Panggung
Multikulturalisme Piala Dunia
Thomas
Koten ; Direktur
Social Development Center
|
SINAR
HARAPAN, 17 Juni 2014
Perhelatan
akbar empat tahunan Piala Dunia ke-20 sedang berlangsung di Brasil mulai 12
Juni hingga 13 Juli 2014. Sebanyak 32 kontestan Piala Dunia 2014 sedang unjuk
kehebatan untuk menjadi yang terbaik di kolong langit. Para kontestan itu
menggelorakan semangat nasionalisme dan memperjuangkan harga diri dan
kehormatan bangsanya masing-masing.
Jutaan,
bahkan miliaran pasang mata di seantero dunia kini tertuju pada panggung
Piala Dunia. Seluruh warga bangsa di dunia seperti terlibat dalam perhelatan
akbar tersebut. Piala Dunia semakin dijadikan momentum untuk menggalang
persatuan, persaudaraan, solidaritas, perdamaian, dan memupuk spirit
toleransi.
Jika
dikerling lebih elegan, Piala Dunia tidak lain merupakan panggung
pengekspresian spirit multikulturalisme. Sebagai perhelatan akbar, Piala
Dunia mampu mendamaikan berbagai jalur agama dan sosial kemasyarakatan dunia
yang sering bertentangan.
Piala
Dunia bukan saja menyuguhkan permainan demi pertandingan 2 x 45 (plus extra time dan adu pinalti), melainkan
sebagai sumber pembelajaran dus refleksi terhadap kehebatan bangsa-bangsa di
tataran global. Piala Dunia yang menghipnotis dan menghibur itu juga sungguh
telah sukses mengobrak-abrik sekat-sekat agama, sosial, kultural, etnis, dan
ideologi.
Cermin
multikulturalisme Piala Dunia dapat terlihat dari kehadiran para bintang
lapangan hijau yang tidak hanya terdiri atas suku, agama, dan ras tertentu.
Semua pemain dari latar belakang suku, agama, ras, dan golongan berbeda
menyatu dalam kerja sama dengan spirit fair
play, saling menghormati. Tidak berlebihan jika panggung Piala Dunia
menjadi media yang sangat efektif untuk menciptakan pembauran antarwarga (melting spot) dari berbagai belahan
dunia.
Panggung
pematrian multikulturalisme itu diperindah slogan resmi Piala Dunia 2014, All One Rhythm, slogan yang
menumbuhkan spirit multikulturalisme atau slogan yang mengajarkan tentang
toleransi. Apalagi, ditambah lagu resmi Piala Dunia, “We Are One” yang dinyanyikan duet penyanyi Pitbull dan Claudia
Leitte, menegaskan pentingnya spirit kebersamaan dalam keberagaman nan
pluralistik.
Multikulturalisme
dapat diterjemahkan sebagai pengakuan terhadap pluralitas, sebuah keniscayaan
yang tidak dapat terbantahkan. Dengan demikian, menumbuhkan sikap peduli
kepada kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas merupakan suatu
keharusan.
Kelompok
mayoritas harus mengintegrasikan kelompok minoritas dalam bentuk pengakuan
dan kerja sama, supaya kekhasan minoritas tetap diakui dan dilindungi.
Kelompok mayoritas berkewajiban moral menciptakan kebersamaan dan memberikan
kemungkinan kelompok minoritas untuk berkembang menuju kesejatian dirinya.
Ada
sejumlah alasan yang menjadikan pembahasan mengenai multikulturalisme penting
untuk dilakukan. Pertama, kita hidup di sebuah dunia global yang tidak lagi
memungkinkan hidup terisolasi dari dunia lain.
Kemajuan
teknologi informasi yang sangat pesat telah memberikan kontribusi luar biasa
bagi interkonektivitas seluruh masyarakat dunia dari berbagai suku, agama,
dan budaya. Batas-batas negara, budaya, dan etnis tradisional telah “mencair”
akibat kuatnya arus informasi dan teknologi.
Kedua,
meningkatnya gelombang imigrasi dan integrasi yang melintasi batas-batas
negara, tidak terkecuali bangsa kita. Gelombang imigrasi dan integrasi ini
memaksa warga negara bangsa mainstream yang lebih moderat untuk mengakui,
negara-negara di dunia tidak lagi hanya terkurung dalam partikularitas yang
bersekat-sekat, bahwa penyingkiran terhadap keanekaragaman hanya akan merusak
kebersamaan yang telah terbangun.
Keanekaragaman
merupakan keagungan semesta yang hanya bisa diterima untuk dilestarikan.
Sikap diskriminatif hanya akan menjadi momok yang menodai keagungan semesta.
Ketiga,
semakin besarnya perhatian dunia terhadap persoalan pluralisme atau persoalan
kewarganegaraan multikultural. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas dalam
dunia sepak bola, seperti terus dikumandangkanya penghapusan rasisme di
lapangan hijau oleh FIFA. Banyak pelaku rasisme dalam sepak bola telah
mendapat hukuman keras dari FIFA, baik itu pemain maupun penonton.
Beriringan
dengan itu, dunia pun semakin menyadari sikap dan pandangan partikularis
sudah tidak relevan lagi pada zaman modern yang semakin berkeadaban ini,
bahkan berbahaya dan mengancam kebersamaan, kemanusiaan, serta keadaban-keadaban
nan luhur. Sikap eksklusif dan partikularitas yang terus terpupuk akan dapat
menyulut konflik yang merusak toleransi, kebersamaan, dan persaudaraan.
Dengan
demikian, pantas dan patut jika Piala Dunia dapat dijadikan sebagai panggung
untuk menumbuhkan spirit multikulturalisme dan momentum untuk membongkar
segala sekat perbedaan agama, suku, ras, dan golongan yang hanya
mengekspresikan kesombongan kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah,
atau kaum mayoritas terhadap kaum minoritas.
Pelajaran untuk Indonesia
Jelas
Piala Dunia telah mengajarkan banyak hal soal kehidupan antarumat, terutama
sebagai panggung perajutan multikulturalisme bangsa-bangsa di dunia. Lewat
sepak bola dalam Piala Dunia, kita bisa melihat semua pemain bahu-membahu
membangun kerja sama menggapai impian bersama, yakni kemenangan dengan
mengangkat trofi Piala Dunia.
Penonton
juga bersemangat dalam kebersamaan untuk mendukung timnya masing-masing,
meski mereka juga sebenarnya memiliki perbedaan agama, suku, ras, dan golongan
di negaranya masing-masing.
Bagi
Indonesia, hendaknya perhelatan Piala Dunia dapat dijadikan cermin untuk
bercermin diri soal keragaman di Tanah Air, yang hingga kini masih menjadi
kerikil-kerikil tajam yang merusak kebersamaan dalam keberbangsaan kita. Bila
kita tidak sanggup menjadikan Piala Dunia sebagai media untuk menumbuhkan
kesadaran akan multikulturalisme di Tanah Air, perhelatan itu hanyalah hampa
makna.
Atau,
kita masing-masing hanya ikut terserang virus Piala Dunia akibat terpaan
media (media exposure) dan/atau
terbius daya sihir komunikasi berbentuk kampanye FIFA yang serentak, global,
dan penetratif.
Atau,
kita sekadar warga dunia yang tereksploitasi dalam satu dimensi emosi yang
penuh gegap gempita pesta bola, hingga lupa tidur malam dan mengantuk pada
jam kerja keesokan harinya. Selamat
begadang dan berpesta bola! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar