Perayaan Nyepi dan Gerhana Matahari
I Gede Sutarya ;
Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
|
KOMPAS, 08 Maret
2016
Nyepi, perayaan Tahun
Baru Saka 1938 bagi umat Hindu jatuh pada 9 Maret 2016. Perayaan Nyepi kali
ini bertepatan dengan gerhana matahari total, yang sering dikaitkan dengan
berbagai mitos kesialan, walaupun secara ilmu pengetahuan modern diketahui
bahwa gerhana matahari merupakan peristiwa alam biasa yang datang secara
berulang.
Pada saat perayaan
yang bertepatan dengan gerhana ini, umat Hindu di Bali juga sedang menghadapi
berbagai isu lingkungan dan pariwisata, seperti reklamasi Teluk Benoa yang
menimbulkan protes di Bali. Perayaan pada situasi seperti itu menimbulkan
kekhawatiran terjadinya kesialan, seperti bencana lingkungan, karena
pertumbuhan fasilitas pariwisata yang berlebihan di Bali.
Kekhawatiran ini
beralasan sebab jumlah hotel, restoran, dan fasilitas lainnya terus meningkat
sejalan peningkatan jumlah wisatawan ke Bali. Padahal, kapasitas Bali
terbatas. Pada saat seperti itu, negosiasi masyarakat Bali terhadap investasi
sangat lemah, sehingga masyarakat Bali mendapatkan lebih sedikit daripada
seharusnya. Penolakan terhadap berbagai investasi besar yang berkembang di
Bali belakangan ini adalah bukti kekecewaan masyarakat Bali terhadap hasil
negosiasi dengan investor.
Ketika kekecewaan ini
terus berkembang, peristiwa gerhana matahari ini memunculkan banyak
kekhawatiran. Sebab, sesuai astrologi Hindu, sifat gerhana adalah berlipatnya
energi sehingga bila kekecewaan muncul, maka kekecewaan itu akan berlipat
ganda. Gerhana matahari menurut mitologi Hindu sesuai kitab Adiparwa (bagian
pertama dari Mahabharta), dipandang sebagai munculnya kekuatan Kala Rau, atau
Rau yang sedang memangsa matahari, karena Dewa Matahari tidak rela membiarkan
Kala Rau yang merupakan bagian dari bangsa raksasa untuk mendapatkan
keabadian (amerta).
Membuka diri
Kekuatan Rau adalah
kekuatan yang harus diwaspadai. Kekuatan ini kerap dikaitkan dengan Ketu yang
merupakan hari-hari waspada dalam astrologi Hindu. Namun, kalau dipelajari
secara saksama, Rau dan Ketu sebenarnya juga punya sisi positif, yang jika
dimanfaatkan akan membangun kebajikan bagi masyarakat.
Rau dalam astrologi
Hindu adalah kekuatan yang ”menambahkan”, sedangkan Ketu adalah kekuatan yang
”mengurangi”. Karena itu, apabila kekecewaan sedang muncul ketika Rau
memperlihatkan dirinya, maka kekecewaan itu akan memuncak. Demikian juga bila
kesialan muncul pada saat Rau, maka kesialan itu akan bertambah keras.
Namun, Rau juga akan menambah
kekuatan positif, jika manusia sedang melakukan usaha positif. Karena itu,
Sarasamuscaya (Kitab Suci Hindu di Bali) mengajarkan umat Hindu untuk bederma
pada saat gerhana matahari, sebab pahalanya akan beribu-ribu kali lipat. Itu
artinya berbuat baik pada saat gerhana akan menghasilkan kebajikan yang
berlipat-lipat.
Karena itu, Nyepi pada
saat gerhana sebaiknya jadi momen penting untuk menanamkan kebajikan dengan
melakukan brata penyepian dengan baik, yaitu puasa, tidak menyalakan api, tak
bepergian, dan tidak mengadakan hiburan. Brata ini mengandung maksud
membangun sifat- sifat baik dari dalam diri. Jika ini dilakukan saat gerhana,
maka kebajikannya akan bertambah.
Membangun kebajikan
(darma) adalah membangun sifat anti kekerasan (ahimsa), jujur (satya), tak
menginginkan milik orang lain (asteya), tak rakus makan (aharalagawa), dan
tidak mengumbar nafsu (brahmacarya). Kelima usaha ini disebut ”yama”—dalam
konteks kekinian bermakna selalu mengendalikan diri dari berbagai
perkembangan yang terjadi. Kekecewaan juga perlu dikendalikan dengan membuka
diri untuk berdialog.
Perlu terus berdialog
Dialog yang
terus-menerus kunci dari pembangunan perdamaian. Hal inilah yang kurang
terbangun selama ini, sehingga kepentingan masyarakat Bali sering diabaikan dalam
berbagai pembangunan pariwisata.
Hal itu sudah terjadi
dari awal pembangunan pariwisata massal di Bali, yaitu pembangunan kawasan
Nusa Dua pada 1980-an, yang perencanaan sudah mulai tahun 1971. Pada
pembangunan kawasan ini, kepentingan masyarakat lokal hanya sedikit yang
terakomodasi. Bahkan masih menyisakan kemiskinan pada masyarakat asli Nusa
Dua. Investasi lainnya setelah itu juga hanya sedikit memberikan keuntungan
bagi masyarakat lokal, yang memunculkan kekecewaan terhadap investasi
pariwisata.
Hasil dari kekecewaan
itu meletuslah penolakan masyarakat Bali yang dimotori mahasiswa terhadap
pembangunan BNR di kawasan Tanah Lot pada 1994. Penolakan ini meletus karena
kekecewaan dari proses investasi sebelumnya, yang kurang menguntungkan
masyarakat lokal. Hal itulah yang terjadi berulang, sampai penolakan
reklamasi Teluk Benoa sekarang ini.
Peristiwa itu
menunjukkan sebuah proses yang sama, yaitu lemahnya negosiasi masyarakat
lokal Bali terhadap investasi. Bahkan karena kurangnya negosiasi, masyarakat
Bali sudah menduga-duga bila investasi tersebut tidak akan menguntungkan
masyarakat lokal.
Oleh karena itu, momen
Nyepi pada saat gerhana ini perlu digunakan untuk membangun upaya negosiasi
yang lebih baik, yaitu melalui dialog terus-menerus antara masyarakat,
pemerintah, dan investor. Negosiasi juga hakikat perayaan Nyepi, sebab secara
historis perayaan ini lahir dari dialog Hindu dan Buddha pada Kerajaan Saka
di India pada awal Masehi (78 Masehi).
Dialog ini
menghasilkan perdamaian yang ditandai dengan perayaan tahun baru Saka
(Nyepi). Hasil dialog ini tidak hanya pada tatanan kehidupan sosial, juga
tatanan filosofis. Pengakuan atas kebenaran agama-agama dan kepercayaan dalam
mencapai tujuannya yang berupa kebajikan adalah hasil dialog panjang pada Kerajaan
Saka yang terdiri dari berbagai etnis, pemeluk agama, dan kebudayaan.
Spirit ini perlu
diimplementasikan dalam dialog kekinian, yaitu dialog untuk membangun
kesejahteraan bersama, yang harus bermuara pada pengakuan bahwa setiap orang
memiliki hak untuk hidup, baik secara budaya, politik, dan ekonomi. Karena
itu, dialog itu haruslah untuk melindungi hak-hak hidup setiap orang,
sehingga setiap manusia pada hakikatnya harus berbagi ruang untuk hidup.
Dialog atau negosiasi seperti itulah yang perlu terus terbangun melalui
spirit Nyepi kali ini, sehingga kekuatan Rau dalam gerhana ini menambahkan
kebajikan yang dilakukan beribu kali lipat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar