Rabu, 10 Februari 2016

Refleksi Pertumbuhan Ekonomi 2015

Refleksi Pertumbuhan Ekonomi 2015

Firmanzah  ;   Rektor Universitas Paramadina;  Guru Besar FEUI
                                               KORAN SINDO, 09 Februari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Badan Pusat Statistik (BPS) Jumat (5/2) lalu merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2015 mencapai 5,04%. Dengan pencapaian tersebut, sepanjang 2015 realisasi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79%.

Tulisan saya di koran ini pada 1 Juni 2015, Ekonomi 2015, Ekspansi Terbatas, memproyeksikan ekonomi Indonesia sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dipatok dalam APBN-P 2015 sebesar 5,7% di tengah perekonomian dunia yang tidak menentu. Perlambatan ekonomi global maupun domestik berkontribusi pada kegagalan mencapai target tersebut.

Namun, hal terpenting saat ini ialah bagaimana pemerintah dan otoritas moneter melakukan refleksi kinerja ekonomi tahun lalu sebagai modal menghadapi ekonomi 2016. Ini karena ekonomi Indonesia masih akan terus menghadapi gejolak seperti tertekannya harga komoditas dunia, volatilitas pasar keuangan dunia, menurunnya kinerja korporasi besar dan mulai melakukan program efisiensi, serta berbagai bentuk risiko ekonomi global lain.

Hal yang cukup melegakan dalam rilis BPS yaitu membaiknya pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2015 bila dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Hal ini seiring digenjotnya belanja infrastruktur pemerintah. Ekonomi Indonesia masih membutuhkan dorongan dari sisi belanja (spending) untuk menggerakkan sektor-sektor yang terkait baik langsung maupun tidak langsung.

Di saat belanja rumah tangga dan korporasi melambat, harapan membaiknya belanja pemerintah dapat menarik sekaligus mendorong bergairahnya kedua jenis belanja lain, yaitu rumah tangga dan korporasi. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau belanja investasi pemerintah untuk barang modal jalan tol, jembatan, irigasi, dan lainnya meningkat 6,90%.

Selain itu, pengeluaran konsumsi pemerintah secara umum meningkat 7,31% dalam bentuk pengeluaran belanja barang, bantuan sosial (bansos), gaji ke-13 PNS, dan tunjangan kinerja kementerian/lembaga. Tentu kita semua berharap realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2015 menjadi titik balik bagi membaiknya pertumbuhan ekonomi pada semester I 2016.

Ketika pemerintah mampu memperbaiki percepatan penyerapan anggaran, ditambah dengan dorongan konsumsi rumah tangga menjelang Idul Fitri yang akan terjadi pada akhir semester I 2016, tidak tertutup kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2016 akan jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu. Selain itu, investasi swasta diperkirakan terus meningkat seiring dengan mulai stabilnya nilai tukar rupiah dan terjaganya pasar keuangan Indonesia.

Hal-hal ini diharapkan akan mampu me-rebalancing dampak perlambatan ekspor dan impor yang masih akan kita hadapi sepanjang 2016. Ekspor nasional pada kuartal IV 2015 turun 6,44% (year on year), terkontraksi lebih dalam dibandingkan kuartal III 2015 yang minus 0,60%. Selain itu, data yang perlu diperhatikan oleh pemerintah yakni sumber pertumbuhan ekonomi 2015.

Industri pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi dan mampu tumbuh 0,92%, diikuti konstruksi 0,64% dan pertanian 0,53%. Sektor pertanian sangat memerlukan perhatian khusus dari pemerintah pada 2016. Hal ini karena meski sektor ini menyerap tenaga kerja terbesar, pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan sektor industri pengolahan dan konstruksi. Menurut data BPS, tidak kurang dari 40,83 juta orang bekerja di sektor pertanian.

Selain itu, pemerintah dari awal sudah mencanangkan program ketahanan pangan serta swasembada pangan. Program intervensi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian di setiap lini proses produksi (hulu-hilir) pada akhirnya tidak hanya akan meningkatkan kontribusi ke pertumbuhan ekonomi, melainkan juga kesejahteraan serta kesuksesan pencapaian target pengentasan kemiskinan di perdesaan.

Target pertumbuhan ekonomi di tahun ini telah ditetapkan dalam asumsi APBN sebesar 5,3%. Saya memandang target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2016 jauh lebih realistis bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2015. Secara umum saya melihat ekonomi Indonesia pada 2016 lebih baik bila dibandingkan tahun lalu.

Sejumlah faktor seperti diluncurkanya paket kebijakan yang sangat progresif, terkendalinya inflasi, nilai tukar rupiah, turunnya BI Rate dan membesarnya ruang untuk penurunan BI Rate kembali di tahun ini, serta tuntasnya pengisian eselon I dan II di sejumlah kementerian/lembaga yang akan dapat mempercepat penyerapan anggaran membuat banyak pihak optimistis ekonomi 2016 membaik.

Apabila sejumlah faktor tersebut tetap terjaga, tidak tertutup kemungkinan pada 2016 pertumbuhan ekonomi kita bisa di atas 5%. Namun, sejumlah aspek perlu terus diwaspadai dan tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah. Sebagai contoh, tergerusnya laba korporasi besar baik multinasional maupun domestik akibat pendapatan turun tajam.

Harga komoditas baik mineral-tambang maupun perkebunan memukul banyak perusahaan baik asing maupun domestik. Sejumlah program efisiensi dari mulai pengurangan jam kerja, penghentian produksi sementara sampai pada perumahan pekerja juga telah terjadi di beberapa perusahaan mineral-tambang.

Selain itu, industri pendukung sektor tersebut seperti perbankan, asuransi, elektronik, automotif dan industri jasa lain juga terdampak akibat lesunya sektor mineral-tambang dan perkebunan. Kabar tentang penutupan sejumlah pabrik, pengurangan karyawan sampai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) juga telah dilaporkan sejumlah media massa.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar tidak menjadi spiral-negatif yang bisa membuat banyak kalangan cemas terhadap prospek ekonomi di tahun ini. Program pemerintah untuk menggalakkan dan memproteksi industri padat karya perlu segera dilakukan. Ini apabila dikombinasikan dengan terjaganya harga-harga kebutuhan pokok, maka akan memperkuat daya beli masyarakat.

Daya beli masyarakat sangat penting untuk meningkatkan permintaan domestik di tengah lesunya pasar ekspor nasional. Selama ini konsumsi rumah tangga dan swasta mengambil peran paling besar dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional. Secara rata-rata sektor ini berkontribusi antara 54-55% terhadap PDB Indonesia.

Dengan demikian, apabila sektor ini dapat terjaga secara baik pada 2016, tidak mengherankan kalau pertumbuhan ekonomi 2016 relatif lebih berdaya tahan di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar