Tiga
Tahun Kemaritiman Jokowi-JK
Arif Satria ; Dekan Fakultas Ekologi
Manusia IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 23 Oktober 2017
TAK terasa pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla memasuki tahun ketiga. Dalam bidang kemaritiman ada
sejumlah catatan penting. Catatan ini didasari kinerja pembangunan serta
variabel-variabel yang memengaruhinya. Catatan ini berisi capaian selama
tiga tahun ini termasuk positif dan negatifnya, beserta tantangan dan masalah
yang harus diselesaikan dua tahun mendatang.
Ada beberapa capaian yang
menonjol dalam perjalanan tiga tahun ini. Pertama, menurut Hasyim Djalal,
ahli hukum laut internasional, harus diakui bahwa Indonesia belum bisa
disebut sebagai negara maritim. Hal ini disebabkan, meski luas wilayah laut
melebihi daratan, kontribusinya terhadap ekonomi nasional belum maksimal.
Tentu membangun ekonomi maritim tidak bisa seperti membalik telapak tangan,
tetapi membutuhkan proses panjang. Namun, setidaknya kita sudah memulai
secara serius sejak 2014. Salah satu yang terpenting ialah berupa makin
kuatnya kesadaran politik untuk membangun sektor ini.
Memang menurut Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar), potensi ekonomi sektor ini luar
biasa, sekitar US$1,33 triliun per tahun, yang terdiri dari potensi perikanan
budi daya (16%), energi dan pertambangan (16%), transportasi laut (2%),
wisata bahari (4%), bioteknologi (14%), industri jasa kelautan (15%),
industri pengolahan ikan (7%), dan perikanan tangkap (1%). Dari sejumlah
potensi itu, pemanfaatannya belum maksimal. Karena itu, agenda pentingnya
ialah bagaimana sektor-sektor tersebut bisa dimaksimalkan potensinya.
Kedua, tol laut yang diarahkan
untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah mulai mengalami kemajuan.
Menurut pemerintah, tol laut ialah konektivitas laut yang efektif berupa
adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke
timur Indonesia. Tujuannya untuk menjangkau dan mendistribusikan logistik ke
daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan, serta untuk menjamin
ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Bagaimana hasilnya? Beberapa komoditas mengalami
penurunan harga. Data Kemenkomar (2016) menunjukkan, di Pulau Sabu NTT,
misalnya, harga beras turun 10%.
Di Namlea bahkan harga beras
turun 22%, harga gula turun 28%, harga daging ayam ras turun 49%, dan harga
bawang merah turun 20%. Tentu diharapkan harga-harga kebutuhan pokok lainnya
bisa turun dan relatif sama dengan di Jawa.
Ketiga, dalam kurun waktu
2015-2016, pembangunan pelabuhan laut telah mencapai 57 lokasi dari 306
lokasi yang direncanakan hingga 2019. Untuk pelabuhan laut, salah satu ukuran
yang sering digunakan ialah dwelling time, dari proses pembongkaran, proses
penyelesaian kewajiban perizinan, hingga proses pengeluaran barang sampai
dengan pintu gerbang keluar pelabuhan. Sebelum 2014, dwelling time
membutuhkan waktu 5,7 hari. Namun, saat ini sudah bisa dikurangi hingga 3,35
hari. Diharapkan pada tahun ini bisa mencapai 2,7 hari.
Di sinilah efisiensi bongkar
muat dan perizinan di pelabuhan makin dituntut dan pengembangan teknologi dan
SDM untuk hal ini sangat diperlukan agar world port ranking kita juga bisa
meningkat. Bayangkan, pada 2011, Pelabuhan Tanjung Priok menempati posisi
ke-91 jauh di bawah Tanjung Pelepas Malaysia (33), Port Kelang Malaysia (21),
Shenzen Tiongkok (14), Singapura (2), dan Shanghai (1).
Keempat, data pemerintah
menunjukkan angkutan laut mengalami peningkatan 7,5% untuk kapal Pelni dan
11,8% untuk kapal perintis. Hal itu tidak lepas dari pembangunan pelabuhan
penyeberangan, penambahan 33 unit kapal perintis dan 11 unit kapal
penyeberangan. Transportasi laut termasuk yang akan selalu tumbuh positif.
Namun, tetap diperlukan langkah lanjutan seperti pengerukan alur pelayaran,
peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran, serta peningkatan kualitas
pelayanan.
Kelima, ketiga hal tersebut
sekaligus menunjukkan sistem logistik kita sudah makin membaik. Memang
ditergetkan bahwa biaya logistik bisa makin ditekan dari 24% menjadi 18% PDB.
Bandingkan dengan Korea selatan 16,3% PDB, Jepang 10,6%, dan Amerika 10,1%
PDB. Wajar bila logistic performance index kita versi World Bank berada di
rangking ke-75, jauh di bawah Malaysia (29) dan Thailand (35).
Perbaikan sistem logistik
tersebut memerlukan langkah komprehensif, yakni mulai penguatan
infrastruktur, pemangkasan ekonomi biaya tinggi, perbaikan manajemen
pelabuhan, hingga tentu juga perbaikan sarana dan prasarana darat. Apa
artinya di laut lancar tapi di darat sebaliknya. Antara transportasi laut dan
darat sangat berhubungan dan menentukan biaya logistik kita. Oleh karena itu,
diperlukan pembangunan transportasi terpadu antara laut dan darat.
Tumbuh di atas 5%
Keenam, sektor perikanan
tercatat sebagai sektor yang konsisten tumbuh di atas 5%, melebihi
pertumbuhan ekonomi nasional. Capaian penting dalam tiga tahun ini ialah
kedaulatan bangsa kita di laut makin kuat. Ini merupakan hasil konsistensi
pemerintah dalam menanggulangi IUU Fishing. Reputasi kita di dunia
internasional makin meningkat, bahkan Indonesia telah dijadikan rujukan
penting bagi negara-negara lain dalam pemberantasan IUU Fishing. Tentu tak
hanya kedaulatan bangsa yang terjaga, tetapi juga keberlanjutan sumber daya makin
tercipta. Stok sumber daya makin melimpah dan ini mestinya merupakan peluang
bagi tumbuhnya industri perikanan nasional.
Agenda terpenting saat ini
ialah bagaimana konsistensi pemberantasan IUU Fishing terus terjaga dan pada
saat yang sama pertumbuhan di perikanan tangkap dan budi daya makin didorong.
Termasuk di dalamnya akselerasi penanganan penggantian alat tangkap eks
cantrang sehingga Permen No 2/2015 bisa ditegakkan, sumber daya makin
lestari, dan masalah sosial bisa terselesaikan.
Selain itu, investasi pengusaha
nasional di perikanan tangkap perlu didorong. Mestinya perbankan bisa melihat
peluang bisnis yang menjanjikan ini dan lalu meningkatkan alokasi kredit di
sektor perikanan tangkap.
Hal yang tak kalah penting
ialah pengembangan perikanan budi daya yang potensinya mencapai 16% dari
total potensi ekonomi kelautan nasional. Hal itu disebabkan upaya menggenjot
produksi sulit diharapkan dari perikanan tangkap karena memang sumber dayanya
yang terbatas. Bahkan tren dunia juga menunjukkan produksi budi daya akan
melampaui tangkap. Di Indonesia hal ini sudah terbukti. Meski demikian, upaya
peningkatan produksi budi daya diharapkan terus dilakukan.
Ketujuh, Presiden telah
mengeluarkan Perpres No 3/2017 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Percepatan
Industrialisasi Perikanan sebagai tindak lanjut Inpres No 7/2016. Ini
merupakan bukti dukungan total Presiden untuk membangun sektor kelautan dan
perikanan, dan dapat menjadi capaian penting. Namun, capaian tersebut akan
diukur dari efektivitas perpres tersebut.
Artinya, perpres tersebut
dikatakan berhasil bila mampu menggerakkan 25 kementerian terkait untuk
menyukseskan pembangunan perikanan. Salah satu yang dapat terlihat ialah dari
sisi alokasi anggaran setiap kementerian terkait untuk mendukung sektor
perikanan. Walau demikian, hal ini baru bisa dilihat pada 2018 karena
perencanaan anggaran baru bisa dilakukan pada 2017.
Kedelapan, sentra kelautan dan
perikanan terpadu (SKPT) di 12 pulau terdepan serta sentra modernisasi
perikanan di lima lokasi telah dikembangkan pada 2017. SKPT merupakan bentuk
implementasi gagasan membangun Indonesia dari pinggiran. Diharapkan,
pengembangan SKPT bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di pulau
terdepan. Ini memang tidak mudah karena mesti melibatkan lintas kementerian
dan dukungan daerah. Ini pun menjadi strategis bagi penguatan kedaulatan
bangsa karena kuatnya perikanan di pulau terdepan akan bisa mencegah masuknya
kembali kapal-kapal asing.
Kesembilan, wisata bahari
diharapkan bisa menyumbang peningkatan jumlah wisatawan yang ditargetkan
mencapai 15 juta orang pada 2017. Promosi Wonderful Indonesia sangat masif
dan efektif mengangkatkan citra wisata Indonesia. Untuk wisata bahari, yang
diperlukan adalah promosi. Banyak destinasi wisata bahari perlu dipromosikan
karena Indonesia kita memang sangat kaya akan keindahan alam. Bayangkan,
kekayaan keanekaragaman hayati kita yang luar biasa, terdiri dari 8.500
spesies ikan dan 950-an jenis terumbu karang. Juga, luas terumbu karang
Indonesia sekitar 51 ribu km persegi atau 18% dari terumbu karang dunia.
Namun, wisata bahari punya
masalah berkaitan dengan keterbatasan infrastruktur di lokasi destinasi.
Inilah yang menjadi titik lemah kita dalam pengukuran travel and tour
competitiveness index (TTCI). Karena itu, upaya promosi juga perlu diikuti
perbaikan infrastruktur dan pengembangan kuantitas dan kualitas kapal
angkutan laut.
Kesembilan catatan tersebut
harus diikuti penguatan budaya bahari masyarakat kita sehingga pembangunan
kemaritiman tidaklah sekadar berdimensi ekonomi, tetapi juga merupakan bagian
dari pembangunan manusia dan lingkungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar