Judes
Samuel Mulia ;
Penulis Kolom “PARODI” Kompas
Minggu
|
KOMPAS, 21
Februari 2016
Tahukah Anda siapa
Ohood Al Roumi? Wanita cantik ini baru saja dilantik sebagai menteri urusan
kebahagiaan untuk United Arab Emirates. Saya sungguh tertegun membacanya
karena untuk pertama kali ada menteri untuk mengurus hal yang buat saya
sungguh penting.
Keder
Penting, karena buat
saya kesuksesan hidup itu dimulai dengan kebahagiaan lahir dan batin, bukan
karena kepandaian otak manusianya. Pandai itu bisa melenceng ke mana-mana.
Dari yang baik bisa jadi tidak baik. Kebahagiaan itu hanya menghasilkan satu
hal, damai sejahtera buat dirinya dan orang lain.
Beberapa hari lalu,
sebelum saya membaca berita di atas, di sebuah media sosial seseorang
bertanya tentang sesuatu. Pertanyaannya dijawab oleh dua anak manusia dengan
dua cara menjawab yang berbeda.
Yang satu dengan bijak
langsung memberi tahu jawaban atas pertanyaan itu tanpa embel apa-apa, dan
yang satu lagi menjawab begini, ”Ngapain lewat situ, langsung ajaklik ini.”
Kemudian jawaban itu diakhiri dengan emoticon
tertawa.
Saya tak tahu apakah
saya ini kelewat sensitif atau terlalu negatif, tetapi membaca jawaban dan emoticon itu, saya merasa ia tak hanya
membantu memberikan jawaban yang tepat, tetapi ia tak lupa menyisipkan sebuah
penghinaan dalam taraf yang ringan. Seolah berbicara: ”Gitu aja nggak tahu.”
Nah, kalau benar
perasaan saya bahwa orang kedua tadi menyisipkan sedikit unsur penghinaan,
saya kemudian jadi bertanya: ”La wong orang mau bertanya,kok, malah dihina?
La wong memang enggak tahu, kok, makanya bertanya. Ya, enggak?” Apakah
mungkin peribahasa macam ”malu bertanya sesat di jalan” itu sejujurnya bukan
karena malu, tetapi keder karena takut dihina dan ditertawai kalau bertanya?
Setelah pertanyaan
itu, muncul lagi sebuah pertanyaan lain. ”Mengapa orang menghina saat orang
lain membutuhkan sebuah jawaban yang tidak diketahuinya?” Apakah mereka
merasa di atas angin karena mengetahui jawabannya? Atau memang dasarnya
tukang menghina dan menghina adalah sebuah hobi yang menyenangkan?
Papan dart
Satu minggu yang lalu
di sebuah rumah makan, saya dilayani oleh pelayan pria yang mukanya sungguh
tidak bersahabat. Ia telah menunjukkan wajah tak menyenangkan itu dari sejak
saya datang. Meski demikian, ia tetap melayani saya, semua pesanan dicatat
dengan baik dan pesanannya pun datang sesuai pesanan.
Beberapa saat setelah
itu, saya mau memesan sesuatu, tetapi ada perasaan takut untuk memanggilnya.
Saya utarakan perasaan takut itu ke teman saya yang makan bersama. Ia pun
mengomentari hal yang sama. Alhasil, saya memanggil pelayan lainnya yang
kebetulan sikapnya sangat berbeda dan curhat mengenai ketakutan saya dan
ketidakramahan rekan kerjanya itu.
Anehnya pelayan pria
itu tertawa saat berbicara dengan rekan kerjanya, tetapi berubah tidak ramah
ketika berhadapan dengan saya. Saya sungguh tak tahu mengapa yang berlaku
seperti itu. Sampai saya berpikir apakah keberadaan saya itu sungguh
mengganggunya?
Kejadian semacam di
rumah makan itu sudah sering saya jumpai juga kalau sedang menghadap beberapa
klien. Kalau tidak penerima tamunya, ya satpamnya, ya sekretarisnya, ya anak
buahnya, yaa... kliennya sendiri.
Pertanyaan kemudian
timbul di dalam hati. Mengapa orang melayani dengan tabiat yang seperti itu? Mengapa
beberapa orang merasa terganggu dengan keberadaan orang lain? Apakah tabiat
semacam itu membuat mereka merasa lebih superior dari orang lain?
Bukankah dengan tabiat
seperti itu mereka sesungguhnya sedang memperlihatkan ketidakbahagiaannya
sebagai manusia? Sedang mempertontonkan sebuah keadaan manusia yang jauh dari
rasa damai?
Sebab, menurut IQ saya
yang jongkok ini, orang itu kalau berbahagia dan memiliki damai sejahtera
yaa... hasilnya tidaklah demikian. Buah yang busuk itu, menurut saya, tidak pernah
dihasilkan dari pohon yang baik. Itu pendapat saya. Saya tidak tahu kalau
pendapat orang yang judes dan menghina.
Justru hal yang ingin
saya ketahui, di mana letak pentingnya seseorang menjadi judes, bermuka
masam, ketus, dan menghina? Kalau dengan semua itu mereka menjadi lebih
berwibawa dan lebih percaya diri, meski sampai harus membuat orang lain
sengsara seperti papan tempat sasaran anak panah dalam permainan dart,
tidakkah itu sungguh menyedihkan?
Saya ini ingin
mengakhiri tulisan ini dengan mengajak Anda untuk menjadi menteri untuk
kebahagiaan di mana pun Anda berada. Bumi ini sudah semakin ”panas”, marilah
kita mendinginkan dengan kebahagiaan manusianya dimulai dari diri kita
sendiri.
Menurut saya, loh, ini
adalah cara mendinginkan yang tokcer dan bagi mereka yang masih judes dan
senangnya menghina sampai tulisan ini dicetak, ini juga sebuah cara jitu
untuk menaikkan kepercayaan diri dan wibawa.
Saya hanya mau membagi
pengalaman, janganlah pernah percaya bahwa judes, menghina, dan sarkastis itu
akan membuat orang lain akan naik kelas dan belajar sesuatu. Ups…. Maaf
salah. Mereka naik kelas dan belajar sesuatu. Itu so pasti. Tetapi, mereka
naik kelas dalam kejudesan, penghinaan, dan bukan soal damai sejahtera. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar