Memahami Tumbuh Kembang Anak
Ahmad Baedowi ;
Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
28 Maret 2016
DALAM pertemuan dengan para orangtua siswa di beberapa sekolah,
pertanyaan pertama yang saya ajukan ialah tentang cita-cita mereka dan
anak-anak. Ketika menyangkut cita-cita para orangtua, lebih dari 80% orangtua
teridentifikasi sebagai orangtua yang gagal mencapai cita-cita mereka. Sambil
tertawa para orangtua dengan jujur berkata mereka seperti dihinggapi perasaan
dendam terhadap cita-cita sehingga ketika anak-anak bersekolah, mereka
mencoba memaksakan cita-citanya.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada anak-anak, sebagian dari
mereka mengakui orangtua lebih dominan ketika menentukan cita-cita mereka.
Kesadaran dan pemahaman orangtua terhadap proses tumbuh-kembang
anak jelas memiliki peran penting terhadap masa depan anak-anak.
Bukan hanya orangtua, peran guru juga menjadi sangat penting
dalam melakukan penetrasi psikologis terhadap proses tumbuh kembang anak.
Namun bisa dikatakan, sekali lagi, pemahaman serta kesadaran
orangtua dan guru terhadap proses tumbuh-kembang anak sangat minim dan miskin
sehingga posisi psikologis anak ketika tumbuh menjadi tidak maksimal. Dengan
para orangtua, mereka ditekan dan dipaksa untuk mengikuti semua keinginan
orangtua. Ketika di sekolah, mereka mendapati para guru dengan perilaku yang
sama.
Kenali ciri-cirinya
Harus dikatakan secara tegas kepada seluruh orangtua dan juga
para guru, bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa, melainkan mereka ialah
makhluk kecil yang diyakini memiliki potensi diri untuk berkembang.
Namun, karena kesadaran dan pemahaman tentang hal ini sangat
minim, tak jarang ada begitu banyak jenis intervensi orangtua dan guru yang
salah karena tak mengerti tentang proses tumbuh-kembang anak, terutama ketika
mereka berada pada periode emas pertumbuhannya, yaitu pada usia 1-6 tahun. Periode
ini banyak diyakini sebagai fase kritis bagi proses tumbuh kembang anak, baik
secara fisik maupun psikologis.
Jika pertumbuhan anak selalu berkaitan dengan masalah perubahan
fisik dalam hal yang berkaitan dengan besar, jumlah, dan ukuran organ
individu, hal ini dapat diukur melalui ukuran berat, ukuran panjang, besar
lingkaran kepala, dan sebagainya, serta memerlukan proses pemantauan yang
tepat. Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan.
Peristiwa perkembangan ini biasanya berkaitan dengan masalah
psikologis, seperti kemampuan gerak kasar dan halus, intelektual, sosial, dan
emosional.
Aspek perkembangan
anak dapat terbagi dalam enam bagian besar. Satu sama lain saling
memengaruhi. Jika salah satu aspek terhambat perkembangannya, akan menghambat
perkembangan kelima aspek lainnya. Pertumbuhkembangan anak yang optimal jika
keseluruhan aspek berkembang dengan baik dan sesuai usia. Pola pengasuhan dan
peran orangtua sangat besar dalam hal ini. Dukungan dan bantuan orangtua dan
guru ialah dasar yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh aspek secara
optimal.
Pertama, perhatikan aspek motorik kasar anak melalui
kemampuan anak untuk mengontrol gerakan tubuh yang mencakup gerakan-gerakan
otot besar. Perkembangan motorik kasar dapat dilihat dari kemampuan anak
untuk merangkak, berjalan, berlari, melompat, memanjat, berguling, berenang,
dan sebagainya. Aspek kedua ialah motorik halus, yaitu kemampuan anak untuk mengontrol keluwesan jemari tangan
yang dapat dilihat dari kemampuan untuk menyentuh, menjumput, meraih,
mencoret, melipat, memasukkan benda atau makanan ke dalam mulut, dan
sebagainya. Kedua kemampuan motorik ini penting untuk selalu diamati para
guru dan orangtua.
Aspek ketiga ialah kognitif, yaitu
kemampuan anak untuk memproses, menginterpretasikan dan mengategorikan
informasi-informasi yang diperolehnya melalui pancaindra. Kemampuan ini
selanjutnya berkembang menjadi kemampuan berpikir logis yang selanjutnya
menentukan apakah anak mampu memahami lingkungannya.
Aspek keempat, kemampuan bahasa, adalah untuk
melihat perkembangan aspek sosial anak sebagai makhluk sosial, yakni sejak
bayi anak telah bisa berkomunikasi untuk menyatakan perasaan dan
keinginannya, yaitu dengan tangisan, tertawa, dan mengoceh yang merupakan
awal dari perkembangan bahasa. Selanjutnya, anak akan belajar untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa. Kemampuan bahasa selain
membantu anak untuk memahami apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya,
juga untuk dapat dipahami orang lain. Perasaan mampu memahami dan dipahami
dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
Aspek kelima, yaitu emosi, adalah kemampuan anak untuk
mengenali berbagai hal yang dirasakannya, mengekspresikan perasaan dalam
bentuk yang dapat diterima lingkungannya, serta kemampuan untuk mengendalikan
dan mengatasi perasaannya. Kematangan emosi tidak terjadi dengan sendirinya,
tapi secara bertahap dan sangat membutuhkan peran serta guru dan orangtua dan
lingkungan sosial.
Aspek terakhir, keenam, ialah aspek sosial, yaitu kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, memberi respons pada orang lain, dan berbagi. Pengalaman
sosial anak hanya dapat tumbuh dan berkembang dari pengalamannya dengan
orang-orang terdekat. Pola asuhan dan arahan orangtua sangat penting dalam perkembangan
aspek sosial anak.
Dari ciri-ciri tersebut, mungkin ada baiknya jika kita juga
dapat memahami beberapa ciri lain yang berkaitan erat dengan ciri-ciri di
atas, yang dalam bahasa Maria Montessori digambarkan sebagai berikut:
1. Semua anak punya ingatan yang mudah menyerap/cepat belajar.
2. Semua anak belajar melalui bermain dan belajar ide-ide baru,
adaptasi sosial, dan mengatasi masalah-masalah emosi.
3. Semua anak melalui sejumlah tahap perkembangan setiap tahap
saling berkaitan.
4. Semua anak ingin kebebasan dalam menunjukkan
kemampuan/keterampilan yang dimiliki.
Karena itu, mari kenali ciri-ciri tumbuh kembang anak dengan
baik agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama terhadap masa depan
anak-anak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar