Politik
Harapan
Munawir Aziz ; Peneliti, Alumnus
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
|
KORAN
TEMPO, 21 Oktober 2014
Indonesia mencatat sejarah penting dengan tampilnya Joko Widodo
(Jokowi) sebagai presiden. Momentum 20 Oktober 2014 menjadi penanda tentang
tampilnya nakhoda baru, yang akan menjadi dirigen gerak transformasi bangsa
ini. Jokowi menjadi presiden kelima pada era Reformasi. Ia tidak saja
menggenapi dekade kedua masa Reformasi dengan politik yang merakyat, tapi
juga mengajak warga negeri ini melakukan revolusi mental.
Lalu, apa sejatinya yang dapat dimaknai dari pelantikan Jokowi dan
Jusuf Kalla (JK) sebagai nakhoda baru pemerintahan Indonesia? Jokowi memang
bukan tipikal pemimpin yang terbiasa dengan orasi menggebu maupun pidato
ilmiah dengan narasi teoretis. Jokowi bukanlah sosok seperti itu, ia belum
terbiasa dengan gaya diplomasi santun dan berhati-hati, yang selama ini
dipraktekkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ataupun gaya Presiden Gus Dur
yang dikenang sepanjang zaman. Jokowi memainkan gaya berbeda, yang sangat
khas dengan olah rasa dan sapaan hangatnya kepada rakyat kecil.
Jokowi sejatinya memainkan formasi penting untuk mengakselerasi visi
politiknya. Ia dengan sekuat tenaga menerjemahkan "politik
harapan". Jokowi, dengan latar belakang keluarga maupun basis
akademiknya, merepresentasikan harapan-harapan politik bagi warga negeri ini.
Kemunculan Jokowi di panggung politik negeri ini mencengangkan banyak
pihak. Ia sebelumnya, "bukan siapa-siapa" dalam narasi politik
Indonesia. Pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 ini, bahkan tidak tercatat
pergerakan dan perannya pada momentum Reformasi 1998. Padahal, di Solo,
ketika rezim Soeharto runtuh, juga terjadi amuk massa dan kekerasan yang
menyebabkan orang-orang Tionghoa menjadi korban. Inilah yang sering menjadi
pertanyaan banyak orang: di mana dan bagaimana kisah Jokowi pada awal masa
reformasi?
Jokowi melesat sebagai pemimpin perubahan ketika ia bersama F.X. Hadi
Rudyatmo menangani Kota Solo sejak 2005. Di kota yang menyimpan sejarah
panjang kekuasaan Surakarta, Mataram, dan Pajang ini, Jokowi mampu menyita
perhatian publik. Di tangan Jokowi, Solo menata diri menjadi kota yang
nyaman, ramah pengunjung, dan hijau. Ruang-ruang publik di Solo sangat nyaman
bagi warga kota ini, maupun bagi pengunjung. Prestasi-prestasinya kemudian
dicatat dengan beragam penghargaan nasional.
Kemudian, Jokowi bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pemimpin
di Ibu Kota setelah memenangi pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Pasangan Jokowi-Ahok mampu memberi harapan bagi warga Jakarta, dengan beragam
program kerja cepat: Waduk Pluit, Riario, normalisasi sungai, dan pembenahan
transportasi. Selain itu, Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar
menjadi pendamping dalam mendongkrak kesejahteraan bagi warga Jakarta.
Saat ini, warga Indonesia akan melihat Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai
pemimpin bangsa. Visi revolusi mental yang sering dikampanyekan Jokowi
sejatinya menjadi pelatuk harapan, agar warga negeri ini optimistis kembali
terhadap masa depannya. Dengan program dan kebijakan strategis, Indonesia
akan menjadi lebih baik, kuat di internal warganya dan mampu bersaing dengan
negara di Asia. Politik Jokowi adalah politik harapan, ia menajamkan semangat
untuk berkarya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar