Rabu, 22 Oktober 2014

Politik Harapan

Politik Harapan

Munawir Aziz  ;  Peneliti, Alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
KORAN TEMPO, 21 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Indonesia mencatat sejarah penting dengan tampilnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden. Momentum 20 Oktober 2014 menjadi penanda tentang tampilnya nakhoda baru, yang akan menjadi dirigen gerak transformasi bangsa ini. Jokowi menjadi presiden kelima pada era Reformasi. Ia tidak saja menggenapi dekade kedua masa Reformasi dengan politik yang merakyat, tapi juga mengajak warga negeri ini melakukan revolusi mental.

Lalu, apa sejatinya yang dapat dimaknai dari pelantikan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) sebagai nakhoda baru pemerintahan Indonesia? Jokowi memang bukan tipikal pemimpin yang terbiasa dengan orasi menggebu maupun pidato ilmiah dengan narasi teoretis. Jokowi bukanlah sosok seperti itu, ia belum terbiasa dengan gaya diplomasi santun dan berhati-hati, yang selama ini dipraktekkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ataupun gaya Presiden Gus Dur yang dikenang sepanjang zaman. Jokowi memainkan gaya berbeda, yang sangat khas dengan olah rasa dan sapaan hangatnya kepada rakyat kecil.

Jokowi sejatinya memainkan formasi penting untuk mengakselerasi visi politiknya. Ia dengan sekuat tenaga menerjemahkan "politik harapan". Jokowi, dengan latar belakang keluarga maupun basis akademiknya, merepresentasikan harapan-harapan politik bagi warga negeri ini.

Kemunculan Jokowi di panggung politik negeri ini mencengangkan banyak pihak. Ia sebelumnya, "bukan siapa-siapa" dalam narasi politik Indonesia. Pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 ini, bahkan tidak tercatat pergerakan dan perannya pada momentum Reformasi 1998. Padahal, di Solo, ketika rezim Soeharto runtuh, juga terjadi amuk massa dan kekerasan yang menyebabkan orang-orang Tionghoa menjadi korban. Inilah yang sering menjadi pertanyaan banyak orang: di mana dan bagaimana kisah Jokowi pada awal masa reformasi?

Jokowi melesat sebagai pemimpin perubahan ketika ia bersama F.X. Hadi Rudyatmo menangani Kota Solo sejak 2005. Di kota yang menyimpan sejarah panjang kekuasaan Surakarta, Mataram, dan Pajang ini, Jokowi mampu menyita perhatian publik. Di tangan Jokowi, Solo menata diri menjadi kota yang nyaman, ramah pengunjung, dan hijau. Ruang-ruang publik di Solo sangat nyaman bagi warga kota ini, maupun bagi pengunjung. Prestasi-prestasinya kemudian dicatat dengan beragam penghargaan nasional.

Kemudian, Jokowi bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pemimpin di Ibu Kota setelah memenangi pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Pasangan Jokowi-Ahok mampu memberi harapan bagi warga Jakarta, dengan beragam program kerja cepat: Waduk Pluit, Riario, normalisasi sungai, dan pembenahan transportasi. Selain itu, Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar menjadi pendamping dalam mendongkrak kesejahteraan bagi warga Jakarta.

Saat ini, warga Indonesia akan melihat Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai pemimpin bangsa. Visi revolusi mental yang sering dikampanyekan Jokowi sejatinya menjadi pelatuk harapan, agar warga negeri ini optimistis kembali terhadap masa depannya. Dengan program dan kebijakan strategis, Indonesia akan menjadi lebih baik, kuat di internal warganya dan mampu bersaing dengan negara di Asia. Politik Jokowi adalah politik harapan, ia menajamkan semangat untuk berkarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar