Penyelundup
BBM Itu Juga Koruptor
Bambang
Soesatyo ; Anggota Komisi III DPR/Fraksi Partai Golkar,
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
|
SUARA
MERDEKA, 21 Juni 2014
“Mengingat pagu subsidi bahan bakar di APBN sudah
dicuri maka harus ditambah agar rakyat tidak marah”
PENYELUNDUPAN
bahan bakar minyak (BBM) adalah indikator atau penjelasan versi lain tentang
birokrasi yang korup. Aneh, karena baik pemerintah maupun aparat penegak hukum
selama ini tak berdaya menyikapi persoalan tersebut. Muncul anggapan bahwa
penyelundupan BBM konspiratif alias korupsi berjamaah. Rakyat berharap
presiden terpilih peduli terhadap masalah ini.
Bila
diakumulasi, total kerugian negara dari penyelundupan BBM sangatlah besar,
mencapai bilangan belasan hingga puluhan triliun rupiah per tahun. Ekses lain
adalah tekanan yang luar biasa terhadap APBN, apalagi kalau dikaitkan dengan
penyelundupan bahan bakar bersubsidi. Ketika pemerintah dan DPR meradang karena
pagu subsidi BBM berpotensi terlampaui alias nyaris jebol, yang dijadikan
kambing hitam adalah peningkatan volume atau konsumsi masyarakat.
Argumentasi
itu, selain tak berdasar juga tak lebih dari pembelaan diri. Ada dua penyebab
gelembung BBM bersubsidi. Pertama; kegagalan pemerintah mendistribusikan
bahan bakar bersubsidi ke sasaran yang tepat. Kedua; tingginya intensitas
penyelundupan bahan bakar, termasuk yang bersubsidi. Itu sebabnya, antrean konsumen di SPBU
menjadi pemandangan rutin di sejumlah kota kabupaten.
Lalu,
sebelum pagu subsidi benar-benar terlampaui, digagaslah penambahan pagu
subsidi. Ini adalah jalan pintas mengatasi masalah karena pemerintah tak
mampu mendistribusikan subsidi ke sasaran yang tepat. Banyak kalangan sudah
lama curiga bahwa mekanisme ini seperti modus konspiratif.
Di satu
sisi pemerintah dan penegak hukum cenderung minimalis atau membiarkan
penyelundupan BBM yang seperti menjadi rutinitas. Di sisi lain, pemerintah
dan DPR berulang-ulang menempuh cara pintas untuk mengatasi jebolnya pagu
subsidi BBM di APBN-P.
Mengapa
konspirasi penyelundupan BBM tak pernah jera? Mereka akan terus mencuri atau
menyelundupkan BBM bersubsidi mengingat sebelum pagu bahan bakar bersubsidi
tersebut jebol, pemerintah akan
berinisiatif mengajak DPR untuk menambah subsidi BBM. Konspirasi itu sangat
yakin bahwa pemerintah dan DPR tak berani membiarkan stok bahan bakar
bersubsidi habis karena mereka akan berhadapan langsung dengan rakyat yang
pasti sangat marah.
Contoh
terbaru bisa disimak pada APBN-P 2014. Baru-baru ini, pemerintah dan
Panja RAPBN-P 2014 Banggar DPR
bersepakat menaikkan anggaran subsidi BBM 2014 menjadi Rp 246,494 triliun.
Dengan volume yang disepakati dalam APBN-P itu, subsidi BBM 2014 ditambah Rp
35,759 triliun, dari sebelumnya Rp 210,735 triliun.
Jadi,
pagu subsidi bahan bakar di APBN sudah dicuri sehingga harus ditambah agar
rakyat tidak marah. Pagu tambahan subsidi dalam APBN-P pun dicuri lagi,
sehingga antrean konsumen di SPBU di sejumlah daerah selalu terjadi. Agar
warga setempat tidak marah, dikemukakan alasan tentang masalah angkutan atau
gangguan cuaca.
Padahal,
persoalan sebenarnya adalah alokasi untuk daerah bersangkutan boleh jadi
sudah sangat tipis karena sebagian jatah daerah itu sudah diselundupkan atau
dicuri. Terpaksa, jatah distribusi harian untuk daerah itu dikurangi sehingga
konsumen pun harus antre panjang untuk bisa mendapatkan 1-2 liter premium
atau solar.
Pasal Tipikor
Baru-baru
ini, Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau, bersama pihak terkait
lainnya menggagalkan usaha penyelundupan minyak mentah dan BBM dari kapal MT
Jelita Bangsa. Kapal yang disewa PT Pertamina itu memuat 59.888 metrik ton
minyak mentah bernilai Rp 450 miliar. Mungkin karena nilainya itu, beberapa
kalangan melukiskan kasus penyelundupan BBM itu sebagai yang terbesar dalam
sejarah.
Tapi
tangkapan besar tersebut bukanlah kejutan. Keberhasilan menangkal
penyelundupan BBM ini patut diapresiasi. Namun, beberapa pihak curiga bahwa
pelaku kemungkinan coba bermain sendiri, atau tidak berkonspirasi dengan para
oknum yang selama ini berwenang mengatur
dan mengamankan aksi penyelundupan itu. Andai pelakunya kooperatif dan
mau berkonspirasi, bukan tidak mungkin penyelundupan itu akan berlangsung
mulus.
Penyelundupan
bahan bakar idealnya dikategorikan tindak pidana korupsi (tipikor) karena
merugikan negara. Bahkan penyelundupan bahan bakar bersubsidi memenuhi unsur
tipikor mengingat subsidi itu dibiayai dengan APBN. Dengan begitu, tambahan pagu subsidi BBM
dalam APBN-P pun bukan tidak mungkin berlatar belakang rekayasa
penggelembungan atau mark up.
Kalau
penegak hukum responsif, kasus kapal MT Jelita Bangsa itu layak dijadikan
momentum mengungkap konspirasi penyelundupan BBM. Pertamina mengaku punya
catatan tentang 89 anak buah kapal (ABK) itu yang sudah masuk daftar hitam. Sebagian besar awak kapal
yang masuk daftar hitam itu adalah nakhoda dari kapal yang disewa Pertamina
dan berbendera Indonesia.
Daftar
hitam versi Pertamina tentang perilaku 89 ABK itu bisa menjadi pintu masuk
bagi penegak hukum mendalami masalah penyelundupan BBM. Bagaimana pun, upaya
membongkar sekaligus mereduksi penyelundupan BBM harus dimulai. Mengingat ada
muatan tipikor dalam kasus-kasus penyelundupan BBM bersubsidi, KPK hendaknya
juga mulai menyentuh masalah tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar