Sensus Ekonomi 2016
Razali Ritonga ;
Kepala Pusdiklat BPS
|
KOMPAS, 29 Maret
2016
Badan Pusat Statistik kembali akan menyelenggarakan sensus
ekonomipada 1-31 Mei 2016. Sensus ekonomi sebelumnya pernah dilaksanakan pada
1986, 1996, dan 2006. Diharapkan, Sensus Ekonomi (SE) 2016 dapat menjadi
momentum dalam pengembangan ekonomi yang lebih maju dan semakin kompetitif di
Tanah Air. Hal itu sangat dimungkinkan karena data untuk keperluan
pengembangan ekonomi tersedia dalam SE 2016, yang memuat keterangan seluruh
sektor, kecuali sektor pertanian karena sudah dilaksanakan melalui Sensus
Pertanian 2013.
Dalam buku panduan SE 2016 untuk pengusaha terbitan
BPS,dijelaskan berbagai keterangan yang dikumpulkan, seperti nama, alamat,
kegiatan utama, status badan usaha, jumlah tenaga kerja, upah dan gaji
pekerja, pendapatan dan pengeluaran perusahaan, penggunaan teknologi,
kepemilikan unit penelitian, usaha online dan franchise, serta investasi,
kendala, dan prospek usaha.
Secara faktual, hal itu sekaligus mengisyaratkan bahwa SE 2016
dapat menjadi momentum bagi kedua pilar sekaligus, yaknipemerintah dan dunia
usaha.Bagi pemerintah, data hasil SE 2016 dapat digunakan untuk evaluasi,
perencanaan, dan penyusunan kebijakan pembangunan ekonomi.Bagi dunia usaha, data
hasil SE 2016 berguna untuk pengembangan usaha.
Lebih jauh, data hasil SE 2016 bagi pemerintah juga dapat
digunakan untuk bahan evaluasi, misalnya dengan membandingkan dengan hasil
sensus ekonomi sebelumnya (2006).Dengan mengetahui pola dan tren perkembangan
ekonomi selama satu dasarwarsa (2006-2016), pemerintah dapat menyusun desain besar
pembangunan ekonomi minimal untuk satu dekade mendatang hingga 2026.Selain
itu, pemerintah juga dapat mencermati kegiatan baru, seperti usaha yang
berbasis online dan franchise.
Di tengah meningkatnya persaingan global, grand design pembangunan ekonomi itu perlu dilakukan secermat
mungkin guna meningkatkan daya saing usaha. Diberlakukannya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) tahun ini merupakan saat yang krusial bagi Indonesia
untuk merencanakan kegiatan ekonomi yang lebih kompetitif agar tidak kalah
bersaing dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
Bahkan, desain besar pembangunan ekonomi itu amat diperlukan
untuk melengkapi perencanaan tenaga kerja, terutama untuk mengantisipasi
meningkatnya pertambahan usia produktif di era bonus demografi, yang
puncaknya terjadi pada 2028-2030.Jika peningkatan penduduk usia produktif itu
tak diimbangi dengan penciptaan kesempatan kerja pada dekade mendatang, itu
akan menyebabkan bencana bagi negeri ini.
Sementara itu, data hasil SE 2016 bagi dunia usaha dapat menjadi
momentum guna pengembangan usaha, pendirian usaha baru, dan efisiensi usaha.
Di Amerika Serikat, misalnya, data hasil SE digunakan dunia usaha
untukpengembangan usaha menurut skala kegiatannya, produktivitas dan
efisiensi tenaga kerja, potensi usaha baru, dan lokasi pendirian usaha baru
(US Census Bureau, Economic Statistic, Januari 2012).
Bahkan,hasil SE di AS digunakan untuk pengembangan usaha lokal. Adapun
upaya yang dilakukan mencakup analisis data untuk mengetahui keunggulan
komparatif (comparative advantage) kegiatan
usaha baru, analisis struktur industri, kewirausahaan, daya saing usaha dan
perkiraan kebutuhan tenaga kerja, serta menyusun pedoman dalam membangun usaha.
Aspek pembelajaran
Secara faktual data hasil SE 2016 juga dapat dijadikan ajang
pembelajaran bagi pemerintah untuk kemajuan pembangunan ekonomi, dan bagi
dunia untuk pengembangan usaha. Dengan menggunakan analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunity, and
threat) terhadap data hasil SE 2016, misalnya akan diketahui posisi
pembangunan ekonomidan pengembangan usahadi Tanah Air.
Lebih jauh, data hasil SE 2016 dapat dimanfaatkan, untuk
pembangunan infrastruktur yang lebih tepat sasaran dan kaitannya dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diketahui, belakangan ini terjadi
perdebatan yang cukup menarik antara pilihan membangun infrastruktur dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pilihan itu memang seperti memberi kail atau ikan. Kail atau
infrastruktur memang akan memberikan aspek produktif, sedangkan ikan atau
kesejahteraan merupakan aspek konsumtif. Namun, ikan dan kail atau
infrastruktur dan kesejahteraan dalam konteks inibarangkali bukan suatu
pilihan dan harus memenuhi keduanya, karena pembangunan infrastruktur tidak
akan berhasil maksimal tanpa peran serta optimal dari masyarakat
yangsejahtera atau secara lahiriah sehat dan pintar.
Patut dicatat, hubungan antara infrastruktur dan kesejahteraan
akan bersifat saling menguatkan (mutually
reinforcing) jika keduanya saling berkontribusi. Artinya, infrastruktur
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dan pada
saat yang sama pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dapat meningkatkan
pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, jika hubungan keduanya lemah
(infrastruktur dan kesejahteraan) akan bersifat saling menghancurkan (mutually stifling).
Evaluasi selama satu dekade (2006-2016) berdasarkan data hasil
SE, barangkali bisa dijadikan pembelajaran untuk mengetahui pola hubungan
antara infrastruktur dan kesejahteraan dimaksud. Untuk itu, sangat diharapkan
data hasil SE 2016 dapat dijadikan momentum bagi semua pihak terkaituntuk
meraih kemajuan sehingga sejajar dengan bangsa maju lain.
Namun,harapan untuk pembangunan ekonomi yang tepat sasaran itu
bisa menjadi pepesan kosong jika tidak disertai dengan data yang berkualitas.
Atas dasar itu, amat diharapkan peran serta para pengusaha untuk memberikan
keterangan yang benarketika diwawancarai petugas sensus. Adapun yang menjadi
responden SE 2016 ialah pengusaha yang berlokasi tetap, seperti swalayan,
kantor, hotel, restoran, bank, dan pabrik; pengusaha berlokasi tidak tetap,
seperti pedagang kaki lima dan usaha keliling; sertausaha rumah tangga,
seperti warung, dan usaha online, ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar