Anjing Pavlov
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
|
KORAN SINDO, 20 Maret
2016
Ketika Tuhan
menciptakan alam semesta, Dia menciptakan juga ekosistem, yaitu sistem yang
mengatur isi dunia atau rumah segala makhluk (ekos = rumah) sehingga
segalanya berjalan teratur rapi mengikuti relnya masing-masing.
Diantara ekosistem itu
adalah ekosiklus termasuk: tikus takut pada kucing, kucing takut pada anjing,
anjing takut pada bosnya, sementara si bos takut sama istrinya, dan si istri
sendiri takut pada tikus. Itulah ekosiklus yang oleh Walt Disney diangkat ke
film kartun Tom & Jerry. Tetapi, sekarang situasi sudah berubah. Tikus
sekarang sudah tidak takut lagi pada kucing.
Pagi-pagi hari, jika
saya sedang olahraga jalan kaki keliling kompleks, sering ada tikus nekat
keluar dari got di pinggir jalan untuk menyeberang jalan dan masuk ke got yang
di seberang jalan. Padahal, di sekitar situ banyak kucing. Ada yang
malas-malasan tidur-tiduran, ada kucing jantan yang sedang berahi mencoba
merayu kucing betina, dan ada beberapa anak kucing juga.
Semuanya EGP (emang gue
pikirin ) terhadap tikus-tikus yang seliweran. Begitu juga kucing dan anjing zaman
sekarang sudah bisa tidur bareng satu ranjang seperti pengantin baru, dan
para emak (yang tetap masih ditakuti suami) punya objek ketakutan baru, yaitu
kecoa! Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, ekosiklus rancangan Tuhan
yang sudah berlangsung hampir seumur bumi ini berubah atau diubah oleh ulah manusia.
Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936), seorang dokter dan pakar ilmu faal Rusia, telah membuktikan
melalui eksperimennya bahwa seekor anjing, setiap anjing di dunia ini, bisa
dilatih sedemikian rupa sehingga bisa mengeluarkan liur karena bangkit selera
makannya hanya dengan sebuah bunyi bel. Padahal sebelumnya, mana ada anjing
berliur ketika mendengar bel.
Anjing baru berliur
jika ia melihat makanan. Berdasarkan hasil eksperimennya, Pavlov
mengembangkan teori yang dinamakannya teori Conditioning atau teori Pembiasaan. Ternyata anjing bisa dilatih
untuk mengikuti kebiasaan tertentu. Pelatih-pelatih anjing profesional maupun
amatir (termasuk para pemilik anjing) bisa melatih anjingnya untuk berbagai
hal, mulai dari menyuruhnya duduk, bersalaman, mengambil bola yang dilempar
jauh, sampai mengendus narkotika.
Lebih jauh lagi, teori
Pembiasaan ini bisa diterapkan juga pada hewan lain sehingga ikan lumba-lumba
bisa disuruh berhitung dan anjing laut bisa disuruh bertepuk tangan. Maka
itu, tidak heran kalau kucing pun lama-kelamaan tidak suka lagi makan tikus
(karena nasi berlauk ikan asin sisa makanan majikan lebih enak). Karena itu,
tikus pun tidak lagi takut pada kucing. Maka itu, tamatlah salah satu
ekosiklus dan cucu saya barangkali tidak bisa menjelaskan mengapa Tom dan
Jerry selalu bermusuhan dan Tom Kucing selalu takut pada Anjing Buldog.
Begitu juga manusia.
Dulu sekali, ketika
saya masih sekolah di SMP, dan belajar ilmu bumi, diajarinya makanan pokok
orang Madura adalah jagung dan orang Ambon dan juga orang Irian (sekarang
disebut Papua) makan sagu, di DIY ada masyarakat yang makan singkong sebagai
makanan pokok. Tetapi, sekarang semua makan nasi, dari Sabang sampai Merauke
makan nasi, sehingga Indonesia harus impor beras untuk seluruh penduduknya
yang 250 juta orang.
Pantaslah kalau
Presiden Jokowi marah sekali ketika daya serap Bulog untuk menampung panen
petani di masa panen raya tahun ini rendah sekali. Tetapi, sebenarnya
pemerintah sendiri jugalah (pada era Soeharto) yang membiasakan masyarakat
makan nasi. Kalau ada masyarakat hari ini yang makan tiwul (singkong) di
daerah tertentu, media massa bahkan sudah sewot memberitakan ada kekurangan
pangan atau bahkan kelaparan di daerah itu. Begitu juga aspek lain dari
seluruh kehidupan manusia.
Menurut teori Pavlov,
semua karena pembiasaan. Ambillah apa saja dari kehidupan manusia, mulai dari
bahasa, sampai ke politik, agama atau ilmu pengetahuan, semuanya karena
pembiasaan. Orang Indonesia generasi saya berdwibahasa yaitu bahasa daerah
yang dibiasakan di rumah dan bahasa Indonesia yang dipelajari di sekolah.
Tetapi, cucu saya berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris karena kebanyakan
nonton Tom & Jerry dan di sekolah diajarkannya bahasa Inggris.
Yang diajari bahasa
Mandarin atau bahasa Arab di sekolah, ya ikut berbahasa Mandarin dan Arab
sebagai bahasa kedua, tetapi bahasa daerah tetap makin hilang karena tidak
dibiasakan. Yang jadi masalah sekarang adalah perubahan-perubahan yang
terjadi hari ini makin lama makin di luar kontrol siapa pun, termasuk
pemerintah, apalagi orang tua. Perubahan terjadi secara viral (menular
seperti terkena virus) melalui teknologi informasi (TI).
Di sisi lain agama
yang zaman saya kecil dulu tidak sepopuler sekarang, namun dikenal sebagai
penyejuk jiwa yang memberi kedamaian spiritual, sekarang menjadi sangat
populer, diikuti banyak orang, tetapi makin lama makin radikal, bahkan
khutbah-khutbah yang sadis pun dikumandangkan di mimbar-mimbar khutbah di
tempat umum dan tidak ada yang boleh atau bisa mengendalikan, termasuk
pemerintah.
Karena itu, jangan
heran kalau tidak ada upaya yang serius untuk mencegahnya, pada suatu hari
keutuhan NKRI benar-benar terancam seperti negara-negara Timur Tengah
sekarang. Teori Pembiasaan dari Pavlov akan menggelinding otomatis seperti
bola salju yang makin lama makin besar dan melibas apa saja yang dilewatinya,
termasuk NKRI. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar