Tuan Guru dengan Masa Depan yang Panjang
Dahlan Iskan ;
Mantan CEO Jawa Pos
|
JAWA POS, 22 Februari
2016
INILAH gubernur yang
berani mengkritik pers. Secara terbuka. Di puncak acara Hari Pers Nasional
(HPN) pula. Di depan hampir semua tokoh pers se-Indonesia. Pun, di depan
Presiden Jokowi segala. Di Lombok. Tanggal 9 Februari lalu.
Inilah gubernur yang
kalau mengkritik tidak membuat sasarannya terluka. Bahkan tertawa-tawa.
Saking mengenanya.
Dan lucunya. ”Yang
akan saya ceritakan ini tidak terjadi di Indonesia,” kata sang gubernur. ”Ini
di Mesir.”
Sang gubernur memang
pernah bertahun-tahun bersekolah di Mesir. Di universitas paling hebat di
sana: Al Azhar. Bukan hanya paling hebat, tapi juga salah satu yang tertua di
dunia.
Dari Al Azhar pula,
sang gubernur meraih gelar doktor. Untuk ilmu yang sangat sulit: tafsir
Alquran. Inilah satu-satunya kepala pemerintahan di Indonesia yang hafal
Alquran. Dengan artinya, dengan maknanya, dan dengan tafsirnya.
Mesir memang mirip
dengan Indonesia. Di bidang politik. Dan persnya. Pernah lama diperintah
secara otoriter. Lalu, terjadi reformasi. Bedanya: Demokrasi di Indonesia
mengarah ke berhasil. Di Mesir masih sulit ditafsirkan.
”Di zaman otoriter
dulu,” ujar sang gubernur di depan peserta puncak peringatan Hari Pers
Nasional itu, ”tidak ada orang yang percaya berita koran.” Gubernur
sepertinya ingin mengingatkan berita koran di Indonesia pada zaman Presiden
Soeharto. Sama. Tidak bisa dipercaya. Semua berita harus sesuai dengan
kehendak penguasa.
”Satu-satunya berita
yang masih bisa dipercaya hanyalah berita yang dimuat di halaman 10,” ujar
sang gubernur.
Di halaman 10 itulah,
kata dia, dimuat iklan dukacita. Gerrrrrrr. Semua hadirin tertawa. Termasuk
Presiden Jokowi. Tepuk tangan pun membahana.
Bagaimana setelah
reformasi, ketika pers menjadi terlalu bebas? ”Masyarakat Mesir malah lebih
tidak percaya,” katanya. ”Semua berita memihak,” tambahnya. ”Halaman 10 pun
tidak lagi dipercaya,” guraunya.
Meski hadirin terbahak
lebih lebar, sang gubernur masih perlu klarifikasi. ”Ini bukan di Indonesia
lho, ini di Mesir,” katanya. Hadirin pun kian terpingkal. Semua mafhum. Ini
bukan di Mesir. Ini di Indonesia. Juga.
Saya mengenal banyak
gubernur yang amat santun. Semua gubernur di Papua termasuk yang sangat santun.
Yang dulu maupun sekarang. Tapi, gubernur yang baru mengkritik pers itu luar
biasa santun. Itulah gubernur Nusa Tenggara Barat: Tuan Guru Dr KH Zainul
Majdi. Lebih akrab disebut Tuan Guru Bajang.
Gelar Tuan Guru di
depan namanya mencerminkan bahwa dirinya bukan orang biasa. Dia ulama besar.
Tokoh agama paling terhormat di Lombok. Sejak dari kakeknya. Sang kakek punya
nama selangit. Termasuk langit Arab: Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid.
Di Makkah, sang kakek
dihormati sebagai ulama besar. Buku-bukunya terbit dalam bahasa Arab. Banyak
sekali. Di Mesir. Juga di Lebanon. Jadi pegangan bagi orang yang belajar
agama di Makkah.
Sang kakek adalah
pendiri organisasi keagamaan terbesar di Lombok: Nahdlatul Wathan (NW).
Setengah penduduk Lombok adalah warga NW.
Di Lombok, tidak ada
NU. NU-nya ya NW ini. Kini sang cuculah yang menjadi pimpinan puncak NW.
Dengan ribuan madrasah di bawahnya.
Maka, pada zaman
demokrasi ini, dengan mudah Tuan Guru Bajang terpilih menjadi anggota DPR.
Semula dari Partai Bulan Bintang. Lalu dari Partai Demokrat. Dengan mudah
pula dia terpilih menjadi gubernur NTB. Dan terpilih lagi. Untuk periode
kedua sekarang ini.
Selama karirnya itu,
Tuan Guru Bajang memiliki track record yang komplet. Ulama sekaligus umara.
Ahli agama, intelektual, legislator, birokrat, dan sosok santun. Tutur
bahasanya terstruktur. Pidatonya selalu berisi. Jalan pikirannya runtut.
Kelebihan lain: masih
muda, 43 tahun. Ganteng. Berkulit jernih.
Wajah berseri. Murah
senyum. Masa depannya masih panjang.
Pemahamannya pada
rakyat bawah nyaris sempurna.
”Bapak Presiden,”
katanya di forum tersebut, ”saya mendengar pemerintah melalui Bulog akan
membeli jagung impor 300.000 ton dengan harga Rp 3.000 per kg.”
Lalu, ini inti
pemikirannya: Kalau saja pemerintah mau membeli jagung hasil petani NTB
dengan harga Rp 3.000 per kg, alangkah sejahtera petani NTB. Selama ini,
harga jagung petani di pusat produksi jagung Dompu, Sumbawa, NTB, hanya Rp
2.000 sampai Rp 2.500 per kg.
Sang gubernur
kelihatannya menguasai ilmu mantiq. Pelajaran penting waktu saya bersekolah
di madrasah dulu. Pemahamannya akan pentingnya pariwisata juga tidak kalah.
”Lombok ini memiliki
apa yang dimiliki Bali, tapi Bali tidak memiliki apa yang dimiliki Lombok,”
moto barunya. Memang segala adat Bali dipraktikkan oleh masyarakat Hindu yang
tinggal di Lombok Barat.
Demikian juga
pemahamannya tentang vitalnya infrastruktur. Dia membangun by pass di Lombok.
Juga di Sumbawa.
Dia rencanakan pula by
pass baru jalur selatan. Kini sang gubernur lagi merancang berdirinya kota
baru. Kota internasional. Di Lombok Utara.
Sebagai gubernur, Tuan
Guru Bajang sangat mampu. Dan modern. Sebagai ulama, Tuan Guru Bajang sulit
diungguli. Inikah sejarah baru? Lahirnya ulama dengan pemahaman Indonesia
yang seutuhnya? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar