Pemberantasan Korupsi di Tahun Monyet Api
Emerson Yuntho ; Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption
Watch
|
DETIKNEWS, 09
Februari 2016
Berdasarkan
penanggalan China, tahun baru Imlek 2567 yang jatuh pada tanggal 8 Februari
2016 hingga setahun kedepan ini merupakan tahun dengan shio monyet api.
Sejumlah ramalan menyebutkan pada tahun monyet api akan muncul sejumlah
tantangan dan gejolak.
Lalu bagaimana
proyeksi pemberantasan korupsi di tahun Monyet Api? Seperti halnya tahun 2015
pada tahun 2016 diproyeksikan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia akan
juga mengalami sejumlah tantangan atau gejolak.
Pertama, seperti tahun
sebelumnya upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih
akan terjadi. Proses pelemahan terhadap KPK tidak lagi dilakukan dengan cara
melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK namun dengan cara-cara yang sah
menurut hukum misalnya melalui proses legislasi di DPR. Revisi Undang-Undang
(UU) KPK yang telah menjadi usul inisiatif DPR diperkirakan tetap nekat
dibahas menjadi prioritas legislasi di DPR pada tahun 2016.
Sejumlah subtansi
dalam Revisi UU KPK –versi DPR- yang beredar tetap tidak memperlihatkan upaya
penguatan terhadap KPK namun justru lebih mendorong pelemahan terhadap KPK
dengan cara antara lain pemangkasan sejumlah kewenangan KPK, mempersulit
kinerja penindakan khususnya penyadapan, dan menjadikan KPK sebagai lembaga
yang fokus di aspek pencegahan. Jika Revisi UU KPK berhasil disahkan oleh DPR
dan Pemerintah, maka tidak saja KPK namun agenda pemberantasan korupsi juga
akan terancam.
Selain melalui proses
legislasi di DPR, upaya pelemahan KPK diperkirakan juga akan terjadi melalui
mekanisme hukum permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri maupun judicial
review di Mahkamah Konstitusi.
Kedua, pemilihan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) baru menggantikan Kapolri Jenderal (Pol)
Badroddin Haiti yang segera pensiun. Nama Budi Gunawan (Wakil Kapolri) dan
Budi Waseso (mantan Kepala Bareskrim Polri) dikabarkan masuk dalam bursa calon
Kapolri. Peluang Budi Gunawan cukup tinggi apalagi masih didukung oleh
mayoritas Partai Politik di DPR dan nihilnya proses hukum dari lembaga lain
seperti KPK. Tarik menarik kepentingan
politik pastinya akan menyulitkan Presiden Jokowi untuk memilih calon Kapolri
yang kredibel dan berintegritas. Masih diragukan apakah Jokowi berani
mengambil pilihan nama lain sebagai Calon Kapolri diluar Budi Gunawan maupun
Budi Waseso.
Ketiga, eksistensi KPK
periode 2016 akan diuji karena sejumlah pihak masih meragukan sebagian
komisioner KPK yang baru. Tahun pertama KPK jilid IV akan diwarnai dengan
masa "bulan madu" antara lembaga antikorupsi ini dengan lembaga
penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan serta parlemen.
KPK diperkirakan akan
lebih fokus pada aspek pencegahan, koordinasi dan supervisi dengan penegak
hukum atau lembaga lain dan juga Monitoring. Kerja penindakan dalam perkara
korupsi akan tetap ditangani oleh KPK-meskipun bukan prioritas- dan besar
kemungkinan akan sedikit menyentuh praktek korupsi yang terjadi di institusi
penegak hukum dan legislatif.
Adakah harapan
pemberantasan korupsi di tahun monyet api? Meskipun muncul pesimisme tapi
masih ada harapan bagi pemberantasan korupsi pada tahun 2016 atau monyet api
ini seandainya sejumlah tantangan atau gejolak tersebut bisa dijawab oleh
Presiden Joko Widodo, DPR dan juga KPK.
Presiden Jokowi sudah
waktunya tampil sebagai pemimpin antikorupsi dengan cara antara lain
mendorong penguatan terhadap KPK dan menarik dukungan terhadap rencana pembahasan
Revisi UU KPK yang dinilai dapat melemahkan eksistensi KPK. Jokowi juga
harus menghindari pembuatan kebijakan
atau regulasi yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Gejolak politik yang
muncul harus dijawab dengan cara-cara yang bijaksana dan tidak sekedar
bagi-bagi jabatan bagi partai pendukung pemerintah. Jokowi sebaiknya bersikap
lebih independen dengan melakukan proses seleksi yang ketat dalam pemilihan
calon pejabat atau menteri yang baru maupun Calon Kapolri.
Kegaduhan hukum dalam
bentuk kriminalissi terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samd, mantan
Pimpinan KPK serta Novel Baswedan selaku Penyidk KPK sudah seharusnya
dihentikan agar kepercayaan publik kepada Pemerintah tidak akan semakin
luntur. Jokowi juga harus instruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk
bahu-mambahu bersama KPK memberantas korupsi di Indonesia.
DPR sebaiknya wajib
mendengar aspirasi publik dengan membatalkan rencana mengesahkan Revisi UU
KPK. Dukungan terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi justru harus
dilakukan dengan dan lebih
memprioritaskan Revisi UU Tindak Pidana Korupsi maupun RUU Perampasan Aset.
Sedangkan KPK sebaiknya harus menjawab keraguan banyak
pihak dengan tetap bekerja secara optimal dan fokus pada semua kewenangan
yang dimiliki oleh KPK yaitu pencegahan, penindakan, koordinasi, supervisi
dan monitoring. Tidak hanya menjadikan pencegahan sebagai prioritas namun
mengabaikan kewenangan lainnya.
KPK tetap harus
menjadi "Komisi Pemberantasan Korupsi" tidak sekedar menjadi
"Komisi Pencegahan Korupsi" agar negeri ini memiliki harapan bahwa
pemberantasan korupsi di Indonesia masih ada. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar