Mengutamakan
Rakyat
Jaya
Suprana ; Rakyat
Indonesia
|
KOMPAS,
17 Juni 2014
Saat studi dan mengajar di
Jerman yang masih disebut Jerman-Barat, saya sempat merasakan langsung suasana
kemelut koalisi. Saya merasakan ada sesuatu yang tidak benar pada koalisi
antarpartai politik di Jerman (Barat) itu tanpa mampu mengungkapkan apa
sebenarnya yang tidak benar.
Setelah kembali ke Tanah Air
pada masa Orde Baru, saya terbebas dari keresahan akibat tidak adanya makhluk
politik yang disebut koalisi itu.
Namun, setelah beralih ke masa
reformasi, gelanggang politik Indonesia dibanjiri aneka partai politik
(parpol) yang masing-masing mati-matian berjuang memperoleh porsi kekuasaan.
Muncullah sosok makhluk politik
yang disebut koalisi itu, yang sengaja dihadirkan secara konstitusional
dengan alasan mendukung pilar-pilar demokrasi. Maka timbul kembali keresahan
menghantui sanubari saya.
Demi tidak menyerah begitu saja
terhadap kenyataan, saya mendirikan Pusat Studi Kelirumologi sebagai upaya
mencari dan menelaah apa sebenarnya yang tidak benar pada kehidupan termasuk
apa yang disebut koalisi.
Langkah pertama adalah mencari
dan mencermati apa sebenarnya makna kata koalisi.
Meski jangkauan koalisi meluas
sampai ke ekonomi, kenegaraan, agama, bahkan perang, terkesanKamus Besar
Bahasa Indonesia sengaja membatasi diri pada makna politis, yaitu kerja sama
antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen. Artinya,
tujuan utama koalisi memang kekuasaan.
Konstitusional
Wajar bahwa tujuan koalisi
antara para parpol adalah kekuasaan, karena memang itulah unsur utama yang
hakiki melekat pada politik.
Tujuan segenap sepak terjang
para politisi apabila lebih lanjut ditelusuri berpotensi menggelincir menjadi
undang-undang dasar alias ujung-ujungnya duit.
Malah de facto sekaligus de jure,
kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di
parlemen itu resmi direstui secara konstitusional oleh parlemen sebagai
bagian dari hakiki mekanisme demokrasi, bukan hanya di Indonesia, melainkan
juga di sejumlah negara penganut paham demokrasi, kecuali justru Amerika
Serikat!
Namun, koalisi meresahkan nurani
demokratis pada saat pertanyaan beranjak ke bagaimana koalisi dijalin oleh para
parpol.
Sebelum menelaah perlu disadari
bahwa makna terdasar demokrasi adalah dari rakyat untuk rakyat. Maka suatu
sistem politik hanya berhak disebut demokratis apabila berdiri di atas
landasan mashab dari rakyat untuk rakyat. Demokrasi sejati memang hukumnya
wajib mengutamakan rakyat di atas segala-galanya.
Namun, koalisi bisa menjadi
paradoks karena di sisi das Sollen
koalisi merupakan bagian dari sistem demokrasi yang seharusnya mengutamakan
kepentingan rakyat.
Kenyataannya, das Sein membuktikan bahwa dalam
proses pembentukan ataupun pelaksanaan koalisi mengabaikan kepentingan
rakyat. Ini akibat koalisi dijalin dan dilaksanakan semata untuk memperoleh
kelebihan suara. Bukan untuk rakyat, melainkan untuk parpol di parlemen!
Semua parpol memang membutuhkan
suara rakyat. Maka pada masa pemilu, parpol bersemangat melibatkan dan merayu
rakyat untuk memperoleh suara yang cukup agar para kadernya berhak duduk di
kursi parlemen.
Sebaliknya, tidak pernah
terdengar ada seorang rakyat pun dilibatkan untuk merayu parpol agar
dilibatkan dalam memperoleh kelebihan suara di parlemen. Setelah rakyat
memberikan suaranya, rakyat pun dilupakan dalam proses pembentukan koalisi.
Semua itu merupakan fakta tidak
terbantahkan. Bahwa pada sosok koalisi memang tidak ada lagi kandungan makna
terdasar demokrasi, yaitu dari rakyat untuk rakyat, karena yang ada adalah
dari parpol untuk parpol.
Kepentingan rakyat
Melalui diagnosis kelirumologis
akhirnya saya tersadar atas penyebab keresahan saya terhadap apa yang disebut
koalisi. Ternyata koalisi merupakan suatu unsur non demokratis yang sengaja
resmi dihadirkan di struktur mekanisme demokrasi.
Mengharapkan koalisi untuk
dihapus dari sistem demokrasi Indonesia jelas berlebihan sekaligus tidak
realistis. Mustahil mengharapkan kesempurnaan mampu hadir di tengah kemelut
kehidupan politik yang tidak sempurna.
Maka yang bisa diupayakan adalah
sebagai rakyat Indonesia—termasuk saya—berharap agar dalam keasyikan
membentuk dan melaksanakan koalisi sebagai salah satu alat mekanisme politik,
para parpol beserta kader dan pemuka masing-masing tidak memberhalakan koalisi
sebagai tujuan, tetapi sekadar alat yang tulus dan nyata untuk mengabdikan
diri bagi kepentingan rakyat.
Dalam perjuangan meraih
cita-cita terluhur bangsa Indonesia, yakni masyarakat adil dan makmur.
Merdeka! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar