Indonesia dan Asian Games 2018
Siswono Yudo Husodo ;
Ketua Yayasan Pendidikan
Universitas Pancasila
|
KOMPAS, 29
Februari 2016
Asian Games XVIII
tahun 2018 di Jakarta dan Palembang sedang dipersiapkan pemerintah.
Pembenahan dan pembangunan arena untuk pertandingan 37 cabang olahraga serta
upacara pembukaan dan penutupan sedang dikerjakan.
Pemerintah
menganggarkan Rp 500 miliar untuk merenovasi Kompleks Gelora Bung Karno,
meliputi arena akuatik, tenis indoor, gedung Istora, lapangan panahan, dan
Stadion Madya untuk pertandingan atletik. Total disiapkan Rp 10 triliun untuk
menggelar Asian Games.
Presiden Jokowi pada
2018 nanti akan menjadi Presiden RI kedua yang membuka Asian Games setelah
Bung Karno tahun 1962. Sejak 1951 sampai 2018, Asian Games diselenggarakan 18
kali dengan tuan rumah satu kali oleh Filipina (1954), Qatar (2006) dan Iran
(1974); dua kali oleh India (1951,1982), Jepang (1958, 1994), Tiongkok (1990,
2010), dan Indonesia (1962, 2018); tiga kali oleh Korea Selatan (1986, 2002,
2014); dan Thailand empat kali (1966,
1970, 1978, 1998). Adalah tepat untuk melihat kurun waktu antara
penyelenggaraan dua Asian Games di Tanah Air sebagai sebuah ruang waktu
reflektif.
Pesta olahraga sebesar
Asian Games, seperti juga Olimpiade atau Piala Dunia Sepak Bola, selalu
menjadikan negara tuan rumah sorotan internasional; kesempatan menunjukkan
pada dunia, aneka keberhasilan dan kemajuan yang telah dicapainya dalam semua
aspek peradaban.
Waktu Asian Games IV
diselenggarakan di Jakarta 1962, Indonesia baru beranjak dari negara jajahan ke negara merdeka yang
modern. Berbagai fitur kota yang baru selesai dibangun mulai menyaingi
bangunan peninggalan masa penjajahan dalam lanskap kota. Bangga menjadi
bangsa merdeka yang menginspirasi banyak bangsa untuk membebaskan diri dari
penjajahan, lapangan Ikada di depan Istana diganti nama menjadi Medan Merdeka
dan di tengahnya dibangun Monumen Nasional yang di puncaknya ada api nan tak
kunjung padam terbuat dari emas yang menunjukkan semangat bangsa ini. Ke arah
selatan dibangun bulevar 12 jalur
membentang sampai Kebayoran, dilengkapi Jembatan Semanggi.
Di sekitar poros ini
dibangun gedung Bank Indonesia berarsitektur tropis modern yang khas dan
Hotel Indonesia, hotel bertingkat tinggi pertama di Indonesia, dengan tugu
Selamat Datang di kolam bundar di seberangnya. Kompleks Olahraga Senayan
dibangun berkelas olimpik lengkap dengan wisma atlet. Stadionnya, yang
berukuran raksasa, dibangun kontraktor lokal dengan bantuan teknisi Rusia
dengan atap temu gelang yang pada waktu itu terbesar di dunia. Juga sudah
dibangun Masjid Istiqlal, masjid terbesar di dunia, sebelum Masjidil Haram
dan Masjid Nabawi diperluas. Masjid ini arsiteknya F Silaban yang beragama
Kristen; letaknya berdekatan dengan Gereja Katedral, menjadi simbol majunya
budaya toleransi atas keberagaman di Indonesia.
Presiden Soekarno,
seperti dikutip Harian Merdeka, 1 Maret 1962, menyatakan bahwa Asian Games
adalah bagian dari nation building, guna meningkatkan kebanggaan dan kepercayaan diri rakyat Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka, bahagia, dan terhormat. Dengan wajah baru ibu
kota Jakarta tahun 1962, lompatan pencapaian teknologi konstruksi untuk
membangun aneka bangunan baru, serta prestasi olahraga yang diraih Indonesia di pesta tersebut dengan
11 emas, 12 perak, 28 perunggu,
runner-up setelah Jepang yang juara umum, dengan Sarengat sebagai juara lomba
lari 100 meter putra, tujuan Bung Karno menyelenggarakan Asian Games IV
tercapai.
Ajang promosi
Asian Games XVIII 2018
diharapkan menjadi promosi yang baik bagi Indonesia yang sudah banyak
mengalami perubahan sosial-ekonomi dari posisi 1962. Menurut IMF, tahun 2018 PDB Indonesia akan
mencapai 1,48 triliun dollar AS, urutan ke-16 dunia, bersanding dengan
negara-negara maju G-20. Juga digolongkan dalam kelompok Emerging And
Growth-Leading Economies (EAGLE) 10, yang terdiri dari BRIC (Brasil, Rusia,
India, dan Tiongkok) plus Korea, Indonesia, Meksiko, Turki, Mesir, dan
Taiwan. Dengan penduduk sekitar 266 juta orang, per kapitanya sekitar 4.197dollar
AS, meningkat sangat tinggi dari angka
saat Asian Games 1962 yang 100 dollar AS.
Berkat gencarnya
pembangunan infrastruktur di banyak wilayah oleh pemerintahan Presiden
Jokowi, wajah Indonesia yang lebih maju akan hadir di 2018. Jakarta dan
Palembang sebagai tempat perhelatan digelar akan memiliki fasilitas
transportasi publik standar negara maju. Melengkapi ratusan gedung pencakar
langit pusat bisnis, hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan serta jaringan
jalan tol dalam kota, Jakarta akan memiliki jaringan subway MRT di pusat
kota, serta 83,6 kilometer LRT yang menghubungkan wilayah suburban serta
jaringan busway yang saling terintegrasi. Dengan biaya Rp 7,2 triliun,
Palembang membangun 22,5 kilometer LRT yang akan membelah Kota Palembang
dilengkapi 13 stasiun. Pada 2018, secara nasional banyak infrastruktur baru
yang mulai beroperasi, seperti Bandara Kertajati Subang, jaringan Tol
Trans-Jawa, Tol Bandar Lampung-Palembang, angkutan KA di Sulawesi,
Kalimantan, dan Papua, dan sebagainya.
Dari 1962 hingga 2018,
wajah Asia juga berubah. Tahun 1962, negara Singapura belum ada; India,
Malaysia, Tiongkok, dan Korea Selatan masih tergolong negara miskin, sama
dengan Indonesia. Negara-negara Timur Tengah belum menikmati oil boom yang mengantar mereka ke kelompok negara
berpendapatan tinggi. Kemiskinan adalah wajah umum di seluruh Asia. Praktis
hanya Jepang yang sejahtera dan modern. Namun, pada 2018, Asia telah mapan
menjadi pusat ekonomi dunia. Dua dari lima negara dengan perekonomian
terbesar dunia ada di Asia, yaitu Tiongkok dan Jepang. Sementara Eropa
(Jerman), Amerika Utara (AS), dan Amerika Selatan (Brasil) masing-masing
satu, serta tak ada dari Afrika.
Di tengah posisi Asia
yang semakin strategis dalam percaturan ekonomi-politik dunia, posisi Indonesia
di kalangan negara-negara kunci di Asia cenderung tertinggal. Dalam IMF
outlook terbitan April 2015 disebutkan, PDB per kapita Indonesia di 2018
nanti 4.197 dollar AS, terpaut jauh dari Malaysia (13.630 dollar AS),
Thailand (6.626 dollar AS), Singapura (61.835 dollar AS), dan Korea Selatan
(33.753 dollar AS). Padahal, tahun 1962, praktis PDB per kapita negara-negara
tersebut tidak terpaut banyak.
Pada masa lalu, negara
seperti AS, Jerman, dan Jepang disusul Korea Selatan, Brasil, Tiongkok, dan
India, untuk mencapai kemajuan ekonomi harus menguasai ilmu pengetahuan dan
menghasilkan teknologi karya bangsa sendiri, menjadi produsen produk-produk
teknologi mutakhir yang unggul. Indonesia melaju mencapai PDB per kapita
sebagai negara berpendapatan menengah lebih karena kita memiliki penduduk
yang banyak dan menjadikan Indonesia basis produksi industri dari perusahaan
asing. Di tahun 2018 tersebut, peran
asing dalam perekonomian nasional juga meningkat.
Keluar dari ketertinggalan
Istilah made in
Indonesia dan kampanye cinta produk dalam negeri memiliki pengertian semua
yang dibuat di Indonesia, tak terkait nasionalitas proses produksi dan
kepemilikannya. Mobil Toyota adalah made in Indonesia, begitu juga TV
Samsung, meski Toyota merek asal Jepang dan Samsung merek asal Korea. Membeli
barang-barang tadi bersama aktivitas menikmati ayam goreng Kentucky Fried
Chicken, hamburger McDonald, dan kopi di Starbucks, tak disadari melibatkan
penggunaan devisa. Nasionalitas ekonomi yang kabur juga menjalar ke proyek-proyek
bersifat monumental. Jembatan penghubung Jawa dan Madura, Suramadu, sepanjang
5.438 meter, terpanjang di Indonesia saat ini, yang secara teknis
sesungguhnya sudah dapat dikerjakan kontraktor nasional, sudah dibangun Tiongkok dari Agustus 2003
hingga Juni 2009.
Kita juga mendengar
pemrakarsa Jembatan Selat Sunda sepanjang 31 kilometer berniat menggandeng
perusahaan Tiongkok sebagai pelaksana. Menurut hemat saya, semua hal yang
bersifat monumental sebaiknya didesain dan dikerjakan perusahaan nasional. Monumen
adalah simbol peradaban, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
manajemen; simbol tatanan masyarakat yang maju, tertib, dan beradab. Nenek
moyang kita 1.200 tahun lalu membuat Candi Borobudur yang di bidang bangunan merupakan state of the art dari zamannya.
Apakah kebanggaan kita pada Monas akan sama seandainya monumen itu dulu
dibangun asing? Kereta api kita sepatutnya dimodernisasi, tetapi marilah kita
lakukan dengan semangat make by ourself,
dengan technical assistance dari ahli-ahli internasional
di bidang ini, seperti Pindad
menghasilkan Panser Anoa. PAL menghasilkan kapal perang dan PT Dirgantara
Indonesia menghasilkan N-219, karena semangat dan tekad itulah yang telah
mengantar kemajuan India, Brasil, dan Tiongkok sampai mampu membuat kereta
supercepatnya sendiri walau waktu itu
juga belum pernah membuatnya. Di 2008, Tiongkok belajar membuat KA
supercepat dari Beijing-Tianjin menggunakan teknologi Bombardier dari Kanada
berkecepatan 320 kilometer per jam dan sekarang kereta tercepat dunia ada di
Tiongkok (Shanghai-Airport, teknologi maglev dari Jerman, 350 kilometer per
jam), Tiongkok juga memiliki jalur kereta supercepat yang terbanyak di dunia.
Peningkatan pendapatan
per kapita tak bisa dicapai tanpa inovasi di banyak sektor. Bank Dunia melaporkan, saat ini tujuh dari
10 produk ekspor utama Indonesia bahan mentah. Indonesia berpopulasi nyaris
separuh ASEAN, tetapi hanya menyumbang 15 persen ekspor manufaktur kawasan
ini. Thailand hanya 15 persen populasi ASEAN, tetapi menghasilkan 34 persen
ekspor manufaktur ASEAN.
Peningkatan
kesejahteraan juga banyak bergantung besarnya kegiatan ekonomi yang dilakukan
warga sendiri, seperti di negara maju. Pada Asian Games IV tahun 1962,
Presiden Soekarno baru saja menasionalisasi perkebunan-perkebunan milik
asing. Saat Asian Games XVIII tahun 2018, banyak perkebunan milik pengusaha
nasional dibeli asing. Kepemilikan asing di perkebunan sawit sekitar 2 juta
hektar. Nasionalisasi aset asing tak bisa dibenarkan karena melanggar hukum internasional, tetapi
semangatnya untuk memperbesar porsi nasional dalam kegiatan ekonomi melalui
cara-cara sesuai ketentuan hukum internasional perlu dijalankan. Kenyataan
juga menunjukkan, Alfamart sudah dikuasai Carrefour dan Aqua 75 persen
dimiliki Danone, keduanya dari Perancis; Teh Sariwangi dimiliki Unilever dari
Inggris; susu SGM 82 persen dikuasai Numico, Belanda. Rokok Sampoerna 97
persen dijual ke Philip Morris, AS; Supermarket Hero sudah milik Dairy Farm
International, Malaysia; Bank BCA, Bank Niaga, Bank Danamon, Bank BII sudah milik asing. Semen Tiga
Roda, 61,70 persen milik Heidelberg Jerman; Semen Gresik milik Cemex Mexico;
Semen Cibinong milik Holchim Swiss. Kondisi ini banyak yang menyatakan
Indonesia sudah lebih maju karena lebih terbuka. Porsi kepemilikan asing sepatutnyalah
dibatasi.
Menjadi tuan rumah
Asian Games perlu kita jadikan
momentum keluar dari ketertinggalan karena kita negara berwilayah darat
terluas keempat di Asia, sesudah Tiongkok, India, dan Arab Saudi, dengan
lautan terluas di Asia, berpenduduk terbanyak ketiga di Asia setelah Tiongkok
dan India. Kita harus mencapai apa yang layak untuk sebuah bangsa besar, juga
di bidang olahraga, karena pencapaian
prestasi olahraga suatu negara bangsa menunjukkan tingkat perhatian pada
upaya peningkatan kualitas SDM.
Kerja keras untuk
keberhasilan Asian Games XVIII tahun 2018 sangat diperlukan mengingat
ketertinggalan kita di bidang olahraga yang dalam beberapa Asian Games
terakhir selalu di bawah prestasi Thailand. Padahal, pada 1962, Thailand
belum masuk hitungan dan kita di atas Tiongkok dan Korea Selatan yang dalam dua Olimpiade terakhir selalu masuk
10 besar pengumpul medali; sementara sepak bola, olahraga terpopuler di
Nusantara, perlu segera dipimpin orang yang terpercaya yang tak terkait banyak
peristiwa memalukan, seperti sepak bola gajah, pengaturan skor, mafia judi
bola, dan prestasi rendah. Selamat bekerja dan berusaha untuk pemerintah,
olahragawan nasional yang terpilih tampil di Asian Games 2018 dan masyarakat
luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar