Pertamina
Tidak Mampu Bangun Kilang
Fahmy Radhi ; Pengamat Ekonomi Energi UGM ;
Mantan Anggota Tim
Reformasi Tata Kelola Migas
|
INDONESIANA,
29 Oktober
2017
Kendati belum kinclong,
pencapaian Pemerintahaan Jokowi di bidang kemanidirian energi dinilai sudah
pada jalur yang tepat (the right traack). Capaian itu, di anataranya
pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif, BBM Satu Harga,
percepatan elektrifikasi di 25.000 desa,
pembangunan jaringan gas untuk rumah tangga, pengembangan Energi Baru
dan Terbarukan (EBT). peningkatan iklim investasi yang semakin kondusif
dengan mengubah contract regime dari Product Sharing Contract menjadi Gross
Split Contract, serta pengambil-alihan Blok Mahakam dan Freeport.
Namun, tidak semua program
kemandirian energi Jokowi dapat dicapai sesuai target. Selain Proyek Listrik
35.000 MW, Pemerintahan Jokowi belum berhasil mengurangi ketergantungan impor
BBM, bahkan volume impor BBM justru cenderung meningkat. Pada 2014, konsumsi
BBM sudah mencapai 1.450 ribu barrel per hari, sedangkan kapasitas Kilang
Minyak terpasang sebesar 860 ribu barrel per hari, sehingga dibutuhkan impor
BBM sekitar 590 ribu barrel per hari. Pada April 2017, konsumsi BBM meningkat
menjadi 1.740 ribu barrel per hari,
sedangkan kapasitas Kilang terpasang naik hanya sedkit menjadi 920 ribu
barrel per hari, sehingga impor BBM naik menjadi 820 barrel per hari, hampir mencapai 50%
dari total konsumsi BBM.
Mengetahui data impor BBM itu,
Presiden Jokowi memperingatkan dengan mengatakan: “Saya kira kita tahu
semuanya 50% produksi dari dalam dan 50% kurang lebih kita masih tergantung
impor. Saya kira ke depan sangat berbahaya sekali apabila kondisi ini masih
kita pakai terus menerus, tanpa kita melakukan riset, tanpa kita melakukan
terobosan dalam membangun kemandirian energi kita," Peringatan itu,
secara implisit menunjukkan kekecewaan Presiden Jokowi bahwa pencapaian
kemandirian energi melalui pengurangan ketergantungan impor BBM tidak akan
tercapai.
Kegagalan mengurangi
ketergantungan impor BBM disebabkan kenaikkan konsumsi BBM yang lebih besar
dari produksi BBM dalam negeri, akibat keterbatasan kapasitas Kilang Minyak
yang dioperasikan oleh Pertamina. Pasalnya, Pertamina tidak pernah membangun
Kilang Minyak baru sama sekali dalam 20 tahun terakhir. Padahal Kilang Minyak
Pertamina merupakan kilang-kilang yang sudah tua-renta. Bahkan kilang yang
dibangun pada zaman Penjajahan Belanda, antara lain Kilang Balik Papan (1894)
dan Kilang Plaju (1903), masih saja digunakan. Sedangkan Kilang Minyak yang
dibangun Pertamina umumnya juga sudah relatif tua, di antaranya Kilang Dumai
(1971), dan Kilang Cilacap (1976), serta Kilang Kasim, yang terkahir dibangun
pada 1997.
Direktur Utama Dwi Sotjipto
sesungguhnya sudah untuk melakukan berbagai upaya untuk mengurangi
ketergantungan impor BBM secara bertahap. Bahkan Soetjipto mematok target
pada 2023 Indonesia akan mencapai swasembada BBM, semua kebutuhan BBM akan
dipasok dari Kilang Minyak dalam negeri. Upaya untuk menambah kapasitas
Kilang Minyak dengan melakukan pengembangan dan modifikasi existing Kilang
dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Pembangunan Kilang
baru. Total penambahan kapasitas Kilang Minyak melalui RDMP dan GRR
ditergetkan sebesar 2 juta barrel per hari, yang akan diselesaikan pada
2022. Sedangkan konsumsi BBM pada
periode yang sama diproyeksikan mencapai 1,9 juta barel per hari, sehingga
pada 2023 Indonesia tidak akan impor BBM lagi.
Untuk mencapai target itu,
Pertamina menjalankan 4 Proyek RDMP Kilang CIlacap, Balik Papan, Balongan dan
Dumai, serta 2 Proyek Gross Root Refinery (GRR). Setiap Proyek RDMP
membutuhkan dana investasi sekitar US$ 5 miliar atau sebsesar Rp 67,5 triliun (asumsi US$ 1 setara Rp. 13.500). Sedangkan
satu Proyek GRR dubutuhkan dana investasi
sekitar US$ 12,5 miliar atau setara Rp. 168,75 triliun. sekitar US$ 45
miliar atau setara Rp. 607,5 triliun.
Memang berat bagi Pertamina
untuk menyediakan dana investasi sebesar itu. Namun penyelesaian semua Proyek
RDMP dan GRR merupakan suatu keniscayaan yang harus direalisasikan tepat
waktu sesuai target, seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi. Namun,
manajemen baru di bawah direktur utama Elia Massa Manik ternyata tidak
memiliki kemampuan keuangan untuk menyelesaikannya, sesuai yang ditargetkan
oleh manajemen lama di bawah direktur utama Dwi Soetjipto. Pertamina harus
menunda waktu penyelesaian RDMP dan GRR antara 1 hingga 3 tahun, sehingga
target untuk swasembada BBM pada 2023 tidak akan dapat dipenuhi.
Untuk mengatasi ketidakmampuan
dalam menyediakan dana, Pertamina harus menawarkan sejumlah saham Proyek RDMP
kepada swasta. Kalau perlu proporsi kepemilikan saham swasta lebih besar dari
pada proporsi Pertamina. Selain itu, Pemerintah harus mendorong dan
memberikan kesempatan kepada swasta untuk membangun Kilang Minyak baru.
Masuknya swasta, baik dalam Proyek RDMP dan GRR, maupun dalam Proyek
Pembangunan Kilang baru sesungguhnya sangat dimungkinkan. Lantaran Menteri
ESDM sudah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 35 Tahun 2006
Tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri oleh Badan
Usaha Swasta.
Agar investor swasta tertarik
untuk masuk pada investasi Proyek Pengembangan dan Pembangunan Kilang Minyak
di Indonesia, Pemerintah harus memberikan kemudahan dan fasilitas, serta
insentif kepada investor swasta.
Insentif itu berupa percepatan pembebasan tanah dan perizinanan, serta memberikan fasilitas insentif fiskal dan
non-fiskal. Selain itu, Kilang Minyak baru yang dibangun harus dapat
diintegrasikan, tidak hanya untuk menghasilkan BBM, tetapi dapat juga untuk menghasilkan produk-produk
petro-kimia, sehingga tercapai kapasitas keekonomian (economic of scale)
Upaya untuk melibatkan swasta
akan menjadi solusi untuk mengatasi ketidakmampuan Pertamina dalam
menyelesaikan proyek pengembangan dan pembangunan kilang minyak sesuai target
ditetapkan. Tanpa ada solusi mengatasi ketidakmampuan Pertamina, jangan harap
program kemandirian energi Presiden Jokowi,
dalam pengurangan ketergantungan impor BBM, dapat diwujudkan selama
periode Pemerintahan Jokowi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar