Refleksi Pertumbuhan Ekonomi 2015
Firmanzah ; Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEUI
|
KORAN SINDO, 09
Februari 2016
Badan Pusat Statistik
(BPS) Jumat (5/2) lalu merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV
2015 mencapai 5,04%. Dengan pencapaian tersebut, sepanjang 2015 realisasi
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79%.
Tulisan saya di koran
ini pada 1 Juni 2015, Ekonomi 2015, Ekspansi Terbatas, memproyeksikan ekonomi
Indonesia sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dipatok dalam APBN-P
2015 sebesar 5,7% di tengah perekonomian dunia yang tidak menentu.
Perlambatan ekonomi global maupun domestik berkontribusi pada kegagalan
mencapai target tersebut.
Namun, hal terpenting
saat ini ialah bagaimana pemerintah dan otoritas moneter melakukan refleksi
kinerja ekonomi tahun lalu sebagai modal menghadapi ekonomi 2016. Ini karena
ekonomi Indonesia masih akan terus menghadapi gejolak seperti tertekannya
harga komoditas dunia, volatilitas pasar keuangan dunia, menurunnya kinerja
korporasi besar dan mulai melakukan program efisiensi, serta berbagai bentuk
risiko ekonomi global lain.
Hal yang cukup
melegakan dalam rilis BPS yaitu membaiknya pertumbuhan ekonomi di kuartal IV
2015 bila dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Hal ini seiring
digenjotnya belanja infrastruktur pemerintah. Ekonomi Indonesia masih
membutuhkan dorongan dari sisi belanja (spending)
untuk menggerakkan sektor-sektor yang terkait baik langsung maupun tidak
langsung.
Di saat belanja rumah
tangga dan korporasi melambat, harapan membaiknya belanja pemerintah dapat
menarik sekaligus mendorong bergairahnya kedua jenis belanja lain, yaitu
rumah tangga dan korporasi. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau belanja
investasi pemerintah untuk barang modal jalan tol, jembatan, irigasi, dan
lainnya meningkat 6,90%.
Selain itu,
pengeluaran konsumsi pemerintah secara umum meningkat 7,31% dalam bentuk
pengeluaran belanja barang, bantuan sosial (bansos), gaji ke-13 PNS, dan
tunjangan kinerja kementerian/lembaga. Tentu kita semua berharap realisasi
pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2015 menjadi titik balik bagi membaiknya
pertumbuhan ekonomi pada semester I 2016.
Ketika pemerintah
mampu memperbaiki percepatan penyerapan anggaran, ditambah dengan dorongan
konsumsi rumah tangga menjelang Idul Fitri yang akan terjadi pada akhir
semester I 2016, tidak tertutup kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada semester I 2016 akan jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu. Selain
itu, investasi swasta diperkirakan terus meningkat seiring dengan mulai
stabilnya nilai tukar rupiah dan terjaganya pasar keuangan Indonesia.
Hal-hal ini diharapkan
akan mampu me-rebalancing dampak
perlambatan ekspor dan impor yang masih akan kita hadapi sepanjang 2016.
Ekspor nasional pada kuartal IV 2015 turun 6,44% (year on year), terkontraksi lebih dalam dibandingkan kuartal III
2015 yang minus 0,60%. Selain itu, data yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah yakni sumber pertumbuhan ekonomi 2015.
Industri pengolahan
memiliki sumber pertumbuhan tertinggi dan mampu tumbuh 0,92%, diikuti
konstruksi 0,64% dan pertanian 0,53%. Sektor pertanian sangat memerlukan
perhatian khusus dari pemerintah pada 2016. Hal ini karena meski sektor ini
menyerap tenaga kerja terbesar, pertumbuhannya relatif lebih rendah
dibandingkan sektor industri pengolahan dan konstruksi. Menurut data BPS,
tidak kurang dari 40,83 juta orang bekerja di sektor pertanian.
Selain itu, pemerintah
dari awal sudah mencanangkan program ketahanan pangan serta swasembada
pangan. Program intervensi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sektor
pertanian di setiap lini proses produksi (hulu-hilir) pada akhirnya tidak
hanya akan meningkatkan kontribusi ke pertumbuhan ekonomi, melainkan juga
kesejahteraan serta kesuksesan pencapaian target pengentasan kemiskinan di
perdesaan.
Target pertumbuhan
ekonomi di tahun ini telah ditetapkan dalam asumsi APBN sebesar 5,3%. Saya
memandang target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2016 jauh lebih realistis
bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2015. Secara
umum saya melihat ekonomi Indonesia pada 2016 lebih baik bila dibandingkan
tahun lalu.
Sejumlah faktor
seperti diluncurkanya paket kebijakan yang sangat progresif, terkendalinya
inflasi, nilai tukar rupiah, turunnya BI Rate dan membesarnya ruang untuk
penurunan BI Rate kembali di tahun ini, serta tuntasnya pengisian eselon I dan
II di sejumlah kementerian/lembaga yang akan dapat mempercepat penyerapan
anggaran membuat banyak pihak optimistis ekonomi 2016 membaik.
Apabila sejumlah
faktor tersebut tetap terjaga, tidak tertutup kemungkinan pada 2016
pertumbuhan ekonomi kita bisa di atas 5%. Namun, sejumlah aspek perlu terus
diwaspadai dan tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah. Sebagai contoh,
tergerusnya laba korporasi besar baik multinasional maupun domestik akibat
pendapatan turun tajam.
Harga komoditas baik
mineral-tambang maupun perkebunan memukul banyak perusahaan baik asing maupun
domestik. Sejumlah program efisiensi dari mulai pengurangan jam kerja, penghentian
produksi sementara sampai pada perumahan pekerja juga telah terjadi di
beberapa perusahaan mineral-tambang.
Selain itu, industri
pendukung sektor tersebut seperti perbankan, asuransi, elektronik, automotif
dan industri jasa lain juga terdampak akibat lesunya sektor mineral-tambang
dan perkebunan. Kabar tentang penutupan sejumlah pabrik, pengurangan karyawan
sampai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) juga telah dilaporkan sejumlah
media massa.
Hal ini perlu
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar tidak menjadi
spiral-negatif yang bisa membuat banyak kalangan cemas terhadap prospek
ekonomi di tahun ini. Program pemerintah untuk menggalakkan dan memproteksi
industri padat karya perlu segera dilakukan. Ini apabila dikombinasikan
dengan terjaganya harga-harga kebutuhan pokok, maka akan memperkuat daya beli
masyarakat.
Daya beli masyarakat
sangat penting untuk meningkatkan permintaan domestik di tengah lesunya pasar
ekspor nasional. Selama ini konsumsi rumah tangga dan swasta mengambil peran
paling besar dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional. Secara
rata-rata sektor ini berkontribusi antara 54-55% terhadap PDB Indonesia.
Dengan demikian,
apabila sektor ini dapat terjaga secara baik pada 2016, tidak mengherankan
kalau pertumbuhan ekonomi 2016 relatif lebih berdaya tahan di tengah
ketidakpastian perekonomian global. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar