Senin, 23 Juni 2014

Penyelundup BBM Itu Juga Koruptor

Penyelundup BBM Itu Juga Koruptor

Bambang Soesatyo  ;   Anggota Komisi III DPR/Fraksi Partai Golkar,
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
SUARA MERDEKA, 21 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
“Mengingat pagu subsidi bahan bakar di APBN sudah dicuri maka harus ditambah agar rakyat tidak marah”

PENYELUNDUPAN bahan bakar minyak (BBM) adalah indikator atau penjelasan versi lain tentang birokrasi yang korup. Aneh, karena baik pemerintah maupun aparat penegak hukum selama ini tak berdaya menyikapi persoalan tersebut. Muncul anggapan bahwa penyelundupan BBM konspiratif alias korupsi berjamaah. Rakyat berharap presiden terpilih peduli terhadap masalah ini.

Bila diakumulasi, total kerugian negara dari penyelundupan BBM sangatlah besar, mencapai bilangan belasan hingga puluhan triliun rupiah per tahun. Ekses lain adalah tekanan yang luar biasa terhadap APBN, apalagi kalau dikaitkan dengan penyelundupan bahan bakar bersubsidi. Ketika pemerintah dan DPR meradang karena pagu subsidi BBM berpotensi terlampaui alias nyaris jebol, yang dijadikan kambing hitam adalah peningkatan volume atau konsumsi masyarakat.

Argumentasi itu, selain tak berdasar juga tak lebih dari pembelaan diri. Ada dua penyebab gelembung BBM bersubsidi. Pertama; kegagalan pemerintah mendistribusikan bahan bakar bersubsidi ke sasaran yang tepat. Kedua; tingginya intensitas penyelundupan bahan bakar, termasuk yang bersubsidi.  Itu sebabnya, antrean konsumen di SPBU menjadi pemandangan rutin di sejumlah kota kabupaten.

Lalu, sebelum pagu subsidi benar-benar terlampaui, digagaslah penambahan pagu subsidi. Ini adalah jalan pintas mengatasi masalah karena pemerintah tak mampu mendistribusikan subsidi ke sasaran yang tepat. Banyak kalangan sudah lama curiga bahwa mekanisme ini seperti modus konspiratif.

Di satu sisi pemerintah dan penegak hukum cenderung minimalis atau membiarkan penyelundupan BBM yang seperti menjadi rutinitas. Di sisi lain, pemerintah dan DPR berulang-ulang menempuh cara pintas untuk mengatasi jebolnya pagu subsidi BBM di APBN-P.

Mengapa konspirasi penyelundupan BBM tak pernah jera? Mereka akan terus mencuri atau menyelundupkan BBM bersubsidi mengingat sebelum pagu bahan bakar bersubsidi tersebut  jebol, pemerintah akan berinisiatif mengajak DPR untuk menambah subsidi BBM. Konspirasi itu sangat yakin bahwa pemerintah dan DPR tak berani membiarkan stok bahan bakar bersubsidi habis karena mereka akan berhadapan langsung dengan rakyat yang pasti sangat marah.

Contoh terbaru bisa disimak pada APBN-P 2014. Baru-baru ini, pemerintah dan Panja  RAPBN-P 2014 Banggar DPR bersepakat menaikkan anggaran subsidi BBM 2014 menjadi Rp 246,494 triliun. Dengan volume yang disepakati dalam APBN-P itu, subsidi BBM 2014 ditambah Rp 35,759 triliun, dari sebelumnya Rp 210,735 triliun.

Jadi, pagu subsidi bahan bakar di APBN sudah dicuri sehingga harus ditambah agar rakyat tidak marah. Pagu tambahan subsidi dalam APBN-P pun dicuri lagi, sehingga antrean konsumen di SPBU di sejumlah daerah selalu terjadi. Agar warga setempat tidak marah, dikemukakan alasan tentang masalah angkutan atau gangguan cuaca.

Padahal, persoalan sebenarnya adalah alokasi untuk daerah bersangkutan boleh jadi sudah sangat tipis karena sebagian jatah daerah itu sudah diselundupkan atau dicuri. Terpaksa, jatah distribusi harian untuk daerah itu dikurangi sehingga konsumen pun harus antre panjang untuk bisa mendapatkan 1-2 liter premium atau solar.

Pasal Tipikor

Baru-baru ini, Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau, bersama pihak terkait lainnya menggagalkan usaha penyelundupan minyak mentah dan BBM dari kapal MT Jelita Bangsa. Kapal yang disewa PT Pertamina itu memuat 59.888 metrik ton minyak mentah bernilai Rp 450 miliar. Mungkin karena nilainya itu, beberapa kalangan melukiskan kasus penyelundupan BBM itu sebagai yang terbesar dalam sejarah.

Tapi tangkapan besar tersebut bukanlah kejutan. Keberhasilan menangkal penyelundupan BBM ini patut diapresiasi. Namun, beberapa pihak curiga bahwa pelaku kemungkinan coba bermain sendiri, atau tidak berkonspirasi dengan para oknum yang selama ini berwenang mengatur  dan mengamankan aksi penyelundupan itu. Andai pelakunya kooperatif dan mau berkonspirasi, bukan tidak mungkin penyelundupan itu akan berlangsung mulus.

Penyelundupan bahan bakar idealnya dikategorikan tindak pidana korupsi (tipikor) karena merugikan negara. Bahkan penyelundupan bahan bakar bersubsidi memenuhi unsur tipikor mengingat subsidi itu dibiayai dengan APBN.  Dengan begitu, tambahan pagu subsidi BBM dalam APBN-P pun bukan tidak mungkin berlatar belakang rekayasa penggelembungan atau mark up.

Kalau penegak hukum responsif, kasus kapal MT Jelita Bangsa itu layak dijadikan momentum mengungkap konspirasi penyelundupan BBM. Pertamina mengaku punya catatan tentang 89 anak buah kapal (ABK) itu yang sudah masuk  daftar hitam. Sebagian besar awak kapal yang masuk daftar hitam itu adalah nakhoda dari kapal yang disewa Pertamina dan berbendera Indonesia.

Daftar hitam versi Pertamina tentang perilaku 89 ABK itu bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum mendalami masalah penyelundupan BBM. Bagaimana pun, upaya membongkar sekaligus mereduksi penyelundupan BBM harus dimulai. Mengingat ada muatan tipikor dalam kasus-kasus penyelundupan BBM bersubsidi, KPK hendaknya juga mulai menyentuh masalah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar