Tiongkok, UNCLOS 1982
Ernesto Simanungkalit ;
Diplomat RI; Pandangan bersifat pribadi
|
KOMPAS, 31 Maret
2016
Indonesia menangkap kapal pencuri ikan Tiongkok, Kway Fey 10078,
di perairan Indonesia pada Sabtu, 19 Maret, lalu. Peristiwa penangkapan kapal
pencuri ikan seperti ini beberapa kali berlangsung sejak Indonesia secara
tegas memberlakukan kebijakan anti pencurian ikan (illegal, unreported, and unregulated fishing/ IUUF) yang didukung
masyarakat, bahkan dunia.
Yang berbeda dari peristiwa biasanya adalah kapal pencuri ikan
Tiongkok ini dikawal oleh kapal patroli Tiongkok yang kemudian menghalangi
tugas-tugas hukum aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan intimidasi
dan kekerasan. Hasil dari tindak kekerasan aparat resmi Tiongkok terhadap
aparat resmi Indonesia adalah kegagalan aparat Indonesia membawa barang bukti
pencurian ikan, yaitu kapal Kway Fey 10078.
Salah dan berbahaya
Kementerian Luar NegeriTiongkok menyatakan bahwa tindakan aparat
Tiongkok terhadap aparat Indonesia karena Kway Fey 10078 sedang melakukan normal activities di wilayah traditional Chinese fishing ground.
Karena itu, aparat Tiongkok wajib melindunginya dari serangan dan pelecehan
yang dilakukan oleh armada Indonesia. Lebih lanjut, Pemerintah Tiongkok meminta
Pemerintah Indonesia segera melepas dan menjamin keamanan seluruh anak buah
kapal Kway Fey yang saat ini ditahan.
Ini adalah pertama kalinya sejak 1293, tahun ketika Tiongkok
menyerang Kerajaan Singosari, aparat Tiongkok secara resmi menyerang aparat
Indonesia dengan dalih yang tidak masuk akal.
Tiongkok sebagai negara pihak UNCLOS 1982 memang dikenal tidak
mematuhi hukum laut internasional dengan mengeluarkan klaim Peta Sembilan Titik dan Garis pada
tahun 2009 dengan alasan sejarah.
Dalih bahwa Tiongkok melakukan kegiatan perikanan di traditional fishing ground adalah
salah dan berbahaya. Salah karena UNCLOS 1982 tidak mengenal istilah traditional fishing ground. UNCLOS
1982 hanya mengakui dan mengenal traditional
fishing rights dalam konteks kegiatan perikanan tradisional suatu negara
yang berada dalam perairan negara kepulauan yang menjadi tetangganya.
Hak itu hanya diatur dalam rezim negara kepulauan dan itu pun
hanya tertulis dalam satu pasal, yaitu pasal 51 ayat 1. Atas dasar pengakuan
inilah Indonesia memberikan traditional fishing rights kepada nelayan
Malaysia melalui suatu perjanjian bilateral. Praktiknya, Malaysia sudah tidak
menggunakan hak ini karena perekonomian Malaysia di Serawak yang maju oleh
industri sawit dan kayu tropis.
Selain Indonesia-Malaysia, pemberian traditional fishing rights sesuai dengan UNCLOS 1982 juga
dilakukan dalam perjanjian PNG-Solomon
Islands: Pacific Islands Treaty 1989 (Customary
Fishing Rights). Indonesia-Australia memiliki perjanjian traditional fishing rights bagi
nelayan di kawasan Nusa Tenggara Timur yang secara tradisional dengan perahu
tradisional dan tanpa GPS selalu berkunjung ke Ashmore Reef Australia untuk keperluan ritual dan istirahat
melalui MOU 1974 dan Agreed Minutes
1989.
Meskipun UNCLOS 1982 tidak mengenal traditional fishing ground, konsep ini ada dalam konteks
pengaturan domestik seperti dilakukan di Fiji dan Samoa dalam rangka kegiatan
perikanan tradisional di dalam zona konservasi maritim. Konsep ini diberikan
dalam rangka perlindungan alam dan kesejahteraan masyarakat pantai
tradisional suatu negara. Jelas bahwa sifatnya sangat domestik dan, oleh
karena itu, tidak diakui oleh UNCLOS 1982.
Dalih Tiongkok berbahaya karena berarti Tiongkok kembali tidak
mematuhi UNCLOS 1982 dengan alasan historis. Dalam Peta Sembilan Titik dan
Garis serta argumen traditional fishing
ground terdapat suatu kesamaan berpikir, yakni bahwa Tiongkok berhak
melakukan apa pun juga yang menurut Tiongkok merupakan suatu hal yang
bersejarah dan tradisional.
Apabila argumen ini diterima, bisa jadi semua pelabuhan
Indonesia yang pernah didatangi Cheng Ho bisa diklaim sebagai milik Tiongkok
karena memiliki sejarah yang lama dengan Tiongkok. Argumentasi ini berbahaya
karena berarti Tiongkok menganggap perairan Natuna adalah perairan domestik
Tiongkok sehingga diberlakukan konsep traditional fishing ground.
Dukungan aparat resmi
Dukungan aparat resmi Tiongkok dalam melakukan IUUF di wilayah
negara lain sebenarnya merupakan suatu pelanggaran prinsip hukum
internasional bahwa negara bendera bertanggung jawab atas kegiatan IUUF kapal
dengan benderanya, dan hal ini dapat diterjemahkan bahwa Tiongkok adalah
pelaku state-sponsored fishery crimes.
Penting menyimak berita bahwa Argentina baru saja menembak kapal IUUF
Tiongkok di zona ekonomi eksklusif Argentina, dan Tiongkok juga menyatakan
kekesalan terhadap Argentina.
Pernyataan juru bicara Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta agar
Indonesia dapat menangani masalah ini dengan baik dan mempertimbangkan
kondisi hubungan bilateral RI-Tiongkok secara keseluruhan di masa datang
memberi suatu pesan yang kurang konstruktif dari Tiongkok.
Seharusnya Tiongkok memahami bahwa kebijakan anti IUUF adalah
bagian dari Visi Poros Maritim Dunia yang dapat saja disinergikan dengan
Maritime Silk Road dan One Belt One Road (OBOR). Tiongkok seharusnya sadar
bahwa sabuk OBOR bagian selatan melalui wilayah Indonesia dan hubungan yang
kurang baik dengan Indonesia akan memaksa Indonesia memotong sabuk itu.
Indonesia adalah negara yang mengontrol selat-selat penting navigasi dunia
yang mana keamanan dan kesejahteraan Tiongkok sangat tergantung kepada
penanganan Indonesia di kawasan ini.
Yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah mengapa Tiongkok
rela mengorbankan nama baik dan juga hubungan personal yang baik antara
Presiden Indonesia dan Presiden Xi Jinping untuk suatu klaim yang tidak
berdasar? Apakah ini merupakan sinyal bahwa pada suatu saat akan ada lagi
peristiwa Singosari II dengan teater di Natuna? Lalu apakah protes keras saja
cukup bagi Indonesia? Apakah langkah tegas seperti menyeret Tiongkok ke ITLOS
sebagai pendukung IUUF tidak pantas dilakukan?
Indonesia adalah negara pihak UNCLOS 1982 yang taat pada hukum
laut internasional. Sudah saatnya Indonesia memikirkan kemungkinan menggugat
Tiongkok ke ITLOS. Beranikah kita? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar