Kamis, 02 Oktober 2014

Tugas Baru Anggota DPR

Tugas Baru Anggota DPR

Djoko Susilo  ;   Mantan anggota FPAN (thedjokosusilo@gmail.com)
JAWA POS,  02 Oktober 2014

                                                                                                                       


KEMARIN 560 anggota baru DPR dilantik untuk memulai tugas di Senayan lima tahun ke depan. Banyak harapan dibebankan ke pundak para anggota yang terhormat itu. Meskipun, sejak gerakan reformasi 15 tahun lalu, kinerja DPR selalu mengecewakan rakyat pemilihnya. Sayangnya, hubungan rakyat dengan wakilnya hanya terjadi sekali dalam lima tahun dalam bentuk formalitas pemungutan suara. Tidak ada proses pertanggungjawaban kinerja sebagaimana layaknya dalam negara demokrasi yang sehat.

Tidak dimungkiri, anggota DPR adalah manusia yang sangat beruntung. Selain mendapat sebutan ’’Yang Terhormat’’ atau dalam bahasa Inggris honourable, anggota DPR mendapat gaji atau pendapatan yang sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada para menteri dan pejabat tinggi yang lain. Barangkali hanya gaji resmi presiden dan wakil presiden yang melebihi seorang anggota DPR.

Dalam kalkulasi saya, anggota DPR saat ini menerima take home pay sekitar Rp 100 juta, selain fasilitas perumahan, uang muka mobil, dana reses, dana kunker ke luar negeri, dan sekarang ini akan ada tambahan dana penguatan masyarakat yang harus disalurkan ke daerah pemilihannya. Kabarnya, per anggota akan bisa mengalokasikan dana hingga sekitar Rp 15 miliar. Selain itu, berdasar UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), DPR menambahkan tugas yang melekat selain pengawasan, legislasi, dan anggaran, yakni tugas diplomasi. Dengan fungsi itu, akan ada justifikasi anggota DPR untuk banyak ngelencer ke luar negeri dengan menggunakan dana negara.

Selaras dengan fungsi barunya sebagai ’’diplomat’’ itu, anggota DPR akan meminta paspor dinas yang berwarna biru diganti dengan paspor diplomatik yang berwarna hitam. Dengan paspor yang lebih ’’sakti’’ tersebut, anggota DPR bakal mempunyai hak imunitas atau kekebalan hukum sebagaimana yang biasa diberikan kepada para diplomat karir. Tampaknya, para penghuni Senayan ingin berkompetisi dengan para diplomat karir yang memang bertugas mewakili kepentingan negara dalam forum internasional.

Saya meragukan efektivitas tugas anggota DPR sebagai ’’diplomat’’. Alasan saya cukup banyak. Pertama, kecuali sedikit, umumnya anggota DPR tidak fasih berbahasa asing. Kedua, anggota DPR tidak menguasai masalah internasional. Ketiga, mereka tidak menguasai teknik negosiasi dan diplomasi. Keempat, dalam konvensi Wina dan praktik internasional mana pun, aktivitas diplomasi suatu negara ditangani oleh diplomat karir yang dilatih dan dipersiapkan untuk tugas tersebut.

Hemat saya, DPR sebaiknya berfokus kepada tiga tugas utamanya; pengawasan, legislasi, dan anggaran. Di tiga tugas utama saja mereka sudah sangat kedodoran. Terutama dalam bidang legislasi yang dari periode ke periode kualitas produk DPR memburuk. Jelas, karya DPR tidak bisa dibanggakan dan mestinya rakyat yang diwakili berhak menuntut mereka bekerja lebih serius. Masalahnya, meski berkinerja mereka semakin buruk, rakyat tidak punya hak untuk ’’memecat’’ anggota DPR kecuali pada waktu masa pemilihan umum saja. Dengan sistem yang sangat buruk dan terlalu melindungi anggota DPR, sulit sekali mengharapkan anggota DPR menghasilkan produk legislatif yang berkualitas.

Tampaknya, masih berlaku filosofi 5D bagi anggota DPR: datang, duduk, diam, dengkur, dan duit. Karena itu, bisa dimaklumi bahwa ada anggota DPR yang selama lima tahun tidak pernah terdengar kiprahnya, apalagi suaranya memperjuangkan kepentingan rakyat. Untuk semua ’’jerih payah’’ memerankan 5D itu, mereka dibayar mahal oleh rakyat. Lebih gila lagi kalau sikap rakus dan tamak menggoyahkan iman mereka dengan meminta komisi setiap proyek pembangunan yang berhasil mereka ’’perjuangkan’’. Kalau demikian, tidak bisa disalahkan kalau sebagian masyarakat menganggap anggota DPR hanya benalu dalam sistem ketatanegaraan kita. Namun, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, mau tidak mau kita harus memiliki DPR dengan segala macam kekurangannya.

Dalam satu–dua hari ini, rakyat Indonesia juga akan disuguhi tontonan memalukan; rebutan jabatan pimpinan DPR serta rebutan duduk di komisi basah dan kering di antara anggota fraksi. Yang pertama tentu perebutan antara partai pendukung Jokowi dan partai-partai anggota Koalisi Merah Putih. Di atas kertas, KMP akan menyapu bersih pimpinan parlemen, komisi, dan badan yang di DPR. Meski menjadi juara dalam pemilu, tampaknya PDIP bakal gigit jari dengan konstelasi yang ada di parlemen.

Perebutan kedua adalah keanggotaan dalam komisi. Bisa dipastikan, banyak anggota DPR suka memilih komisi yang dianggap ’’mata air’’ seperti komisi XI, komisi V, komisi VI, dan komisi VII. Komisi yang dianggap ’’komisi air mata’’ pasti kurang peminat. Di antaranya, komisi VIII dan komisi I. Badan-badan di DPR pun akan diperebutkan secara sengit. Badan anggaran dan badan rumah tangga termasuk yang akan banyak peminat. Sebab, di situlah anggaran negara (APBN) dan anggaran DPR akan dibicarakan untuk diputuskan.

Oleh karena itu, kita semua hanya akan bisa menonton tanpa bisa berbuat banyak. Ironisnya, semua keputusan penting dilakukan atas nama ’’rakyat’’. Tidak jelas, dalam benak anggota DPR itu ’’rakyat mana’’ yang dimaksudkan. Sangat menyedihkan, pada masa reformasi seperti sekarang ini kita disuguhi berbagai macam kekonyolan politik tanpa bisa berbuat banyak. Menyedihkan sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar