Menjinakkan Limbah Nuklir
L Wilardjo ; Fisikawan
|
KOMPAS, 17
Februari 2016
Dalam epos Ramayana,
Dasamuka adalah tokoh utama. Ia melambangkan keangkaramurkaan titah
marcapada. Sebagai putra sulung Dewi Sukesi dan cucunda Prabu Sumaliraja, ia
kemudian menjadi Raja Alengkadiraja.
Dasamuka sangat
perkasa dan sakti mandraguna. Walau dibunuh sehari tujuh kali pun, begitu
jasadnya menyentuh bumi ia bangkit dan hidup lagi. Itu karena ia memiliki aji
pancasona yang diberikan gurunya, Resi Subali.
Dalam perang tanding
melawan Rama Regawa, Dasamuka tewas terkena panah pusaka Guwawijaya yang
dilepaskan titisan Dewa Wisnu itu, tetapi Raja Alengka itu hidup kembali.
Dalam pertempuran yang berlangsung lagi, Dasamuka ditimbun gunung yang
dicabut Anoman lalu dihunjamkan padanya.
Dalam pewayangan versi
Jawa, gunung yang ditimpakan pada Dasamuka itu disebut Gunung Sumawana.
Dasamuka tak mati, tetap terkungkung di dalam gunung. Namun, Dasamuka tetap
jadi sumber gangguan. Manakala terjadi retakan di dinding gunung itu, setipis
rambutpun, Dasamuka dapat lepas dari kungkungannya. Ia pun mengumbar nafsu
angkara murkanya sampai ditangkap Anoman lagi dengan kekuatan aji Mandrinya,
lalu dikembalikan ke dalam Gunung Sumawana.
Setelah terkungkung di
Gunung Sumawana, Dasamuka sering disebut Dasakumara atau Godayitma.
Dasakumara (roh Dasamuka) alias Godayitma (roh penggoda) dapat dipakai
sebagai metafora limbah nuklir radioaktif beraras tinggi.
Limbah dan penyimpanan
Di seluruh dunia
sekarang lebih dari 400 reaktor dalam PLTN beroperasi. Dalam beroperasi
selama 55-60 tahun sampai sekarang di Perancis, Amerika Serikat, Jepang,
Inggris, Korea, Rusia, Tiongkok, Swiss, dan negara lainnya 400-plus reaktor
itu menghasilkan limbah nuklir yang telah menumpuk sampai ratusan ribu metrik
ton. Semua masih teronggok di tempat penyimpanan sementara. Usaha menemukan
atau membangun tempat penyimpanan akhir yang permanen belum berhasil.
Timbunan limbah nuklir radioaktif beraras tinggi itu ternyata masih dapat
merembes ke luar dan bermigrasi. Padahal, limbah itu sudah diamankan dengan
dipadatmampatkan dan "dibalut" menyatu dengan bahan kaca, lalu
balok- balok vitrifikasi limbah nuklir itu disimpan di TPS-nya yang alami
(tambang garam) atau yang buatan (bungker berdinding beton tebal berlapis
timbel). Limbah radioaktif itu tetap masih berisiko bagi lingkungan dan
manusia, seperti Dasamuka.
Anoman harus menjaga
Dasakumara tetap di dalam kungkungannya sampai senapati yang sudah madeg
pendhito itu menikahkan warengnya Arjuna. Wareng ialah cucunya cicit. Berarti
terhitung sejak generasinya Arjuna, Anoman masih harus menunggu sampai enam
generasi, sebelum boleh kembali ke alam nirwana yang baka. Enam generasi
adalah sekitar 200 tahun, dan ini cuma sebentar saja.
Penelitian dan
penelaahan ilmiah memperkirakan bahwa batas kemampuan masyarakat modern
menjamin keamanan limbah nuklir di TPS-nya adalah 100 tahun. Ini jelas amat
tak cukup. Lebih lama dari itu tak dapat dijamin sebab tak dapat diketahui
peristiwa dahsyat apa saja yang mungkin terjadi di kawasan tempat limbah
nuklir itu diamankan. Bisa terjadi bencana alam yang memorakporandakan TPS
itu. Atau pecah peperangan dengan teknologi militer canggih dan senjata
pemusnah massal.
Peta geopolitik juga
dapat berubah sehingga menyingkirkan otoritas yang bertanggung jawab
mengelola dan memantau TPS itu. Lihat saja ulah Negara Islam di Irak dan
Suriah yang sengaja menghancurkan warisan peradaban lama yang tak ternilai
dan tak dapat dikertaaji dalam dollar atau euro. Menurut ahli nuklir yang pro
PLTN, Alvin Weinberg, limbah nuklir radioaktif beraras tinggi baru akan mulai
tak ndrawasi lagi setelah dikungkung sampai 200.000 tahun. Ini kira-kira
delapan kali umur-paruh salah satu isotop yang sangat "maut" dalam
limbah itu, yakni plutonium-239.
Baru-baru ini National Geographic mengeluarkan rekaman video tentang
perkembangan dalam pengelolaan limbah nuklir. Dalam video itu tampil seorang
wanita doktor ahli perekayasaan nuklir. Ia Leslie Dewan, 31 tahun, di Massachusetts Institute of Technology
(MIT) yang mengembangkan apa yang disebutnya reaktor garam leleh. Reaktor itu
merupakan versi modern dari reaktor yang 50 tahun yang lalu dirancang di Oak
Ridge National Laboratory, Tennessee.
Dewan menyatakan bahwa
reaktor yang masih dalam pengembangan itu akan mampu mengolah ulang limbah
nuklir. Berbekal lebih dari 300.000 ton limbah nuklir yang ada, akan
dihasilkan energi elektrik yang cukup
memenuhi kebutuhan dunia selama 72 tahun. Hebatnya lagi, limbah nuklir yang
masih tersisa dari pengoperasian reaktor garam leleh itu sudah jadi pendek
umurnya, hanya ratusan tahun. Namun, Dewan mengatakan bahwa masih dibutuhkan
waktu dan kerja keras sebelum reaktor rancangannya bisa beroperasi.
Kalau klaim Dewan itu
bukan hoax (sensasi
bohong-bohongan), maka kabar tentang reaktor garam leleh itu bagai secercah
cahaya di ujung terowogan. Ada harapan, manusia akhirnya akan bisa
menjinakkan limbah nuklir yang berbahaya dan bandelnya luar biasa.
Namun, kehebatan ahli
perekayasaan nuklir dari MIT itu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan
prestasi anak bangsa Indonesia. Dalam berita di TV, 29 Januari 2016 petang,
disebutkan bahwa seorang ahli nuklir di Universitas Gadjah Mada berhasil
merancang kotak penyimpanan limbah nuklir yang mampu mengamankan limbah itu
selama 10.000 tahun. Luar biasa! Konon ia ditawari pekerjaan di AS
memanfaatkan temuan itu, tetapi ia tak tertarik.
Jiwa nasionalisnya
membuatnya ingin mengabdikan diri bagi bangsa dan negaranya. Semoga klaim
ahli nuklir di UGM itu bukan hoax.
Sebaiknya Batan, BPPT, dan Kemenristekdikti memverifikasi temuan sangat hebat
itu. Verifikasi dengan uji coba dan pengukuran selama likuran tahun yang
datanya dijadikan basis telaah ekstrapolatif dapat dilakukan. Siapa tahu,
temuan ahli nuklir UGM itu klimaks dari usaha lebih dari setengah abad? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar