Perjuangan Politik LGBT
Arifki ; Analis Sosial dan Politik HMI Cabang
Padang
|
HALUAN, 09
Februari 2016
Berkembangnya dukungan terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
(LGBT) di media sosial dan nyata menjadikan kelompok ini menjadi “kelas
menengah” yang patut diperhitungkan di ruang publik Indonesia.
Munculnya gerakan minoritas
ini saya merefleksikan peristiwa tanggal 19 April 1981 masyarakat Indonesia
dikejutkan dengan pemberitaan perkawinan dua wanita lesbian yang digelar
di pub daerah Blok M Jakarta Selatan dan dihadiri sekitar 120 undangan.
Pernikahan ini mendapatkan sorotan yang sentral oleh masyarakat Indonesia
sehingga tak sedikit cacian yang ditunjukan kepada pasangan tersebut.
Dari banyaknya cacian yang
muncul perkawinan sesama jenis itu mendapatkan dukungan dari banyak pihak,
misalnya, pengamat homoseksual barat, Tom Boellstorff dalam bukunya The
Gay Archipelago, Sexuality and Nation in Indonesia, justru memuji
keberanian pasangan ini dan menobatkannya sebagai pejuang yang berani membela
hak-hak lesbian yang harus diakui oleh publik Indonesia. (JP 58: Seksualitas
Lesbian).
Selain Tom Boellstroff , juga
ada mantan tokoh liberal Mesir yang memutuskan diri pergi ke Belanda setelah
dinyatakan murtad oleh Mahkamah Mesir setelah ia memperjuangan LBGT di
negaranya. Tokoh Mesir itu menyatakan bahwa harus ada pembaharuan terhadap
pemahaman beragama. Katanya, Will Islam ever accept homosexuality
as anything other than aberrant? Not until we have real revolution –a change
in the way we think about the Qur’an in conjunction with our lives.
Di Indonesia intelektual yang
memperjuangkan tentang LBGT ini juga berasal dari perguruan Islam ternama,
UIN Syarif Hidayatullah. Seorang guru besar yang menyepakati tentang LGBT
bukan persoalan kita menolak ini di tengah masyarakat. Tetapi, sesungguhnya
bagaimana perjuangan LGBT tidak bertentangan dengan demokrasi, HAM—sehingga
sesuatu itu diukur karena ketakwan bukan seksual—yang jelas tafsir yang digunakan
guru besar ini moderat-progresif (Thisgender.com).
Perjuangan politik kaum LGBT
ini menyebar kebanyak kalangan, media sosial menjadi sorotan yang
paling populer. Misalnya, kemunculan bendera pelangi yang berada di akun facebook yang banyak orang mengganti foto
profil dengan latar belakang bendera pelangi yang menunjukan itu semua
berupakan bagian dari solidaritas. Dari
sejarahnya bendera pelangi seorang seniman asal San Fransisco bernama Gilbert
Baker pada tahun 1978. Ide ini muncul ketika seorang
gay bernama Harvey Milk meminta Baker membuat bendera untuk gerakan
dukungan hak-hak gay dalam parade kota. Warna pelangi dipilih karena
mendeskrisipsikan magis alam dan keindahan.
Selain di facebook dan media
sosial lainnya juga muncul aplikasi-aplikasi yang memberikan layanan kepada
penyuka sesama jenis (baca: LGBT). Seperti, Grindr, Dattch, Hornet, u2nite dan
Growlr. Perkembangan aplikasi ini merupakan tempat berselancar
kaum penyuka sesama jenis untuk mencurahkan perasaannya untuk membentuk kelompok
yang memang memiliki “kekuatan politik” yang nantinya memperjuangkan
hak-haknya agar diakui oleh negara. Bahkan LGBT sudah di legalkan di 23
negara di Dunia, (liputan6.com/2015).
Termasuk Amerika Serikat yang
Mahkamah Agung AS dipimpin oleh Hakim Anthony Kennedy awalnya mendapatkan
pertentangan dan penolakan. Karena kuatnya dorongan tentang keberadaan
Undang-Undang ini akhirnya Undang-Undang kontroversial ini disahkan. Perayaan
kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli 2015 yang lalu saya katakan sebagai
kemenangan bagi kaum LGBT di Amerika Serikat. Pasalnya 26 Juni sebelumnya, Supreme
Court Amerika
Serikat memutuskan bahwa konstitusi Amerika menjamin pernikahan sesama
jenis.
Kekuatan LGBT secara politik
yang memperjuangkan hak-haknya agar diakui oleh masyarakat Amerika yakni
dengan adanya peran serta tokoh berpengaruh dan media massa. Tokoh
berpengaruh yakni pernikahan Perdana Menteri Luxemburg
Xavier Bettel dan Gauthier
Destenay pada Mei
2015 yang mendapatkan atensi yang luas baik dari negara-negara sahabat
maupun dari media. Pernikahan itu bahkan disorot oleh kamera TV layaknya
pernikahan William dan Kate.
Belum terhitung dengan pengakuan terbuka dari CEO Apple, Tim Cook yang mengatakan I
am proud to be gay yang
dilansir Bloomberg Businessweek pada oktober 2014.
Dari segi media massa di
Amerika Serikat Serial-serial tv di negara barat pada umumnya dan Amerika
Serikat pada khususnya sudah mulai memperkenalkan jenis hubungan percintaan
sesama jenis sebagai suatu hal yang wajar. Mulai dari Sex
and The City hingga Game of Thrones, masyarakat dianggap pada
tayangan-tayangan tersebut menerima keberadaan hubungan sesama jenis.
Di Indoensia artis yang populer
mengkampanyekan kaum LGBT agar mendapatkan tempat, misalnya, Anggun,
Sherina, Aming dan Lola Amaria. Makanya, LGBT di Indonesia semakin populer di
kalangan anak-anak muda Indonesia dengan dominasi munculnya film berbau LGBT
dan artis-artis papan atas Indoensia mendukung kaum LGBT. Secara tak langsung
aktivitas yang dilakukan orang ternama itu mendapatkan respon dari penggemar
yang umumnya selalu mengikuti budaya artis idoalnya.
Jika memang begitu saya dalam
tulisan ini tak menyatakan keberpihakan mendukung atau menolak LGBT itu
ada. Apakah pendekatan yang digunakan itu adalah persoalan HAM dan demokrasi,
atau pun yang menolak itu menyatakan bahwa LBGT merupakan sikap yang tabu
yang harus dimusnahkan di masyarakat Indonesia? Pandangan saya tak selebar
itu membahas kajian ini. Yang jelas kelas menengah minoritas dari pelbagai negara
telah menunjukan kekuatan politiknya dengan mempengaruhi kebijakan publik
agar hak-haknya diakui oleh negara. Itu saja tidak lebih. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar