Tantangan
Kebijakan Luar Negeri ke Depan
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar Hukum Internasional UI
|
KORAN
TEMPO, 20 Oktober 2014
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) segera akan memulai masa
pemerintahannya. Banyak tantangan yang harus dihadapi dalam kaitan dengan
masalah luar negeri.
Hal pertama yang perlu mendapat perhatian adalah mempertahankan apa
yang telah dicapai di tingkat regional dan multilateral oleh pemerintah
Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Capaian tersebut adalah keberadaan
Indonesia yang telah diperhitungkan oleh masyarakat internasional. Indonesia
berhasil masuk kelompok G-20. Indonesia dihormati oleh banyak negara sebagai
juru damai yang tak memiliki kepentingan (honest
peace broker). Salah satunya dalam peredaman konflik di Laut Cina
Selatan.
Apa yang telah dicapai diharapkan tak akan berkurang pada era
pemerintahan Jokowi-JK. Masyarakat internasional masih mengharap peran aktif
Indonesia dalam masalah regional dan multilateral.
Hal kedua yang harus dijalankan dalam kebijakan luar negeri pemerintah
Jokowi-JK adalah mewujudkan Trisakti. Trisakti yang mengamanatkan Indonesia
berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan
berkepribadian secara budaya. Untuk itu, kebijakan luar negeri diarahkan agar
Indonesia secara bertahap tapi pasti mengurangi ketergantungan ekonomi,
terutama utang luar negeri kepada negara-negara maju dan lembaga keuangan
internasional.
Ketergantungan ekonomi telah lama membuat Indonesia rentan diintervensi
negara lain, baik dalam kedaulatan politik, ekonomi, hukum, maupun sosial.
Selanjutnya, kebijakan luar negeri dalam pemerintahan Jokowi-JK harus
ditujukan untuk memperkuat masalah-masalah bilateral. Masalah bilateral pada
masa pemerintahan SBY dianggap oleh publik kurang memadai, bahkan dianggap
mengorbankan kepentingan nasional. Kerap penanganannya menjadi sumber
kemarahan dan kekecewaan publik terhadap pemerintah.
Dalam menjalankan hubungan bilateral, pemerintah Jokowi-JK harus tegas
terhadap negara lain. Penanganan masalah perbatasan dengan negara tetangga
harus mendapat prioritas. Misalnya, konstruksi mercusuar oleh Malaysia di
landas kontinen Indonesia harus segera dibongkar; apakah pembongkaran
dilakukan oleh Malaysia sendiri atau Indonesia.
Pemerintah Jokowi-JK juga harus tegas menolak kebijakan unilateral
Australia yang memasukkan para pencari suaka ke Indonesia. Indonesia harus
mengambil posisi berhadap-hadapan dengan kebijakan pemerintah Australia bila
kedaulatan direndahkan dan dilanggar.
Keempat, pemerintah Jokowi-JK harus mewujudkan janjinya agar negara
hadir ketika warga menghadapi masalah hukum. Pemerintah Jokowi-JK harus
berkonsentrasi dalam memberi perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia. Namun,
dalam memberi perlindungan, pemerintah Jokowi-JK harus proporsional. Sebagai
contoh, pembayaran diyat oleh negara harus dihentikan. Pembayaran diyat oleh
negara, di samping menguras APBN, justru menyuburkan mafia diyat.
Pembayaran diyat bukanlah tanggung jawab negara, melainkan TKI yang
menjadi pelaku pembunuhan atau keluarganya. Pemerintah, sesuai dengan
tugasnya, hanya memfasilitasi agar terjadi pertemuan antara keluarga korban
dan pelaku.
Berikutnya, pemerintah Jokowi-JK harus dapat mengimplementasikan ide
diplomat sebagai pemasar produk asal Indonesia. Di sini dibutuhkan upaya
untuk mengubah kerangka berpikir para diplomat. Para diplomat, selain
menjalankan tugas rutinnya, harus memiliki kemampuan untuk menjadikan
perwakilan Indonesia sebagai unit perdagangan luar negeri. Pengalaman Jepang
dapat dijadikan rujukan.
Perekonomian Jepang, yang sangat bergantung pada pasar luar negeri,
telah lama membentuk unit yang ada di hampir semua negara, yaitu Japan
External Trade Organisation (JETRO). JETRO memfasilitasi para pelaku usaha
Jepang untuk melakukan penetrasi pasar di mancanegara dan membantu mereka
mendapatkan mitra lokal.
Sebagai pemasar produk asal Indonesia, perwakilan diharapkan dapat melakukan
fungsi layaknya JETRO. Mereka diharapkan dapat membantu pelaku usaha dan
badan usaha milik negara (BUMN) dalam menggarap pasar luar negeri.
Peran perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai unit yang memasarkan
produk asal Indonesia diharapkan berdampak dua hal. Pertama, pelaku usaha
Indonesia dapat menghasilkan produk yang berstandar internasional. Kedua,
penetrasi pasar luar negeri atas produk asal Indonesia akan membuka lapangan
pekerjaan di Indonesia, di samping menyumbang devisa negara.
Keenam, pemerintah Jokowi-JK harus berupaya keras mendukung proses
kemerdekaan Palestina. Dukungan atas Palestina merdeka disampaikan oleh
Jokowi saat debat calon presiden. Dukungan ini mendapat sambutan dari
masyarakat Indonesia.
Terakhir, kebijakan luar negeri harus disinergikan untuk mewujudkan
visi Poros Maritim, yang telah dicanangkan oleh Jokowi-JK. Implementasi visi
Poros Maritim bersinggungan dengan banyak sektor. Poros Maritim tak semata
urusan luar negeri. Di sinilah pentingnya sinergi kebijakan luar negeri
dengan sektor lain dalam mewujudkan visi besar Poros Maritim.
Dalam menjalankan kebijakan luar negeri, pemerintah Jokowi perlu
ditopang dengan anggaran yang memadai. Bila tidak, kebijakan luar negeri
sulit diimplementasikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar