Menunggangi
Sayap Anies Baswedan
Masduri ; Dosen filsafat pada
Program Studi Akidah dan Filsafat Islam
UIN Sunan Ampel,
Surabaya
|
JAWA
POS, 18 Oktober 2017
BAHASA, kata, kalimat, dan
paragraf dalam tulisan atau pidato lengkap sekalipun selalu tak lepas dari
bias tafsir. Tulisan/pidato setelah lepas dan dilempar oleh
penulis/penuturnya akan berbicara sendiri. Tak ada yang bisa membela dirinya.
Kecuali keluasan pengetahuan dan kebijaksanaan diri pembaca dan pendengarnya
yang bisa meluruskan maknanya.
Keluasan pengetahuan kadang tak
menjamin seseorang bisa mencerna makna bahasa dengan baik. Begitu pula,
kebijaksanaan belum tentu bisa memastikan kebenaran dari maknanya, kecuali
sebatas sikap husnudzan (prasangka baik). Keluasan pengetahuan serta
kebijaksanaan merupakan jangkar berdaulatnya makna dan sikap positif.
Keduanya bersinergi melahirkan sikap kritis yang etis.
Karena itu, tak perlu heran
jika banyak orang yang berpengetahuan luas masih terjebak pada sayap-sayap
bahasa Anies Baswedan ketika menyampaikan pidato pertamanya di Balai Kota
Jakarta. Anies –seperti bahasa filsuf Ludwig Wittgenstein– sedang melakukan
permainan bahasa (language game).
Anies melempar bahasa ”pribumi” dan ”kolonialisme” untuk bermain bahasa
dengan publik Jakarta serta Indonesia secara luas.
Bias tafsir tak terhindarkan.
Bahasa Anies menjadi permainan yang dilempar ke sana-sini. Dikuliti,
dibongkar, dijilati, diisap, disantap, dihabisi, sambil pada bagian-bagian
lain mereka menunggangi sayap bahasa Anies seperti anak-anak yang sedang
merayakan permainan dengan burung-burungan (burung mainan/bukan burung
sesungguhnya).
Mereka menunggangi sayap bahasa
Anies untuk beragam kepentingan. Dari dendam politik, sinisme terhadap figur,
selebrasi diri, ataupun pembelaan terhadap sayap bahasa Anies yang sudah
dipatah-patahkan tersebut.
Mungkin sudah takdirnya, bahasa
ketika dilempar ke ruang publik harus menghadapi kenyataan yang kadang
paradoksal. Maksud bahasa menjadi tidak nyata ketika kegandaan maknanya
disebarluaskan oleh sinisme dan dendam. Apalagi, hal tersebut berkaitan
dengan isu politik dan kekuasaan. Tentu pengendalian kebenaran oleh kekuasaan
tak bisa dihindari. Michel Foucault telah mengingatkan peran kekuasaan dalam
reproduksi kebenaran pengetahuan. Kuasa media yang besar, terutama yang
dipegang elite politik, bisa menggiring opini publik pada batas-batas jurang
terdalam pembusukan kebenaran.
Ruang Kebenaran
Publik tak pernah tahu maksud
sesungguhnya dari sayap bahasa yang dilempar Anies. Kecuali yang bersangkutan
mau menjelaskan maksud dari bahasanya yang bersayap tersebut. Hanya, budaya
publik kita yang kadang bebal sulit menerima kebenaran yang dijelaskan.
Sinisme, dendam, dan kebencian menutup ruang-ruang kebenaran.
Karena itu, publik lebih suka
bermain-main dengan sayap bahasa yang dilempar Anies. Keasyikan bermain
kadang membuat lupa bahwa bahasa itu bisa mendua, ganda, dan memuaikan
maknanya. Mereka terjebak pada fase pertama filsafat bahasa Wittgenstein
tentang verifikasi empiris (empirical verification) pada kebenaran bahasa.
Bahasa dinilai sebagai gambar (picture). Bahasa dimaknai seperti senyatanya
fakta apa adanya (straightforward informations about facts), yang pada
batas-batas tertentu faktanya ditarik pada penyinggungan etnis gubernur DKI
sebelumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai keturunan
Tionghoa. Sehingga ungkapan ”kolonialisme” yang harus dilawan orang ”pribumi”
dipahami sebagai ujaran kebencian terhadap warga Jakarta yang bukan asli
keturunan suku Indonesia.
Publik mungkin lupa bahwa Anies
sendiri adalah keturunan Arab. Dengan demikian, kalau makna perlawanan orang
”pribumi” pada ”kolonialisme” dipahami seperti itu, Anies telah menampar diri
sendiri. Sebab, dia juga bukan asli keturnan suku Indonesia.
Lalu, pertanyaannya, apakah
mungkin seorang Anies melakukan kesalahan yang demikian fatal? Hingga harus
menampar diri sendiri. Wittgenstein menghadirkan alternatif sekaligus kritik
terhadap filsafat bahasanya yang pertama. Bahasa yang sama bila digunakan
dalam konteks yang berbeda akan mengalami pluriformitas makna, yang
mengharuskan pembaca/pendengar (penafsir) memiliki ketajaman analisis dalam
melihat konteksnya. Bahasa, meski maknanya dalam kamus satu, pada language game menjadi beragam sebagai
implikasi permainan penutur/penulis.
Ruang kebenaran dalam language
game tidak bisa diukur. Batas-batasnya menjadi buram. Bahasa menjadi ganda.
Artinya menjadi mendua. Maknanya menjadi memuai. Sebab, dalam language game,
yang dipahami bukan makna dalam kamus yang diambil dari kesepakatan, yang
oleh Plato disebut sebagai kesepakatan tentang kesamaan ide sebagai modal
dasar bahasa. Makna language game diambil dari keluasan cakrawala berpikir
dan pengetahuan yang dimiliki pembaca/pendengar. Lalu, kebijaksanaan diri
menuntun pembaca/pendengar hadir sebagai penafsir yang baik. Sikap kritis
dari kemampuan berpikir dan pengetahuannya mengungkap makna yang tampak dan
di baliknya. Kesantunan dari kebijaksanaannya menghadirkan sikap husnudzan terhadap orang lain.
Anies bukan sembarang orang
yang kemudian akan melempar bahasa tanpa mendalami maknanya. Publik paham
cara Anies berorasi dan bahasa yang digunakan sering kali membuat
pendengarnya terpukau. Pada 2008 majalah Foreign Policy menempatkan Anies
dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia, sejajar dengan tokoh perdamaian
Noam Chomsky.
Anies juga mendapatkan banyak
penghargaan kelas dunia lainnya. Tentu kapasitas keilmuan Anies tidak
diragukan. Keluasan pengetahuan dan modal kepemimpinannya memiliki pengaruh
besar pada posisi dirinya sekarang sebagai gubernur DKI. Lalu, apakah kita
masih akan bepikir seorang Anies bakal menebar ujaran kebencian, sementara
banyak tugas lain yang harus diselesaikan daripada sekadar meladeni bias
tafsir akibat language game yang dilakukannya?
Itu pandangan saya. Anda boleh
berbeda! Apalagi, Anies sudah menjelaskan, konteksnya adalah penjajahan di
masa lalu. Sudah jelas dan benderang. Tidak ada lagi language game. ●
|
Bagi pemerhati Bp. Anies Baswedan, ada kelompok artikel Tokoh INTEGRITAS (majalah INTEGRITAS) mengenai beliau yang dapat di baca secara online. Berikut linknya :
BalasHapus"Prof Anies Rasyid Baswedan, PhD"
http://mediaintegritas.com/content/prof-anies-rasyid-baswedan-phd
Semoga bermanfaat.