Kontroversi
Lambang Garuda
Asvi
Warman Adam ; Sejarawan LIPI
|
TEMPO.CO,
21 Juni 2014
Dalam
pemilihan presiden 2014, pasangan Prabowo-Hatta menggunakan lambang
Garuda berwarna merah di dada mereka.
Mahfud Md. membolehkan pemakaiannya karena judicial review telah diputuskan Mahkamah Konstitusi pada 2013.
Apakah konteks pemakaian lambang tersebut sama, dulu (untuk timnas PSSI)
dengan sekarang (untuk pilpres)?
Pada
pertengahan Desember 2010, pemakaian lambang negara Garuda Pancasila di dada
kostum PSSI dipermasalahkan seorang pengacara publik, David Tobing. Saya
menolak gugatan tersebut dan mengatakan, "Dengan
menggunakan Garuda Pancasila, rasa bangga para pemain justru akan semakin bertambah,
apalagi kalau sampai menang." (detik.com,
14/12/2010). Saya menilai penggunaan lambang itu di dada tim nasional
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.
Namun
persoalannya tentu berbeda dengan kasus Giorgio Armani, yang pernah membuat
desain kaus dengan logo burung mirip lambang negara Garuda Pancasila dan
jelas bertujuan komersial.
David
Tobing mengajukan gugatan citizen
lawsuit ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Menteri Pemuda dan
Olahraga, PSSI, dan perusahaan Nikki, yang membuat kaus untuk tim nasional.
Saya menjadi saksi ahli yang membela pemakaian kaus berlambang Garuda oleh
PSSI. Hakim menolak gugatan tersebut, tapi tidak sampai menyentuh substansi
perkara. Hakim menilai legal standing David Tobing tidak memenuhi
syarat.
Bulan
Juli 2011, saya kembali menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri Purwakarta,
Jawa Barat. Pasalnya, dua anggota Serikat Buruh Metal diadili karena
menggunakan stempel lambang Garuda dalam surat undangan pemilihan pengurus.
Saya memang tidak menyarankan logo Garuda Pancasila dipakai sebagai stempel
panitia. Namun saya menilai kedua buruh tersebut tidak bertujuan melecehkan
lambang negara. Akhirnya keduanya dihukum percobaan selama tiga bulan.
Pada
Januari 2012, sejumlah warga memohon pengujian UU No. 24/2009 Pasal 57 huruf
C dan D yang mengatur larangan penggunaan lambang negara. Di antara para
pemohon terdapat Erwin Agustian dan Eko Santoso, dua orang yang pernah
diadili karena menggunakan lambang Garuda untuk stempel organisasi di
Purwakarta. Saya juga diminta menjadi ahli dalam perkara di MK tersebut.
Keputusan
MK adalah "Mengabulkan permohonan
para pemohon untuk sebagian, Pasal 57 huruf D dan Pasal 69 huruf C UU No. 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat".
Dalam UU
No. 24/2009 memang diatur dalam acara resmi apa saja lambang negara itu boleh
digunakan. Namun pasal 57-D berbunyi "Menggunakan
lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang
ini", sementara pasal 69-A menetapkan sanksi hukumannya. MK berpendapat larangan
penggunaan lambang negara dalam Pasal 57-D tidak tepat karena tidak memuat
rumusan yang jelas. Apalagi larangan itu diikuti dengan ancaman pidana.
Menurut Mahkamah, ancaman pidana seharusnya memenuhi rumusan yang bersifat
jelas dan tegas (lex certa),
tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta). Selain itu, MK
menyatakan pembatasan penggunaan lambang negara oleh masyarakat adalah bentuk
pengekangan ekspresi yang dapat mengurangi rasa memiliki dan mengurangi kadar
nasionalisme. Terlebih, lambang Garuda Pancasila mutlak menjadi milik bersama
seluruh masyarakat.
Di
Provinsi DIY, menurut penelitian seorang dosen Institut Seni Indonesia,
terdapat lebih dari 100 gapura yang menggunakan patung atau gambar burung
Garuda Pancasila, yang bentuknya tidak persis sama dengan lambang Garuda yang
resmi. Gapura itu dibangun biasanya menjelang peringatan ulang tahun
kemerdekaan. Bung Karno, dalam sebuah pidatonya pada 1950-an, mengatakan hal
itu semata-mata menunjukkan kecintaan rakyat yang tulus terhadap Indonesia.
Sama halnya dengan penggunaan logo Garuda di kaus tim nasional sepak bola
Indonesia.
Namun,
menurut saya, kontraproduktif bila dalam pemilihan umum atau pemilihan
presiden, satu kontestan atau pasangan calon menggunakan lambang Garuda untuk
mencitrakan bahwa mereka lebih nasionalis daripada calon yang lain. Lambang
negara itu dapat berfungsi sebagai pemersatu bangsa, misalnya dalam
penggunaannya untuk kaus tim nasional PSSI ketika bertanding melawan
Malaysia. Atau untuk menunjukkan kecintaan kepada Tanah Air, seperti terlihat
pada gapura yang dibuat anggota masyarakat menjelang 17 Agustus. Tetapi
lambang negara seyogianya tidak memecah-belah bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar