Mencerdaskan Masyarakat melalui Sekolah
Ahmad Baedowi ;
Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
21 Maret 2016
DALAM prinsip mass education program, hubungan
simbiosis antara sekolah dan masyarakat selalu menjadi persoalan krusial pada
level implementasi. Terkadang sekolah dianggap sebagai lembaga paling
kredibel yang bisa dan mampu memengaruhi posisi masyarakat, tetapi tidak
jarang juga masyarakat memiliki pengaruh kuat untuk menggerakkan arah dan
tujuan sekolah. Karena itu, cukup beralasan jika ada pertanyaan tentang
faktor apakah yang paling dominan dalam memproduksi rasa dan nilai
superioritas seseorang secara intelektual? Jawabannya ialah sekolah.
Jika sekolah dipercaya
sebagai tempat untuk menempa seseorang dalam mengembangkan kapasitas
intelektual, dengan ribuan teks dan buku diajarkan dan dibaca secara reguler
dan inspiratif melalui serangkaian proses belajar mengajar yang baik, tak
mengherankan sampai saat ini masih banyak orang menaruh harapan terhadap eksistensi
sekolah.
Meskipun sekolah kerap
dikritik sebagai tempat atau karantina yang mungkin saja membelenggu
kebebasan manusia dalam berekspresi, hingga saat ini hanya lembaga itulah
(sekolah) yang di luar keluarga masih memiliki kekuatan melakukan perubahan,
baik terhadap perorangan maupun kelompok.
Hasil pendidikan di
sekolah juga yang membuat orang memiliki sistem dan skema nilai (value) seseorang secara material
berdasarkan tingkat pendidikannya. Siswa terus dinilai berdasarkan
grades/kelasnya, guru dinilai berdasarkan lama dan pengalaman bekerjanya,
kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pembiayaan
orangtua/komunitas tertentu, dan lain-lain.
Pendek kata semua
pendekatan yang berkaitan dengan sekolah selalu memiliki nilai material, yang
semakin lebar letak stratifikasi sosial terjadi, semakin besar pula tingkat
perbedaan kualitas satu sekolah dengan lainnya. Di zaman yang serbamaterial
ini, tujuan sekolah gampang dibentuk berdasarkan teori kapitalisme sederhana:
supply and demand.
Semakin masyarakat
menginginkan sebuah sekolah berkualitas, kebutuhan pembiayaan sekolah pun
meningkat.
Peran masyarakat
Dalam buku Paul Tough,
How Children Succeed: Grit, Curiosity,
and the Hidden Power of Character (2013), jelas dibuktikan bahwa
keberhasilan seorang anak ternyata tidak terletak pada bekal seberapa banyak
pengetahuan yang mereka dapatkan ketika di sekolah. Namun, justru bergantung
pada seberapa efektif proses pendampingan orangtua dan guru ketika mereka
tumbuh dan berkembang.
Bagi seorang anak,
belajar terjadi bila mereka dihadapkan dengan sesuatu yang baru dan berbeda
dari apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Sesuatu yang baru tersebut
sebaiknya dan seharusnya adalah daftar kualitas karakter anak, seperti
kegigihan, rasa ingin tahu, dan hormat pada orang lain.
Keterampilan
nonkognitif, seperti kegigihan, rasa ingin tahu, dan hormat pada orang lain,
ternyata memegang peran penting dalam kesuksesan seseorang di masa depan. Jenis
keterampilan nonkognitif biasanya tumbuh dalam sebuah lingkungan belajar yang
sehat, penuh harmoni, dan tentu saja suasana belajar yang selalu
menyenangkan. Berbeda dengan lingkungan belajar yang membuat anak-anak
seperti di dalam penjara dan tak membebaskan. Jika lingkungan belajar tidak
kondusif, peluang stres lebih besar akan terjadi pada anak-anak, yang dalam
jangka panjang akan menumbuhkan orang-orang yang tidak siap menerima
kegagalan.
Ada kutipan menarik
dari buku Paul Tough (2013) di atas. Katanya, 'the part of the brain most affected by early stress is the
prefrontal cortex, which is critical in self-regulatory activities of all
kinds, both emotional and cognitive. As a result, children who grow up in
stressful environments generally find it harder to concentrate, harder to sit
still, harder to rebound from disappointments, and harder to follow
directions. And that has a direct effect on their performance in school.” Ini artinya jika dunia pendidikan kita
tidak peduli dengan lingkungan belajar yang baik dan sehat, anak-anak akan
tumbuh menjadi manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.
Lingkungan belajar
yang baik dan positif hanya akan tercipta jika ada peran yang besar dari
orangtua dan masyarakat. Bentuk partisipasi masyarakat dan orangtua haruslah
konkret. Setidaknya dapat mencakup program pemberdayaan orangtua dan
kemitraan masyarakat dan sekolah (partnership/communal
parents and teachers collaborate equitably). Dalam banyak penelitian
tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan, bentuk kedua berupa kemitraan
sekolah dan masyarakat yang sederajat (equal
partnership) merupakan strategi yang paling efektif dan memberikan
pengaruh besar terhadap hasil belajar siswa (Bauch and Goldring, 1998).
Dari program
pemberdayaan ini akan muncul kesimpulan, apakah misalnya sebuah sekolah harus
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pembiayaan yang berorientasi pasar atau
dibangun berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri. Di tengah desakan
liberalisasi ekonomi yang merambah hingga ke jantung sekolah, pola partnership sekolah dan masyarakat
ialah pilihan strategis dan fundamental untuk menentukan posisi masyarakat
dan sekolah secara bersamaan.
Posisi tawar
masyarakat terhadap kualitas sekolah harus terus digiring ke arah pertumbuhan
yang sesuai dengan tingkat kemampuan pembiayaan masyarakat itu sendiri. Dengan
demikian, hal ini diharapkan akan menjadi pertanda bangkitnya kepedulian
masyarakat terhadap sekolah.
Penting bagi setiap
komunitas sekolah untuk membentuk dan mengelola rasa memiliki (ownership) dan kecintaan terhadap
sekolah melalui serangkaian proses yang disepakati bersama. Langkah awalnya
ialah dengan mencoba berbagi tanggung jawab (shared responsibility) dan berbagi dalam membuat keputusan (shared decision making) terhadap
setiap program dan kebijakan yang direncanakan sesuai dengan kesepakatan
bersama.
Tak mudah bagi setiap
sekolah untuk melakukan hal ini karena biasanya sekolah selalu mengambil alih
secara penuh tanggung jawab pelaksanaan sekolah tanpa melibatkan para
pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Saatnya pemerintah
mengembalikan partisipasi masyarakat secara penuh terhadap sekolah agar pada
waktu yang bersamaan masyarakat juga menjadi semakin tecerdaskan melalui
interaksi yang seimbang dengan sekolah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar