Uber, Inovasi, dan Persaingan Usaha
Yose Rizal Damuri ;
Kepala Departemen Ekonomi
Centre for Strategic and
International Studies
|
KOMPAS, 30 Maret
2016
Drama yang terjadi beberapa waktu belakangan dalam permasalahan
antara armada transportasi umum, khususnya taksi, dengan penyedia
transportasi umum berbasis aplikasi, seperti Uber dan Go-Jek, tampak begitu
kompleks dan melibatkan berbagai aspek ekonomi serta kemajuan teknologi.
Kejadian ini sebenarnya bisa dilihat sebagai contoh klasik dari
meningkatnya persaingan usaha pada sektor yang selama ini menikmati
perlindungan dari kompetisi. Persaingan yang selama ini mampu ditahan,
terutama dengan mengandalkan aturan dari pemerintah, kini tidak lagi dapat
dibendung. Teknologi baru dengan basis internet dan informasi, memungkinkan
munculnya pemain baru yang tidak lagi memedulikan berbagai aturan yang ada.
Para pelaku usaha lama tergopoh-gopoh dalam menanggapi kompetisi
yang selama ini dapat diredam. Sementara pemerintah tampak kebingungan untuk
mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Di satu sisi,
regulator sektor tersebut berusaha ingin mempertahankan kemapanan yang
membatasi persaingan. Di sisi lain, pemerintah juga ingin bersifat akomodatif
terhadap kemajuan teknologi.
Situasi persaingan usaha
Studi terbaru dari CSIS (2016), menunjukkan bahwa selama 15
tahun terakhir berbagai indikator persaingan usaha di Indonesia terlihat
memburuk. Kemunduran persaingan tersebut sangat terlihat pada sektor-sektor
jasa, seperti transportasi, keuangan, serta telekomunikasi. Lebih jauh lagi,
studi tersebut juga mengungkapkan bahwa kemunduran situasi persaingan banyak
difasilitasi oleh kebijakan dan regulasi yang ditetapkan.
Regulasi penetapan batas bawah tarif merupakan contoh kebijakan
yang banyak diterapkan dalam sektor transportasi ataupun asuransi. Pelaku
usaha tidak lagi dapat menetapkan tarif sesuai dengan struktur biaya yang
mereka punyai. Pelaku usaha ”dipaksa” untuk menetapkan harga yang tinggi,
meskipun mereka sudah bisa mendapatkan keuntungan dengan harga di bawah batas
tersebut. Kebijakan tersebut kemudian disertai dengan regulasi yang membatasi
jumlah pelaku usaha atau jumlah armada yang boleh beroperasi.
Bermacam alasan dikemukakan sebagai rasional dari kebijakan
tersebut. Faktor keselamatan, misalnya, menjadi alasan dalam penetapan tarif
bawah untuk transportasi udara. Perlindungan konsumen merupakan justifikasi
yang diberikan dalam pembatasan dan pemberian izin operasi. Skala ekonomi dan
kewajiban untuk universal coverage juga sering dikemukakan dalam memberikan
hak monopoli dan penjualan eksklusif.
Namun, sering berbagai alasan tersebut tidak dapat diwujudkan,
karena memang kebijakan yang diambil tidak langsung menyentuh permasalahan.
Keselamatan penerbangan, misalnya, tentu lebih tepat diselesaikan dengan
inspeksi dan pengawasan yang lebih ketat, bukan dengan penerapan batas bawah
harga tiket. Pembatasan pelaku usaha bahkan membuat pemberi jasa tidak
berusaha untuk meningkatkan kualitas dan pemberian perlindungan konsumen.
Yang pasti berbagai kebijakan tersebut memperburuk kondisi
persaingan usaha di sektor tersebut. Konsumen menjadi pihak yang dirugikan
karena produk dan jasa tidak tersedia secara cukup, sementara kualitasnya
rendah. Mereka juga harus membayar harga yang lebih tinggi. Selain itu
berbagai regulasi dan kebijakan tadi juga menghambat munculnya pelaku usaha
baru yang biasanya membawa inovasi dalam sektor tersebut. Akibat dari
regulasi yang tidak pro persaingan, banyak sektor ekonomi yang cenderung
stagnan dan tidak dinamis. Kemunculan pelaku usaha baru yang membawa
perubahan dalam kinerja industri jarang terjadi, karena ketatnya aturan yang
memberikan proteksi bagi pelaku usaha lama.
Namun, perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi telah
mengubah lanskap dari model usaha, yang juga berdampak pada persaingan usaha.
Teknologi informasi memberikan peluang bagi unit operasi yang lebih
terdesentralisasi. Koordinasi tidak lagi hanya dapat dilakukan oleh suatu
organisasi besar, tetapi dapat dijalankan secara independen melalui bantuan
aplikasi berbasis internet. Akibatnya pelaku usaha tidak lagi perlu mengambil
bentuk sebagai perusahaan besar, tetapi cukup dilakukan oleh individual
ataupun kelompok kecil.
Ini menyebabkan pemerintah sering tidak mampu untuk mengatur
sektor usaha yang semakin tidak terkonsentrasi. Berbagai aturan yang
sebelumnya membatasi persaingan, tidak lagi menjadi efektif, karena pelaku
usaha baru cenderung tidak memerhatikan hal tersebut. Pemerintah tentunya tak
tinggal diam menghadapi ini. Kementerian Perhubungan, misalnya, telah
berusaha melarang jasa transportasi berbasis aplikasi, ataupun memaksa para
pelaku baru mengikuti aturan yang telah ada. Ada wacana pula bahwa pelaku
usaha transportasi baru juga harus menerapkan tarif sesuai dengan aturan
batas bawah yang berlaku.
Namun, sekali lagi teknologi telah mengubah situasi persaingan
usaha. Dan, teknologi yang digunakan relatif dengan mudah dapat direplikasi.
Bahkan jika pemerintah dapat memaksa pelaku usaha baru, seperti Uber dan Grab
Car untuk mengikuti aturan pemberlakuan batas bawah tarif, akan muncul banyak
pelaku usaha baru lain yang mungkin tak akan mengikuti aturan itu. Akibatnya
berbagai aturan yang membatasi persaingan menjadi tak efektif lagi.
Aturan pemerintah
Saat ini, teknologi informasi telah mengubah persaingan dalam
sektor transportasi. Namun, ke depannya, persaingan dalam sektor-sektor lain
juga akan dapat berubah. Sektor kesehatan, khususnya jasa dokter, juga
merupakan salah satu bidang yang sangat tertutup dan menikmati proteksi dari
aturan yang ada. Teknologi informasi yang semakin canggih mempunyai potensi
untuk mengubah situasi ini.
Teknologi akan memungkinkan seorang pasien untuk dapat
berkonsultasi dengan dokternya, tanpa harus berada pada satu tempat. Dokter juga
akan bisa memberikan diagnosis berdasarkan informasi yang dikirimkan melalui
telekomunikasi. Pada saatnya, tenaga medis lokal akan menghadapi persaingan
yang selama ini mampu dibendung oleh aturan yang berlaku.
Langkah terbaik yang dapat dilakukan pemerintah sebenarnya
adalah mengurangi berbagai aturan yang selama ini membelenggu persaingan.
Tanpa adanya aturan tersebut, pelaku usaha lama dapat bersaing dengan lebih
baik. Mungkin keuntungan yang mereka dapatkan tidak lagi akan setinggi
sebelumnya, tetapi ini akan merangsang munculnya inovasi dan cara-cara baru
untuk meningkatkan efisiensi.
Tentu saja aturan mengenai perlindungan konsumen dan kelayakan
kendaraan tetap harus dijalankan. Namun, ini semua harus dijalankan melalui
mekanisme yang lebih tepat sasaran, bukan lagi yang membelenggu persaingan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar