Deklarasi Kampung KB
Surya Chandra Surapaty ;
Kepala Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN)
|
KOMPAS, 01 Maret
2016
Deklarasi Kampung KB
yang dicanangkan Presiden Joko Widodo membawa harapan baru untuk Program Kependudukan,
Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga atau KKBPK pada khususnya dan
pembangunan Indonesia pada umumnya.
Kampung KB menjadi
harapan baru karena terkait kegiatan/ program yang dapat memperkuat upaya
pencapaian target/sasaran Pembangunan Bidang Kependudukan dan Keluarga
Berencana 2015-2019. Kampung KB bisa menjadi ikon BKKBN serta dapat secara
langsung bersentuhan dan memberikan manfaat kepada masyarakat di seluruh
tingkatan wilayah.
Harapan baru karena
Kampung KB sesuai tujuannya meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui
Program KKBPK serta pembangunan sektor terkait dalam rangka mewujudkan
keluarga kecil berkualitas. Walaupun pembentukan Kampung KB diamanatkan
kepada BKKBN, Kampung KB merupakan
perwujudan dari sinergi antara beberapa kementerian terkait dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, mitra kerja, dan pemangku kepentingan, serta
tidak ketinggalan partisipasi langsung masyarakat setempat.
Apalah arti sebuah
nama, kata William Shakespeare, begitu pun makna Kampung KB. Bergulirnya
Kampung KB mendapat banyak tanggapan, baik yang mendukung maupun yang
meragukan. Secara etimologis, kampung bermakna sebagai tempat hunian
sekumpulan orang atau keluarga yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya
desa.
Karena itu, Kampung KB
didefinisikan sebagai satuan wilayah setingkat rukun warga, dusun, atau
setara, yang memiliki kriteria tertentu, di mana terdapat keterpaduan Program
KKBPK dan pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan
sistematis. Dalam kondisi itu, tidak ada pengertian untuk membawa kampung
dengan pemahaman tersendiri. Semua harus dalam pengertian "Kampung
Keluarga Berencana".
Tingkatkan kualitas hidup
Pelaksanaan kegiatan
di Kampung KB meliputi empat hal: kependudukan; keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi; ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga
(pembangunan keluarga); dan kegiatan lintas sektor, seperti pemukiman, sosial
ekonomi, kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak-disesuaikan
dengan kebutuhan wilayah Kampung KB.
Dengan demikian,
istilah "KB" pada Kampung KB tidak hanya identik dengan peningkatan
penggunaan kontrasepsi, tetapi lebih luas lagi, yaitu semua sektor yang dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia.
Meski demikian, peningkatan
penggunaan alat kontrasepsi tidak bisa kita pandang sebelah mata. Seperti
kita ketahui, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menunjukkan bahwa pengetahuan tentang alat kontrasepsi di Indonesia sudah
tinggi, yaitu 98,3 persen, tetapi tingginya pengetahuan ini tidak diikuti
penggunaan kontrasepsi.
Penggunaan kontrasepsi
seluruh metode hanya 61,9 persen (metode modern 57,9 persen) saja. Ini dapat
menjadi indikator bahwa pasangan usia subur (PUS) yang mengetahui tentang
kontrasepsi belum tentu setuju dengan kontrasepsi karena berbagai alasan yang
dapat kita kaji lebih dalam melalui program Kampung KB ini.
Pada prinsipnya,
penggunaan kontrasepsi bukan sekadar membatasi jumlah kelahiran dalam sebuah
keluarga, melainkan kontrasepsi punya manfaat yang jauh lebih luas.
Kontrasepsi pada PUS yang baru menikah dapat digunakan sebagai alat untuk
menunda kehamilan. Misalnya, sepasang suami istri yang merasa masih
memerlukan kesiapan fisik dan mental untuk memiliki buah hati dapat
menggunakan alat kontrasepsi.
Bagi PUS yang telah
memiliki satu anak, kontrasepsi digunakan untuk memberi jarak dengan
kelahiran berikutnya. Hal ini selain agar anak pertama yang dilahirkan
mendapatkan gizi yang cukup karena tidak adanya dua balita dalam satu
keluarga, juga untuk menjaga kesehatan ibu agar fisik ibu yang baru
melahirkan pulih terlebih dahulu.
Tingginya angka
kematian ibu di Indonesia, yaitu 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup,
salah satunya disebabkan terlalu rapatnya jarak kelahiran. PUS yang sudah
merasa cukup memiliki anak juga harus menggunakan kontrasepsi. Usia ibu yang
bertambah, terutama di atas 35 tahun, juga faktor risiko kematian ibu dan
bayi serta menyebabkan tingginya angka kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Angka unmet need
(kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi) yang masih tinggi pada SDKI
2012, yaitu 11,4 persen, jelas menunjukkan bahwa kontrasepsi masih sangat
dibutuhkan dalam masyarakat.
Keberhasilan Program
KB pada masa lalu dipicu adanya kesatuan perintah sebagai wujud dari komitmen
nasional. Pada saat itu, setiap wilayah wajib mengelola Program KB Nasional
tersebut, bahkan dijadikan salah satu kriteria sukses bagi kepala daerah
sehingga Program KB menjadi bagian integral dalam program pembangunan sektor dan
wilayah.
Karena itu,
keberhasilan Kampung KB sangat dipengaruhi empat faktor utama, yaitu komitmen
yang kuat dari para pemangku kebijakan di semua tingkatan (kabupaten,
kecamatan, desa/kelurahan); intensitas opini publik tentang Program KKBPK
beserta integrasinya dengan lintas sektor; optimalisasi fasilitasi dan
dukungan mitra kerja/pemangku kepentingan; serta semangat dan dedikasi para
pengelola program di seluruh tingkatan wilayah dan para petugas lini lapangan
KB (Penyuluh Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana).
Mewujudkan Nawacita
Karena merupakan
amanah langsung dari Presiden, Kampung KB diharapkan dapat menjadi program yang terintegrasi dengan berbagai
program pembangunan lainnya sehingga cita-cita pembangunan Indonesia yang tertuang
dalam 9 Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita) terwujud, khususnya adalah
mewujudkan Agenda Prioritas ke-5, yakni "Meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia" dan Agenda Prioritas ke-3, yakni "Memulai
pembangunan dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan".
Akhirnya, Kampung KB
pada dasarnya merupakan implementasi revolusi mental berbasis keluarga yang
disesuaikan dengan kearifan lokal. Mengubah paradigma bahwa membangun
masyarakat dari pinggiran bukanlah semata-mata harapan, melainkan lebih
kepada bagaimana memosisikan Program KB sebagai upaya membangun kesejahteraan
dengan prioritas masyarakat yang membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.
Inilah wujud dari
revolusi mental untuk mempersiapkan generasi muda sehingga bisa menikmati
bonus demografi dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Namun,
SDM berkualitas hanya mungkin tercipta apabila ada kompetensi dan karakter
mumpuni. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar