Selasa, 21 Oktober 2014

Buang Emosi dan Kekerasan

Buang Emosi dan Kekerasan

Agoes Ali Masyhuri  ;   Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Jatim
JAWA POS,  21 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


SEPANJANG sejarah peradaban manusia, kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah. Bahkan membuat kondisi semakin tidak menentu dalam segala sektor kehidupan, baik sosial, politik, maupun ekonomi serta membuka peluang konflik sosial di tengah-tengah masyarakat. Perlu disadari, bangsa ini tidak cukup dibangun dengan fanatisme kepada seseorang. Kita tidak boleh menafikan orang lain dengan segala kekurangannya.

Tampilnya Joko Widodo sebagai presiden ketujuh dan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden harus kita sambut dengan positive thinking guna mewujudkan Indonesia baru dan harapan baru yang lebih baik. Tidak bisa dimungkiri, dalam realitas hidup manusia, politik sering menjadi sumber dan komoditas konflik atas nama agama. Simbol-simbol agama dijadikan alat dan kedok untuk tujuan politik tertentu tanpa mempertimbangkan etika dan moral yang sebenarnya harus dikedepankan, walaupun politik itu sendiri sarat kepentingan.

Joko Widodo dan Jusuf Kalla adalah manusia yang penuh dengan keterbatasan dan kekurangan. Tentunya harus tampil memimpin dengan hati dan pikiran serta sabar dalam mengelola sebuah negara besar Indonesia yang berpenduduk 253 juta jiwa lebih dan luas wilayahnya sekitar 5.193.250 km persegi. Sarana kepemimpinan adalah dada yang lapang, lemah lembut, serta harus didukung cerdas secara intelektual dan cerdas secara emosional. Sebab, sikap kasar hanya melahirkan antipati. Sikap emosional hanya mengundang kebencian. Sebaliknya, sikap kasih sayang mampu membuat lunak hati yang keras, menarik simpati orang lain, dan membuat nyaman mereka yang berada di dekat kita.

Joko Widodo dan Jusuf Kalla perlu mengetahui dan menyadari bahwa kelemahlembutan membawa segudang kebaikan. Artinya, siapa saja yang jauh dari kelemahlembutan akan dijauhi kebaikan, walaupun presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Sebagaimana pesan suci Alquran dalam surat Ali Imran ayat 159, ”Maka, disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Ayat itu mengabadikan keberhasilan dakwah Rasulullah dalam membangun tatanan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, tenteram, aman, demokratis, dan terbuka. Sebab, Rasulullah menjadikan kelembutan dan kasih sayang sebagai panglima dalam membangun tatanan masyarakat. Hati mereka yang membatu cepat luluh, mencair. Orang yang antipati tidak lama menjadi pendukung setia dalam misi kebajikan. Hal itu telah terbukti dan diabadikan oleh sejarah. Sebaliknya, mari kita perhatikan para penguasa diktator yang menjadikan kekerasan dan kecongkakan sebagai panglima. Maka, ujung dari kehidupannya adalah kehinaan dan kehancuran.

Minimnya tokoh yang patut diteladani, hilangnya rasa malu sebagian masyarakat, serta terempasnya norma hukum melahirkan anarkisme sosial yang lebih menyedihkan. Hampir tak ada nilai-nilai penghalang orang-orang melakukan kekerasan. Semua itu terjadi karena minimnya tokoh panutan sehingga masyarakat dilanda krisis keteladanan, berkembang menjadi kehilangan berpikir secara sehat, gampang emosi. Padahal, yang dibutuhkan adalah nurani, bukan emosi. Iman melemah, moral tak jalan. Kerisauan menghadapi hidup, kerancuan berpikir, dan hilangnya daya objektivitas dalam memandang suatu masalah harus diantisipasi melalui pengamalan agama secara berkesinambungan. Agama jangan sekadar dipahami atau diteorisasikan, melainkan dijadikan pedoman hidup dan kehidupan.

Jika kelembutan dan kasih sayang kita jadikan panglima dalam mengelola sebuah negara, apa yang namanya dukungan rakyat akan hadir, keadilan dan kesejahteraan tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Ketika seorang pemimpin tampil sebagai tokoh panutan, mampu menyelaraskan ucapan dan tindakan, partisipasi serta dukungan rakyat akan menguat. Secara otomatis, program-program pemerintah akan berjalan dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat akan tenang dan program-program pembangunan akan berjalan dengan baik. Kedamaian menjadi bingkai hubungan antarinsan. Hidup benar-benar tertata rapi, tidak ada cekcok maupun pertengkaran.

Jabir ra mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa yang jauh dari sikap lemah lembut, dia jauh dari kebaikan (HR Muslim).” Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda, ”Jika kelembutan ada dalam sesuatu, niscaya ia akan menjadi penghias. Jika tercabut, maka akan membuat sesuatu itu tercabik-cabik (HR Muslim).”

Kasih sayang adalah sifat yang indah nan lembut. Ia dapat meluluhkan kebekuan hati yang sering dirasuki dengki dan kesesatan. Siapa yang memiliki sifat itu pasti menjadi orang besar. Jiwanya agung, rohnya luhur, dan perilakunya penuh karisma. Joko Widodo dan Jusuf Kalla serta kita semua mari berguru kepada sejarah. Bahwa Rasulullah SAW pernah dihadapkan pada siksaan dan tindakan represif dari kaum musyrikin di awal-awal dakwahnya. Akan tetapi, kasih sayang beliau mendahului kemarahan beliau terhadap mereka. Apalagi saat ditawari untuk membalas dendam masa lalu, beliau lebih memilih menebar kedamaian. Pernah suatu kali Abu Hurairah memohon kepada Rasulullah untuk mendoakan keburukan kepada kaum musyrikin. Beliau menanggapinya dengan kata-kata yang begitu menyentuh, ”Aku tidak diutus menjadi tukang laknat. Aku diutus sebagai penyebar rahmat (HR Muslim).”

Sungguh suatu sikap yang agung. Bukan hanya itu, saat berada di puncak kejayaan dan mampu membalas setiap kezaliman yang dideritanya, Rasulullah malah tidak melakukannya. Itu terjadi setelah penaklukan Makkah. Saat itu beliau mengampuni semua pihak yang telah menyakiti dan membunuh para sahabatnya. Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada balas dendam (atas kesalahan) kalian saat ini. Allah mengampuni kalian. Dan Allah Maha Penyayang dari siapa saja yang memiliki sifat kasih sayang (HR Baihaqi dan An-Nasa’i).”

Demikianlah, bila kita berusaha mencari cinta dan simpati dari orang lain, kita harus memahami satu kaidah: Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberikan sesuatu tersebut. Karena itu, jangan pernah bermimpi dicintai dan mendapat simpati masyarakat jika pribadi kita masih kolot, keras, kaku, serta jauh dari lemah lembut dan kasih sayang. Hanya pemilik kelemahlembutan dan kasih sayanglah yang dapat menjadi panutan, simpul, tokoh, dan pemimpin di masyarakat. Jangan pernah bermimpi menggunakan tongkat komando bila kita masih melakukan kekerasan atau aksi-aksi anarkistis saat berinteraksi dengan masyarakat. Jika hal itu yang terjadi, kita segera dijauhi dan menjadi bulan-bulanan dari sumpah serapah masyarakat di sekitar kita.

Selamat bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar