Revisi APBN 2016
Haryo Kuncoro ;
Dosen Keuangan Negara FE UNJ;
Doktor Ekonomi Lulusan PPs-UGM
|
KORAN JAKARTA, 14
Maret 2016
Tak ada yang
meramalkan. Kombinasi permintaan melemah serta persaingan antara kartel
produsen minyak organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan Amerika
Serikat membuat harga minyak mentah di pasar global melempem beberapa bulan
terakhir.
Beberapa analis
meramalkan harga minyak mentah bisa 26 dollar AS per barel. Pasokan di pasar
internasional akan semakin melimpah setelah pencabutan sanksi ekonomi
terhadap Iran, produsen minyak terbesar kedua dunia setelah Arab Saudi.
Efek penurunan harga
minyak mentah menyebar ke mana-mana. Negara pengekspor minyak anjlok
penerimaan. Arab Saudi, misalnya,terpaksa menghapus subsidi bahan bakar
minyak bagi rakyat karena kekeringan kas negara.
Untuk kasus Indonesia,
situasinya tidak jauh berbeda. Meski bukan lagi sebagai pengekspor minyak,
penerimaan negara pun terkoreksi. Harus diakui, volume penerimaan pemerintah
dari minyak masih substansial dalam menyokong tiang penerimaan negara di luar
pajak.
Pada APBN 2016, kas
negara bisa kehilangan pendapatan sekitar 100 triliun rupiah jika harga
minyak mentah Indonesia turun ke posisi
35 dollar AS per barel.Bersamaan harga minyak sawit, karet, dan batu
bara yang belakangan terus merosot semakin mengeringkan kas negara.
Celakanya, pembahasan
UU Pengampunan Pajak juga tersendat sehingga menunda pemasukan 100 triliun
rupiah. Secara keseluruhan, penerimaan negara susut pada kisaran 1.700
triliun rupiah dari target 1.822 triliun rupiah. Menyikapi potensi penerimaan yang meleset karena penurunan harga minyak, pemerintah
mempertimbangkan opsi pemangkasan belanja sampai 290 triliun rupiah. Dengan
asumsi pemangkasan belanja sebanyak 200 triliun saja,pengurangan belanja
1.900 triliun rupiah dari sasaran 2.096 triliun rupiah.
Kendati realistis,
opsi pemotongan belanja ini sangat
berisiko, daya stimulus APBN menurun.
Dalam situasi kelesuhan ekonomi
global, belanja APBN diharapkan menjadi motor penggerak utama dinamika
perekonomian nasional. Apalagi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi
tahun ini sebesar 5,3%.
Secara teori, belanja
pemerintah akan menciptakan multiplier
effect. Besaran angka pengganda untuk belanja rutin umumnya lebih kecil
dari belanja modal. Untungnya, pemerintah memastikan sasaran utama
pemangkasan adalah belanja rutin dan subsidi. Belanja infrastruktur tidak
diusik sama sekali
Jika dikaji lebih
lanjut, beberapa pos di belanja rutin merupakan pengeluaran wajib (mandatory) yang tidak bisa dikurangi
seperti gaji pegawai, Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, dan pembayaran
bunga utang. Artinya, pemangkasan hanya dimungkinkan pada pos belanja
kementerian/lembaga.
Dengan tetap
mempertahankan akselerasi belanja modal, pemerintah tampaknya memasukkan opsi
pelebaran defisit. Atas skenario penerimaan dan pemangkasan belanja tersebut,
beban defisit untuk APBN 2016 masih terjaga pada rentang 200 triliun rupiah. Angka defisit ini masih
aman di bawah plafon 3% sesuai amanat UU.
Pajak
Dengan konfigurasi
problematika semacam ini, kompromi antara belanja, penerimaan, dan
defisit menjadi solusi idealnya.
Solusi yang realistis di antaranya mencari sumber penerimaan baru. Seandainya,
UU Pengampunan Pajak tuntas tahun ini, pemerintah akan mendapat tambahan
penerimaan sebesar sampai 100 triliun rupiah.
Exit strategy atas
tersendatnya UU Pengampunan Pajak adalah implementasi tax counterbalancing
sebagai kebijakan pemotongan beberapa
tarif pajak. Kemudian diimbangi kenaikan tarif pajak lainnya untuk
meningkatkan penerimaan negara.
Dalam konteks ini,
pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi paling berpeluang diturunkan. Pemotongan
tarif PPh perusahaan berperan penting
mendorong daya saing dunia usaha menghadapi MEA dan memerangi praktik transfer pricing.
Sebagai catatan, tarif
PPh badan tertinggi di ASEAN. Apabila tarif PPh masih tetap 25% seperti
sekarang, banyak pengusaha mengalihkan domisili usaha keluar negeri hanya untuk menghindari beban PPh badan.
Untuk PPh orang
pribadi, batas pendapatan tidak kena pajak bisa dinaikkan sejalan inflasi.
Bersamaan dengan penurunan harga BBM, misalnya, pemangkasan tarif PPh
individu akan efektif meningkatkan daya beli golongan rumah tangga.
Sebagai kompensasinya,
pajak pertambahan nilai (PPN) potensial dikerek terutama untuk barang mewah,
manufaktur, serta produk impor. Ketiga jenis komoditas tersebut, efek
pendapatan bekerja lebih besar dari efek harga sehingga kenaikan tarif PPN
akan tepat sasaran. Kebijakan pemotongan PPh dan kenaikan PPN harus didesain
secermat mungkin agar benefit atas
penurunan PPh bisa lebih besar dari loss akibat dari kenaikan tarif PPN.
Kecermatan desain akan menjamin pemasukan kas negara.
Demi
keberlanjutan fiskal, keseimbangan
primer wajib diupayakan positif. Neraca keseimbangan primer bisa surplus
asal deficit anggaran hanya 1,1% dari
PDB. Dengan mengambil opsi pelebaran defisit sampai 2,5% dikhawatirkan 1,4%
sisanya akan dialokasikan untuk membayar bunga utang.
Kebiasaan membayar
bunga dan pokok utang baru semacam ini
patut diwaspasai. Dengan keseimbangan primer yang terus minus sejak 2012,
dorongan untuk berutang menjadi lebih besar. Bukan mustahil, Indonesia akan
terjebak ke dalam jerat utang. Risikonya defaut semakin tinggi.
Mengundang sebanyak
mungkin investor untuk ikut andil dalam pembiayaan infrasturktur pemerintah
lebih baik. BI rate yang sudah dua kali turun dibarengi serangkaian paket deregulasi menawarkan
peluang terciptanya kegiatan penanaman modal.
Namun, persoalan
mendasarnya masih dalam format: penerimaan tidak cukup menopang belanja.
Defisit ditutup utang yang mengisyaratkan risiko. Keterbatasan kemampuan
belanja modal menghendaki keterlibatan investor. Akhirnya risiko defaut
menjadi disinsentif investor untuk ikut membiayai proyek infrastruktur yang
diharapkan mengkreasi penerimaan.
Revisi APBN 2016 yang
kini tengah disusun harus mampu memutus lingkaran tadi. Alhasil, semua
pilihan yang tersedia tidaklah nyaman, memang. Perlu disadari, kondisi
keuangan negara saat ini sedang
tidak mewah karena pilihan kebijakan
yang terbatas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar