Ikan Melimpah, Kesejahteraan Turun
M Riza Damanik ; Ketua
Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia;
Anggota World Forum of Fisher
People
|
KOMPAS, 19
Februari 2016
Ada anomali
pengelolaan perikanan setahun terakhir. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti menyebut sumber daya ikan telah kembali melimpah di laut
Indonesia. Sebaliknya, indikator ekonomi perikanan dan kenelayanan justru
menurun.
Menurut Badan Pusat
Statistik, hingga September 2015, nilai tukar nelayan masih tersandera pada
kisaran 102-106. Bahkan, indeks kesejahteraan pembudidaya ikan sempat anjlok
di bawah 100. Begitu pun terhadap rasio kredit macet (NPL) UMKM perikanan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (2015) menyebut NPL perikanan bergerak naik dari
3,77 pada Desember 2014 menjadi 5,18 pada Juli 2015.
Anomali
Pemburukan juga
dihadapi industri perikanan. Sebenarnya, pada kuartal I hingga kuartal III-
2014 kapasitas terpakai industri perikanan nasional membaik dengan rata-rata
75,10 persen. Namun, laporan Bank Indonesia pada 2015 mengisyaratkan
pelemahan menjadi 68,04 persen. Mengapa anomali terjadi?
Terputusnya kelimpahan
ikan dengan kesejahteraan nelayan dapat dijelaskan dalam persamaan matematika
A+B+C. "A" adalah total ikan laut yang ditangkap untuk konsumsi
dari perairan Indonesia. Pada 10 tahun terakhir, kontribusi subsektor
perikanan tangkap terhadap kebutuhan pangan perikanan minimal 4,2 juta ton di
mana 75 persennya adalah tangkapan nelayan kecil.
"B" adalah
ikan laut yang diambil untuk industri pengolahan dan ekspor. Volumenya cukup
dinamis: 20 persen dari total produksi atau sekurang-kurangnya 1 juta ton.
Penguatan nilai tukar mata uang dollar atau yen biasanya turut memengaruhi
kinerja industri perikanan di Tanah Air. Namun, kali ini berbeda. Meski 2015
terjadi penguatan dollar AS terhadap rupiah, utilitas industri perikanan
justru turun pada kisaran 3-8 persen.
Di luar A dan B ada
bilangan C yang kerap terabaikan, tetapi memengaruhi anomali. Bilangan
"C" merupakan estimasi volume ikan yang dicuri dari perairan
Indonesia setiap tahun. Tidak ada jumlah pasti, tetapi Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) menyebut nilai kerugian Indonesia akibat perikanan ilegal
tidak diatur dan tidak dilaporkan mencapai 30 miliar dollar AS per tahun.
Artinya, keberhasilan pemerintah memberantas pencurian ikan (sekaligus)
menjelaskan ada potensi sekurang-kurangnya 1 juta ton ikan tidak terangkut
dan berbiak di laut Indonesia.
Itu sebabnya pasca
moratorium kapal-kapal eks-asing dan penenggelaman kapal pencuri ikan terjadi
kelimpahan ikan. Namun, kelimpahan tersebut baru sebatas potensi, belum
berhasil dipindahkan ke kapal-kapal nelayan Indonesia, khususnya nelayan
tradisional.
Mengubah potensi
Potensi bukanlah
produksi! Potensi hanyalah estimasi total ikan di laut Indonesia yang
berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45 Tahun 2011
tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara RI jumlahnya mencapai 6,5 juta ton. Angka ini kabarnya segera
dikoreksi menjadi lebih dari 7 juta ton. Adapun produksi adalah kemampuan
mengelola potensi tersebut secara adil dan lestari. Artinya, tak cukup hanya
mengumumkan potensi ikan di laut Indonesia, Menteri Susi harus memimpin
peningkatan produktivitas rakyat.
Bergegaslah membenahi
urusan hulu-hilir perikanan. Di hulu, percepatan akurasi data dan skema
reformasi perizinan harus menjadi prioritas. Adapun di hilir, pembenahan
pasar jauh lebih penting daripada sibuk membuka 100 persen industri
pengolahan ikan kepada investasi asing. Perbaikan dapat dimulai dengan
memperkuat soliditas Kabinet Kerja dalam mengoperasikan gagasan Revolusi
Mental.
Persiapkanlah
anak-anak Indonesia menjadi generasi sehat, cerdas, dan kuat dengan kampanye
makan ikan yang lebih serius. Kementerian BUMN, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, dan tentunya KKP dapat
mengonsolidasikan anggaran "Revolusi Mental" setiap kementerian
untuk memfasilitasi makan siang gratis di seluruh sekolah dasar negeri dengan
berbagai produk perikanan.
Revolusi dengan makan
ikan lebih bermanfaat daripada mereduksi "revolusi mental" menjadi
proyek advertorial, spanduk, dan baliho. Di Jepang, tradisi makan ikan di
sekolah telah menstimulasi bangkitnya industri perikanan dan pengolahan. Mari
merayakan keberlimpahan ikan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan anak
bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar