Menuntut
Klarifikasi
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar Hukum
Internasional UI, Jakarta
|
KOMPAS,
25 Oktober
2017
Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo pada saat hendak menghadiri acara Chiefs of Defense Conference on
Country Violent Extremist Organization di Amerika Serikat pada 23-24 Oktober
mendapat pemberitahuan dari maskapai Emirates bahwa dirinya tidak
diperbolehkan masuk Amerika Serikat.
Maskapai secara prosedural
kemungkinan melakukan pengecekan berdasarkan manifes ke Kepabeanan dan
Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat (US Customs and Border Protection)
dan mendapatkan informasi bahwa nama Gatot Nurmantyo dilarang memasuki
wilayah AS. Padahal, Panglima TNI memiliki visa yang masih berlaku.
Segera setelah ada pelarangan,
Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktur Jenderal Amerika Eropa mendapat
informasi dari pihak AS bahwa penolakan ini akibat masalah internal di
Pemerintah AS. Tidak ada info lebih lanjut terkait masalah internal apa.
Menlu RI Retno LP Marsudi sudah melakukan hal yang tepat dengan meminta Dubes
RI untuk AS mendapatkan klarifikasi atas pelarangan ini. Menlu juga meminta
agar Wakil Dubes AS di Indonesia memberi klarifikasi.
Atas insiden ini Dubes AS di
Indonesia telah meminta maaf pada Minggu (22/10) waktu Indonesia dan
memuatnya dalam laman Kedubes AS. Permintaan maaf juga disampaikan oleh
Menteri Pertahanan AS kepada Menteri Pertahanan RI pada pertemuan
antarmenteri pertahanan ASEAN dan AS di Filipina.
Namun, kedua pejabat itu tidak
memberi klarifikasi apa penyebab pelarangan oleh US Customs and Border
Protection.
Urgensi klarifikasi
Berdasarkan permintaan maaf
dari dua pejabat AS ini, jelas kesalahan tidak pada birokrasi di Indonesia.
Jika kesalahan berada di birokrasi Indonesia dan Panglima TNI berani melapor
kepada Presiden Joko Widodo dan menyampaikan kepada Menlu RI atas pelarangan
dirinya, tentu ini berakibat negatif terhadap Panglima TNI. Meski Pemerintah
AS saat ini telah memperbolehkan Panglima TNI berkunjung ke AS, tidak semudah
itu Pemerintah Indonesia seharusnya menerima permohonan maaf.
Bagi pemerintah saat ini yang
dibutuhkan adalah klarifikasi dari Pemerintah AS. Paling tidak tiga alasan
penting.
Pertama, di era keterbukaan
yang saat ini berlangsung di Indonesia, alasan pelarangan perlu diketahui
secara jelas. Ini tidak hanya dibutuhkan untuk Pemerintah Indonesia, tetapi
juga oleh publik di Indonesia.
Kedua, tanpa klarifikasi, maka
akan ada spekulasi di masyarakat dan media di Indonesia atas apa yang menjadi
alasan bagi pelarangan. Spekulasi dapat berkembang secara liar di media
sosial dan tidak terbendung. Akibatnya, muncul persepsi negatif publik
Indonesia terhadap AS khususnya AS di bawah pemerintahan Donald Trump.
Ketiga, mengingat Indonesia
akan segera memasuki tahun politik, maka spekulasi pelarangan akan menjadi
komoditas politik. Pihak-pihak tertentu akan menganggap ada campur tangan
Pemerintah AS dalam proses pilpres di Indonesia. Saat ini telah berkembang
spekulasi politik yang menganggap pemerintahan Jokowi telah bermain mata
dengan otoritas AS untuk pelarangan ini. Suatu spekulasi yang perlu
dipertanyakan kebenarannya.
Berbagai spekulasi tersebut
jika tidak mendapat klarifikasi oleh Pemerintah AS akan membuat pemerintahan
Jokowi melakukan tindakan yang keras dan tegas terhadap insiden ini.
Jelas Presiden Jokowi tidak
ingin publik memercayai spekulasi bahwa pemerintahannya bermain mata dengan
otoritas di AS. Bagi Presiden, tidak ada pilihan lain untuk menuntut
klarifikasi dari Pemerintah AS. Ini yang akan berdampak besar terhadap
hubungan Indonesia-AS.
Presiden dapat saja meminta
Menlu RI melakukan protes diplomatik. Jika tidak diindahkan, pemerintah dapat
memanggil pulang Dubes RI di AS untuk berkonsultasi. Waktu konsultasi pun
tidak ditentukan berapa lama. Jika tidak juga diklarifikasi, bukannya tidak
mungkin pemerintah melakukan pengusiran atau persona non grata terhadap
diplomat AS di Indonesia. Bahkan, pemerintah dapat membekukan kerja sama
strategis yang saat ini ada atau di masa mendatang akan berjalan.
Dalam konteks ini tidak ada
pilihan lain bagi AS untuk memberi klarifikasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar