah, maka tidak saja KPK namun agenda pemberantasan korupsi juga akan terancam.

Selain melalui proses legislasi di DPR, upaya pelemahan KPK diperkirakan juga akan terjadi melalui mekanisme hukum permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri maupun judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Kedua, pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri)  baru menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Badroddin Haiti yang segera pensiun. Nama Budi Gunawan (Wakil Kapolri) dan Budi Waseso (mantan Kepala Bareskrim Polri) dikabarkan masuk dalam bursa calon Kapolri. Peluang Budi Gunawan cukup tinggi apalagi masih didukung oleh mayoritas Partai Politik di DPR dan nihilnya proses hukum dari lembaga lain seperti KPK.  Tarik menarik kepentingan politik pastinya akan menyulitkan Presiden Jokowi untuk memilih calon Kapolri yang kredibel dan berintegritas. Masih diragukan apakah Jokowi berani mengambil pilihan nama lain sebagai Calon Kapolri diluar Budi Gunawan maupun Budi Waseso.

Ketiga, eksistensi KPK periode 2016 akan diuji karena sejumlah pihak masih meragukan sebagian komisioner KPK yang baru. Tahun pertama KPK jilid IV akan diwarnai dengan masa "bulan madu" antara lembaga antikorupsi ini dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan serta parlemen.

KPK diperkirakan akan lebih fokus pada aspek pencegahan, koordinasi dan supervisi dengan penegak hukum atau lembaga lain dan juga Monitoring. Kerja penindakan dalam perkara korupsi akan tetap ditangani oleh KPK-meskipun bukan prioritas- dan besar kemungkinan akan sedikit menyentuh praktek korupsi yang terjadi di institusi penegak hukum dan legislatif.

Adakah harapan pemberantasan korupsi di tahun monyet api? Meskipun muncul pesimisme tapi masih ada harapan bagi pemberantasan korupsi pada tahun 2016 atau monyet api ini seandainya sejumlah tantangan atau gejolak tersebut bisa dijawab oleh Presiden Joko Widodo, DPR dan juga KPK.

Presiden Jokowi sudah waktunya tampil sebagai pemimpin antikorupsi dengan cara antara lain mendorong penguatan terhadap KPK dan menarik dukungan terhadap rencana pembahasan Revisi UU KPK yang dinilai dapat melemahkan eksistensi KPK. Jokowi juga harus  menghindari pembuatan kebijakan atau regulasi yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Gejolak politik yang muncul harus dijawab dengan cara-cara yang bijaksana dan tidak sekedar bagi-bagi jabatan bagi partai pendukung pemerintah. Jokowi sebaiknya bersikap lebih independen dengan melakukan proses seleksi yang ketat dalam pemilihan calon pejabat atau menteri yang baru maupun Calon Kapolri.

Kegaduhan hukum dalam bentuk kriminalissi terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samd, mantan Pimpinan KPK serta Novel Baswedan selaku Penyidk KPK sudah seharusnya dihentikan agar kepercayaan publik kepada Pemerintah tidak akan semakin luntur. Jokowi juga harus instruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk bahu-mambahu bersama KPK memberantas korupsi di Indonesia.

DPR sebaiknya wajib mendengar aspirasi publik dengan membatalkan rencana mengesahkan Revisi UU KPK. Dukungan terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi justru harus dilakukan dengan  dan lebih memprioritaskan Revisi UU Tindak Pidana Korupsi maupun RUU Perampasan Aset.

Sedangkan KPK  sebaiknya harus menjawab keraguan banyak pihak dengan tetap bekerja secara optimal dan fokus pada semua kewenangan yang dimiliki oleh KPK yaitu pencegahan, penindakan, koordinasi, supervisi dan monitoring. Tidak hanya menjadikan pencegahan sebagai prioritas namun mengabaikan kewenangan lainnya.

KPK tetap harus menjadi "Komisi Pemberantasan Korupsi" tidak sekedar menjadi "Komisi Pencegahan Korupsi" agar negeri ini memiliki harapan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar