Senin, 28 Maret 2016

Peran dan Kewenangan DPD

Peran dan Kewenangan DPD

Aunur Rofiq ;  Politisi dan Praktisi Bisni; Dewan Pembina Alumni IPB
                                                  KORAN SINDO, 23 Maret 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Era reformasi melahirkan keinginan untuk melakukan amandemen UUD 1945. Termasuk di dalamnya mengubah sistem ketatanegaraan dengan lahirnya lembaga tinggi negara bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dengan demikian, Indonesia memiliki dua lembaga perwakilan, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam ilmu politik dan ketatanegaraan, sistem ketatanegaraan seperti ini biasa disebut sebagai negara yang menganut sistem dua kamar (majelis) atau disebut bikameral.

Sementara sebutan bikameral untuk sistem parlemen Indonesia, tidak pernah secara formal dituliskan, dalam bentuk dasar hukum apa pun. Yang berkembang itu hanya interpretasi akademik saja (dalam ilmu politik dan ketatanegaraan) atau mungkin dalam politik pragmatis saja. Dalam negara demokrasi yang menganut sistem bikameral adalah wujud institusional dari lembaga perwakilan atau parlemen yang terdiri atas dua kamar (majelis).

Majelis yang anggotanya dipilih dan mewakili rakyat yang berdasarkan jumlah penduduk disebut majelis pertama atau majelis rendah dan dikenal juga sebagai house of representatives yang di negara kita disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sementara majelis yang anggotanya dipilih bukan berdasar jumlah penduduk, tetapi mewakili wilayah (baik wilayah besar maupun kecil jumlahnya wakilnya sama) disebut majelis kedua atau majelis tinggi dan di sebagian besar negara disebut senat, yang di Indonesia kita sebut Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pada Mei 2012 yang lalu, DPD RI mendeklarasikan nama populernya sebagai Senat, sehingga sebutannya kemudian menjadi Senat DPD RI, dan anggota DPD sehari-hari disebut atau menyebut dirinya Senator. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga tinggi negara yang dihasilkan amandemen ketiga UUD 1945. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali.

Anggota DPD adalah perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia yang mewakili daerah dan aspirasi masing-masing daerah tersebut. DPD RI menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yaitu, fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Pertama, fungsi legislasi yaitu, mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR dan ikut membahas RUU terkait otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kedua, fungsi pertimbangan dengan memberikan pertimbangan kepada DPR. Dan ketiga, fungsi pengawasan yaitu, dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Keberadaan DPD dimaksudkan memiliki peran yang strategis, yakni sebagai kanalisasi untuk mewujudkan desentralisasi, yaitu memberikan peran kepada daerah untuk maju dengan mengelola sumber daya dan sumber dana di daerah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah bersangkutan. Adanya DPD akan meningkatkan posisi tawar pemerintah daerah dalam memperjuangkan aspirasi daerah secara langsung di tingkat pusat.

Sayangnya dalam praktik sistem politik kita saat ini, peran tersebut tidak dapat optimal dilakukan oleh DPD. Ada keinginan kuat perlunya institusi sosial yang mumpuni untuk mampu mendeteksi akar permasalahan daerah dan membawah formula pembangunan yang tepat sampai ke pusat. Sementara keinginan itu tidak didukung oleh kewenangan yang dimiliki.

Secara kelembagaan, kondisi kekinian DPD menunjukkan adanya permasalahan eksistensi serta kewenangan DPD yang masih jauh dari yang diharapkan. Selama ini DPD seperti macan ompong karena dianggap tidak mampu berbuat banyak dalam memperjuangkan kepentingan daerah. Ada sisi yang menjadi faktor penghambat DPD untuk mengoptimalkan fungsi dan perannya di lembaga legislatif. Salah satu problem eksistensial DPD adalah UUD 1945.

Meski hasil amendemen (empat kali amendemen) melahirkan lembaga tinggi negara bernama DPD, namun pada sisi lain, dalam amendemen tersebut ada pasal yang mengerdilkan DPD, yakni khususnya pasal 22D ayat (2) yang menyatakan ”DPD hanya sebatas ikut membahas rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah dan tidak memiliki hak ‘vote’.”

Pasal ini menunjukkan Indonesia menganut sistem kamar bikameral, tetapi pada sisi lain, menunjukkan soft bicameral. Karena terjadi ketidakseimbangan antara kekuasaan DPR dan DPD, yang mana posisi DPR lebih kuat daripada DPD. Artinya, DPD memiliki legitimasi yang kuat, tetapi kewenangan formalnya sangat rendah.

Desain konstitusional sistem perwakilan ini, seolah kita berada dalam keraguan, antara unikameral dan bikameral, sehingga sosok DPD tidak di desain sebagai lembaga tinggi negara ”yang mumpuni” atau hanya ”pelengkap penyerta”.

Sebagai akibat desain eksistensial yang mengambang ini, maka kompetensi DPD pun hanya periferal, sekedar lembaga pertimbangan bagi DPR dalam proses legislasi dan hanya fakultatif dalam pengawasan dan hak budget. Sementara juga muncul anggapan bahwa sistem bikameral (dengan memperkuat peran DPD) hanya akan menghambat kelancaran pembuatan undang-undang.

Dengan adanya permasalahan tersebut, ada keinginan melakukan terobosan individual dan reformasi kelembagaan untuk memaksimalkan tugas dan fungsi serta kewenangan DPD. Konkretnya, untuk menjawab permasalahan ini dalam konteks peran DPD, ada target amendemen konstitusi kelima.

Amendemen UUD 1945 harus mengakomodasi kepentingan daerah untuk membangun dan memberikan peran yang strategis agar DPD dapat memaksimalkan tugas dan tanggung jawabnya. Regulasi aturan yang mengatur masalah pembangunan daerah serta lembaga yang menjalankan peran dalam pembangunan daerah harus terakomodasi dalam amendemen tersebut.

Usulan untuk memperkuat fungsi dan peran DPD dalam sistem bikameral ini, perlu adanya penyempurnaan atau sinkronisasi UUD hasil amendemen. Dan untuk mengusulkannya, dituntut untuk dapat menggandeng partai agar tercapai 1/3 jumlah anggota MPR dan untuk mengubahnya dibutuhkan dukungan partai untuk mencapai 50% ditambah satu dari jumlah anggota MPR.

Tentu saja keinginan ini tidak bermaksud menghidupkan lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sebab MPR sebagai lembaga tertinggi negara, memiliki kekuasaan tanpa batas sebagaimana pernah dimiliki oleh MPR di masa lalu dan itu dilarang oleh UUD, karena terbukti bahwa kekuasaan itu digunakan untuk melanggar UUD. Keberadaan MPR sangat unik, karena lembaga semacam ini sulit dicari bandingannya di negara mana pun.

Dengan kedudukan MPR seperti saat ini yang memiliki struktur yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD seperti dalam Pasal 2 ayat (1) UUD, dibutuhkan pengkajian mendalam terhadap isu utama untuk menjadikan MPR sebagai perwakilan dalam sistem bikameral guna mendukung efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara.

Guna meningkatkan peran MPR sebagai lembaga negara dalam kehidupan bernegara, hanya dapat dilakukan dengan mengubah sistem perwakilan sekarang yang tidak jelas sistemnya menjadi sistem bikameral di mana kedudukannya membawahi DPR dan DPD dan keduanya memiliki tupoksi yang seimbang.

Kamar DPD berfungsi sebagai kamar penyeimbang sehingga dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan kamar lain. Secara teori, house merepresentasikan rakyat kebanyakan atau ”common people”, sedangkan ”senate” merepresentasikan orang-orang yang lebih mapan sebagai pelaksana checks and balances terhadap tekanan yang mungkin terjadi dari tekanan opini publik.

Selain itu, dalam model bikameral sangat diidealkan oleh negara-negara yang ingin memaksimalkan proses legislasi yang kuat, sehingga berbagai kepentingan masyarakat bahkan kepentingan berbagai kelompok kecil atau minoritas dapat terepresentasikan. Dalam perkembangan kehidupan demokrasi kita, ada keinginan untuk memperkuat otonomi daerah atau desentralisasi fiskal.

Bahkan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal cenderung terus menguat. Dengan perkembangan ini, memperkuat sistem bikameral atau peran DPR dan DPD yang sama-sama kuat, menjadi penting apalagi negara kita memiliki wilayah luas, dengan jumlah penduduk besar yang disertai keragaman sosial-budaya.

Meski negara kita adalah negara kesatuan, menerapkan sistem bikameral sebagai model parlemennya tetaplah relevan karena menguatnya tuntutan desentralisasi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar