Pidato
Pertama Gubernur DKI Anies Baswedan
Anies Baswedan ; Gubernur DKI Jakarta
2017-2022
|
MEDIA
INDONESIA, 16 Oktober 2017
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil alamin.
Washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin wa'ala
alihi wasohbihi aj ma'in.
Amma ba'du.
Saudara-saudara semua warga Jakarta.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya.
Saudara-saudara semua,
Lembar baru bagi Jakarta malam
hari ini telah dibuka. Saudara semua, hari ini lembar baru kembali dibuka
untuk perjalanan panjang kota Jakarta, ketika niat lurus telah dituntaskan
ketika ikhtiar gotong royong dalam makna yang sesungguhnya dan didukung
dengan doa yang tanpa henti dipanjatkan maka pertolongan Allah SWT telah
datang. Tak ada yang bisa menghalangi apa yang telah ditetapkan oleh-Nya. Tak
ada pula yang bisa mewujudkan apa yang telah ditolak-Nya.
Warga Jakarta telah bersuara
dan telah terpaut dalam sebuah rasa yang sama yaitu keadilan bagi semua. Maka
dengan mengucap syukur dan doa kepada Allah SWT yang Maha Penolong, Yang Maha
Melindungi. Alhamdulillah sebuah fase perjuagan telah dilewati.
Hari ini sebuah amanat besar
diletakkan di pundak kami berdua. Sebuah amanat yang harus
dipertanggungjawabkan dunia akhirat, hari ini adalah penanda awal perjuangan
dalam menghadirkan kebaikan dan keadilan yang diharapkan oleh seluruh warga
Jakarta yaitu maju kotanya bahagia warganya.
Hari ini saya dan Bang Sandi
dilantik jadi gubernur dan wagub, bukan bagi para pemilih kami saja tetapi
bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya saling bergaNdengan sebagai sesama
saudara, sesama rumah untuk memajukan kota Jakarta.
Holong manjalak holong, holong
manjalak domu. Begitu pepatah Batak mengatakan kasih sayang mencari kasih
sayang, kasih sayang menciptakan persatuan. Ikatan yang kemarin sempat
tercerai mari ikat kembali. Mari kita rajut kembali, mari kita kumpulkan
energi yang terserang menjadi energi untuk menbangun kota ini sama sama.
Jakarta adalah tempat yang
dipenuhi oleh sejarah, setiap sudut di kota ini menyimpan lapisan kisah
sejarah yang dilalui ratusan bahkan ribuan tahun. Jakarta tidak dibangun baru
kemarin sejak era Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia hingga kini Jakarta adalah
sejarah pergerakan peradaban manusia.
Jakarta adalah melting pot.
Jakarta adalah pusat berkumpulnya berbagai manusia dari seluruh Nusantara.
Bukan hanya Nusantara bahkan penjuru dunia. Di kota ini interaksi adalah
bagian dari sejarahnya. Di kota ini pula masyarakat Betawi telah menjadi
sebaik-baiknya tuan rumah bagi Jakarta.
Di kota ini, semua sejarah
penting republik ditorehkan. Dua km letaknya dari tempat kita berkumpul, para
pemuda berkumpul di Kramat Raya mengumandangan satu tanah air, satu bangsa
dan satu bahasa. Satu km dari tempat kita berkumpul, di situ para perintis
kemerdekaan berkumpul menyusun visi republik ini, sekarang kita sebut sebagai
Pancasila. Di situ mereka merumuskan garis depan, garis depan. Janji
kemerdekaan dituliskan di tempat itu.
Tiga km dari kita berkumpul, di
Pegangsaan Timur, dikumandangkan proklamasi kemerdekaan kita. Saudara
sekalian di tanah ini semua cita cita bangsa diungkapkan karena itu kita
tidak boleh di tanah ini janji kemerdekaan tak terlunaskan oleh warganya.
Republik ini menjanjikan
kesejahteraan maka di ibukota harus hadir kesejahteraan. Republik ini
menjanjikan pelindungan maka di ibukota harus ada perlindungan. Republik ini
menjanjikan mencerdaskan kehidupan bangsa maka di ibukota harus hadir ikhtiar
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan ketika republik ini tegas
tegas mengatakan bahwa visinya adalah menghadirkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, maka insyaallah kita sama-sama kita tunaikan
ikhtiar itu.
Jakarta ini satu dari sedikit
kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan
mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh
tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan
mata. Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka maka janji janji
itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta.
Dulu kita semua pribumi
ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah
di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah
Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami.
Kita yang bekerja keras untuk
merebut kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme.
Kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita
menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila.
Jakarta bukan hanya sekedar
kota, dia adalah ibukota maka di kota ini Pancasila harus mengejawantah,
Pancasila harus memjadi kenyataan. Setiap silanya harus terasa dalam
keseharian. Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan di setiap sendi kehidupan
ibukota. Indonesia bukanlah negara berdasarkan satu agama. Namun Indonesia
juga bukan sebuah negara yang alergi agama apalagi anti agama. Ketuhanan
selayaknya menjadi landasan kehidupan warga dan kehidupan bernegara
sebagaimana sila pertama Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang kedua ,prinsip ketuhanan
ini diwujudkan dalam hadirnya rasa kemanusiaan, hadirnya rasa keadilan bagi
seluruh rakyat tanpa ada yang terpinggirkan, terugikan, apalagi yang tidak
dimanusiakan dalam kehidupannya. Karena itu mari kita hadirkan Jakarta yang
manusiawi. Jakarta yang berada sebagaimana prinsip Pancasila kita sila kedua,
kemanusiaan yang adil dan beradab. Perjuangan selanjutnya menghadirkan
persatuan dalam kehidupan kota.
Tidak hanya merayakan keragaman
tapi mari kita merayakan persatuan. Seringkali kita melewatkan persoalan
persatuan. Ada pepatah Aceh mengatakan 'Cilaka rumah tanpa atap, cilaka
kampung tanpa guyub'. Persatuan dan keguyuban ini yang harus kita
perjuangkan.
Dimulai dari meruntuhkan sekat
sekat yang menjadi penghalang antar komponen masyarakat. Terutama pemisah
antar mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi dan tidak. Mari kita hadirkan
Jakarta yang bersatu bagi semua karena ruang interaksi terbuka bagi semuanya.
Dalam mewujudkan prinsip itu,
mari kita kembalikan musyawarah menjadi tradisi kita. Bagaimana sila keempat
di dalam Pancasila kita yang bunyinya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Karena itu, majelis-majelis
warga akan dihidupkan kembali.
Semua majelis majelis warga
dihidupkan, kota ini tidak boleh hanya sekedar perintah gubernur sampai ke
bawah. Dengarkan kata rakyat maka kita hidupkan seluruh majelis-majelis yang
ada di kota ini.
Ada banyak majelis. Kita
hidupkan semuanya. Musyawarah kota terutama untuk menghasilkan kesepakatan
dan kesepahaman. Kalau kata orang Minang, istilahnya dalam kesepakatan itu
terkandung tuah tentang kebermanfaatan.
Yang kelima, di ujungnya dan
ini yang paling mendasar. Ini paling penting, yang kita perjuangkan sama sama
sepanjang kampanye kemarin. Adalah pelaksanaan sila kelima yang bunyinya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu yang akan kita jadikan
fondasi di Jakarta.
Kita jadi ingat pada saat dulu
republik ini dibuat, pesannya jelas. Kita tidak hendak membangun satu negara
untuk sekelompok orang. Dan Bung Karno mengatakan demikian. Kita hendak
membangun satu negara untuk semua bukan untuk satu orang, satu golongan,
bukan untuk satu golongan bangsawan maupun golongan orang kaya tapi untuk
semua karena iru pengambilan kebijakan di kota ini harus lah bisa didasarkan
pada kepentingan publik.
Pengelolaan tanah, pengelolaan
air, pengelolaan teluk, dan pengelolaan pulau tidak boleh diletakkan atas
dasar kepentingan itu, pengelolaan itu semua tidak boleh untuk kepentingan
satu golongan, tidak boleh untuk satu perhimpunan, tidak boleh untuk
kepentingan korporasi tetapi itu untuk kepentingan untuk warga Jakarta semua.
Semua untuk semua. Jakarta untuk semua. Inilah semangat pembangunan yang kita
letakkan sama sama untuk Jakarta.
Gubernur dan wakil gubernur
tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus menghadirkan keadilan bagi semua.
Namun jelas kami tegaskan bahwa tekad kita adalah mengutamakan pembelaan yang
nyata kepada mereka yang selama ini tak mampu membela dirinya sendiri,
mengangkat mereka yang selama ini terhambat dalam perjuangan memgangkat
dirinya sendiri.
Bang Sandi tadi sudah
mengungkapkan komitmen dan paradigma ke depan tentang rencana pembangunan
kota ini, Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita bersama sam membangun dan
mengelola kampung, mengelola jalan, sekolah, puskesmas, pasar, angkot dan
berbagai aspek kehidupan lainnya.
Seperti kata Bang Sandi, ini
adalah satu langkah bersama ke depan memastikan Jakarta yang lebih ramah
untuk semua.
Untuk itu, izinkan kami
mengajak seluruh warga memjadikan usaha, memajukan kota sebagai sebuah gotong
royong, sebagai sebuah gerakan, pembangunan kota ke depan gubernur bukan
sekadar administrator bagi penduduk kota. Gubernur bukan sekadar penyedia
jasa bagi warga yang jadi konsumen namun kami bertekad untuk bisa melakukan
lebih dari itu. Kami ingin bisa bekerja bersama dengan warga Jakarta,
berkolaborasi dengan warga Jakarta sebagai perancang dan pelaku pembangunan.
Dalam pepatah Banjar dikatakan
'Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu' satu tikar tempat tidur, satu
bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan yang erat antar elemen
masyarakat. Saling setia dan saling mendukung satu sama lain. Inilah Jakarta
yang akan kita bangun bersama-sama 5 tahun ke depan.
Selain itu, kami juga mengajak
seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta mulai dari jajaran pemerintah
daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga pertahanan, keamanan dan
penegakan hukum mari kita memiliki tekad yang sama yaitu mari kita sama
hibahkan hidup kita kepasa warga Jakarta bukan sebaliknya jangan berbalik
menjadi menyedot dari kota dan warganya untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tapi
hadirlah untuk menghibahkan waktu, tenaga, pikiran, keringat untuk kemajuan
kota Jakarta.
Sebuah kearifan lokal dari
Minahasa mengingatkan kita 'Si tou timou tumou tou'. Manusia hidup untuk
menghidupi orang lain. Menjadi pembawa berkah bagi semua, sebuah pengingat bagi
semua manusia namun terutama bagi para pemimpin.
Saudara-saudara izinkan dalam
kesempatan ini, kami ingin memastikan dan saya akan ucapkan pula nanti saat
sidang paripurna di DPR kata kata yang diucapkan seorang tokoh Betawi. Kata
kata ini terpatri dalam patungnya yang terpasang di Lapangan Monas'Setiap
pemerintah harus mendekati kemauan rakyat. Inilah sepatutnya harus menjadi
dasar untuk memerintah.
Pemerintah yang tidak
mempedulikan atau menghargakan kemauan rakyat sudah tentu tidak bisa
mengambil aturan yang sesuai dengan perasaan rakyat.' Setuju dengan
pernyataan itu, saudara-saudara? Itu adalah kalimat yang diungkapkan salah
satu putra terbaik betawi, MH Thamrin. MH Thamrin mengatakan itu dan kalimat
itu terpatri di Monas sana. Saya membayangkan orang yang kerja di kota ini
baca kalimat ini. renungkan, resapi dan laksanakan. Bagi semua yang
mengatasnamakan rakyat Jakarta, jalankan kalimat itu.
Saudara-saudara semua,
perjuangan kita ke depan adalah perjuangan untuk mewujudkan gagasan, kata dan
karya yang selama ini telah kita tekadkan. Kita ingin lakukan tiga-tiganya.
Membawa gagasan, membawa kata-kata, dan membawa kerja. Jadikan sebagai satu
rangkaian. Gagasan, kata, kerja. Dengan begitu, kita ingin Jakarta maju,
Jakarta jadi bagian kota modern yang diperhitungkan dunia tapi jadi akar yang
kuat di tradisi.
Dengan memohon pertolongan
kepada Yang Maha Memberi Pertolongan, mari kita bersama berikhtiar mewujudkan
Jakarta yang maju setiap jengkalnya, dan bahagia setiap insan di dalamnya.
Semoga Allah SWT membantu ikhtiar kita.
Dan dalam kaitan itu, izinkan
saya sebelum menutup sambutan ini, membacakan sebuah pantun untuk warga
Jakarta.
Bekerja giat di Kali Anyar
Mencuci mata di Kampung Rawa
Luruskan niat teguhkan ikhtiar
Bangun Jakarta bahagiakan warganya
Cuaca hangat di Ciracas
Tidur pulas di Pondok Indah
Mari berkeringat bekerja keras
Tulus ikhlas tunaikan amanah
Semoga Allah SWT membantu
ikhtiar kita, membukakan jalan-jalan yang sekarang sempit, memudahkan mencari
solusi baru, menjauhkan dari segala macam fitnah, menjadikan semua wilayah
kota ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, serta menurunkan keberkahan
bagi setiap warganya,
memberikan kebahagiaan kepada seluruh insan di kota ini. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Tiada usaha, kekuatan, dan
daya upaya selain dengan kehendak Allah. Semoga ikhtiar ini selalu
dimudahkan, semoga ikhtiar ini dapat selalu dituntaskan, dan insyaallah
keberkahan diberikan kepada kita.
Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar