Rabu, 22 Oktober 2014

Tantangan Kebijakan Luar Negeri ke Depan

Tantangan Kebijakan Luar Negeri ke Depan

Hikmahanto Juwana ;  Guru Besar Hukum Internasional UI
KORAN TEMPO, 20 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) segera akan memulai masa pemerintahannya. Banyak tantangan yang harus dihadapi dalam kaitan dengan masalah luar negeri.

Hal pertama yang perlu mendapat perhatian adalah mempertahankan apa yang telah dicapai di tingkat regional dan multilateral oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Capaian tersebut adalah keberadaan Indonesia yang telah diperhitungkan oleh masyarakat internasional. Indonesia berhasil masuk kelompok G-20. Indonesia dihormati oleh banyak negara sebagai juru damai yang tak memiliki kepentingan (honest peace broker). Salah satunya dalam peredaman konflik di Laut Cina Selatan.

Apa yang telah dicapai diharapkan tak akan berkurang pada era pemerintahan Jokowi-JK. Masyarakat internasional masih mengharap peran aktif Indonesia dalam masalah regional dan multilateral.

Hal kedua yang harus dijalankan dalam kebijakan luar negeri pemerintah Jokowi-JK adalah mewujudkan Trisakti. Trisakti yang mengamanatkan Indonesia berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya. Untuk itu, kebijakan luar negeri diarahkan agar Indonesia secara bertahap tapi pasti mengurangi ketergantungan ekonomi, terutama utang luar negeri kepada negara-negara maju dan lembaga keuangan internasional.

Ketergantungan ekonomi telah lama membuat Indonesia rentan diintervensi negara lain, baik dalam kedaulatan politik, ekonomi, hukum, maupun sosial.

Selanjutnya, kebijakan luar negeri dalam pemerintahan Jokowi-JK harus ditujukan untuk memperkuat masalah-masalah bilateral. Masalah bilateral pada masa pemerintahan SBY dianggap oleh publik kurang memadai, bahkan dianggap mengorbankan kepentingan nasional. Kerap penanganannya menjadi sumber kemarahan dan kekecewaan publik terhadap pemerintah.

Dalam menjalankan hubungan bilateral, pemerintah Jokowi-JK harus tegas terhadap negara lain. Penanganan masalah perbatasan dengan negara tetangga harus mendapat prioritas. Misalnya, konstruksi mercusuar oleh Malaysia di landas kontinen Indonesia harus segera dibongkar; apakah pembongkaran dilakukan oleh Malaysia sendiri atau Indonesia.

Pemerintah Jokowi-JK juga harus tegas menolak kebijakan unilateral Australia yang memasukkan para pencari suaka ke Indonesia. Indonesia harus mengambil posisi berhadap-hadapan dengan kebijakan pemerintah Australia bila kedaulatan direndahkan dan dilanggar.

Keempat, pemerintah Jokowi-JK harus mewujudkan janjinya agar negara hadir ketika warga menghadapi masalah hukum. Pemerintah Jokowi-JK harus berkonsentrasi dalam memberi perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia. Namun, dalam memberi perlindungan, pemerintah Jokowi-JK harus proporsional. Sebagai contoh, pembayaran diyat oleh negara harus dihentikan. Pembayaran diyat oleh negara, di samping menguras APBN, justru menyuburkan mafia diyat.

Pembayaran diyat bukanlah tanggung jawab negara, melainkan TKI yang menjadi pelaku pembunuhan atau keluarganya. Pemerintah, sesuai dengan tugasnya, hanya memfasilitasi agar terjadi pertemuan antara keluarga korban dan pelaku.

Berikutnya, pemerintah Jokowi-JK harus dapat mengimplementasikan ide diplomat sebagai pemasar produk asal Indonesia. Di sini dibutuhkan upaya untuk mengubah kerangka berpikir para diplomat. Para diplomat, selain menjalankan tugas rutinnya, harus memiliki kemampuan untuk menjadikan perwakilan Indonesia sebagai unit perdagangan luar negeri. Pengalaman Jepang dapat dijadikan rujukan.

Perekonomian Jepang, yang sangat bergantung pada pasar luar negeri, telah lama membentuk unit yang ada di hampir semua negara, yaitu Japan External Trade Organisation (JETRO). JETRO memfasilitasi para pelaku usaha Jepang untuk melakukan penetrasi pasar di mancanegara dan membantu mereka mendapatkan mitra lokal.

Sebagai pemasar produk asal Indonesia, perwakilan diharapkan dapat melakukan fungsi layaknya JETRO. Mereka diharapkan dapat membantu pelaku usaha dan badan usaha milik negara (BUMN) dalam menggarap pasar luar negeri.

Peran perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai unit yang memasarkan produk asal Indonesia diharapkan berdampak dua hal. Pertama, pelaku usaha Indonesia dapat menghasilkan produk yang berstandar internasional. Kedua, penetrasi pasar luar negeri atas produk asal Indonesia akan membuka lapangan pekerjaan di Indonesia, di samping menyumbang devisa negara.

Keenam, pemerintah Jokowi-JK harus berupaya keras mendukung proses kemerdekaan Palestina. Dukungan atas Palestina merdeka disampaikan oleh Jokowi saat debat calon presiden. Dukungan ini mendapat sambutan dari masyarakat Indonesia.

Terakhir, kebijakan luar negeri harus disinergikan untuk mewujudkan visi Poros Maritim, yang telah dicanangkan oleh Jokowi-JK. Implementasi visi Poros Maritim bersinggungan dengan banyak sektor. Poros Maritim tak semata urusan luar negeri. Di sinilah pentingnya sinergi kebijakan luar negeri dengan sektor lain dalam mewujudkan visi besar Poros Maritim.

Dalam menjalankan kebijakan luar negeri, pemerintah Jokowi perlu ditopang dengan anggaran yang memadai. Bila tidak, kebijakan luar negeri sulit diimplementasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar