Kamis, 26 Oktober 2017

Infrastruktur dan Perekonomian

Infrastruktur dan Perekonomian
Bambang PS Brodjonegoro ;   Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional; Kepala Bappenas
                                                      KOMPAS, 26 Oktober 2017



                                                           
Penilaian terhadap dampak sebuah kebijakan pemerintah perlu berlandaskan pada teori, metodologi, dan data empiris yang kuat sehingga dapat dilihat sejauh mana pengaruh suatu kebijakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kebijakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah sejak tahun 2015 merupakan salah satu yang bisa kita banggakan dan dapat dianalisis efeknya terhadap perekonomian Indonesia.

Ibarat sebuah pabrik, ekonomi suatu negara memiliki kapasitas produksi yang dalam ilmu ekonomi biasa disebut dengan pertumbuhan output potensial yang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja, stok kapital, dan tingkat produktivitas. Permasalahannya adalah pertumbuhan output potensial Indonesia terus menurun.

Berdasarkan hitungan dengan pendekatan penawaran agregat (Phillips Curve), pertumbuhan output potensial Indonesia saat ini diperkirakan hanya 5,2-5,5 persen dari sebelumnya mendekati 7 persen. Padahal, Indonesia masih membutuhkan pertumbuhan yang tinggi karena pertumbuhan sebesar 5,2-5,5 persen tidak cukup untuk Indonesia agar dapat segera menjadi negara berpendapatan tinggi.

Agar dapat keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dalam 20 tahun ke depan, ekonomi Indonesia harus tumbuh di atas 6 persen. Pertumbuhan yang tinggi juga dibutuhkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Oleh sebab itu, dibutuhkan terobosan agar mampu meningkatkan pertumbuhan output potensial kembali di atas 6 persen. Salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah reformasi struktural, antara lain perbaikan SDM, pembangunan infrastruktur, reformasi pasar tenaga kerja, dan revitalisasi industri.

Jauh dari ideal

Studi Bank Dunia (2015) dan Global Mckinsey (2013) menunjukkan kondisi infrastruktur Indonesia masih jauh dari kondisi ideal bahkan cenderung memburuk. Pertama, dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia (rata-rata 70 persen produk domestik bruto/PDB), stok infrastruktur Indonesia termasuk yang terendah (38 persen PDB).

Kedua, jika dibandingkan dengan masa sebelum krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998, jumlah stok infrastruktur Indonesia menurun dari 49 persen PDB pada 1995 menjadi 38 persen PDB pada 2012. Turunnya stok infrastruktur dikarenakan investasi infrastruktur yang terus menurun dalam dua dasa terakhir.

Inilah yang melandasi Pemerintah Indonesia memberikan perhatian lebih pada pembangunan infrastruktur sejak tahun 2015. Alokasi anggaran infrastruktur meningkat dari Rp 154,1 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp 256,1; Rp317,1; Rp387,3 triliun pada 2015, 2016, dan 2017.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pun menetapkan target yang tinggi untuk infrastruktur. Pembangunan infrastruktur pada jangka menengah ini difokuskan pada tiga jenis infrastruktur, yakni infrastruktur penyedia pelayanan dasar (seperti infrastruktur air minum dan sanitasi), infrastruktur pendukung sektor unggulan (seperti tol laut dan listrik 35 megawatt), dan infrastruktur perkotaan (seperti angkutan massal rel dan jalan). Hingga saat ini, sudah banyak pembangunan infrastruktur yang direalisasikan.

Investasi infrastruktur pemerintah beberapa tahun belakangan ini telah membuahkan hasil yang tecermin dari naiknya peringkat kualitas infrastruktur Indonesia dalam Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report) 2017-2018 dari posisi ke-60 menjadi posisi ke-52 dari total 137 negara. Namun, perlu dicatat, peringkat Indonesia dalam Laporan Daya Saing Global 2017-2018 hanya bisa mencapai posisi ke-36 dari sebelumnya ke-41 karena salah satu penyebabnya adalah peringkat infrastruktur Indonesia yang masih belum meningkat cepat.

Kondisi infrastruktur Indonesia masih lebih rendah daripada Singapura, Malaysia, dan Thailand yang menduduki peringkat ke-2, ke-22, dan ke-43. Artinya, Indonesia perlu tetap bekerja keras dalam meningkatkan kualitas infrastruktur ke depan.

Pengalaman negara lain juga menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur menjadi kunci untuk dapat tumbuh lebih tinggi. Contohnya adalah China yang pernah tumbuh dua digit selama lebih dari satu dekade, yang salah satunya didorong oleh pembangunan infrastruktur.

Contoh lain adalah Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan pengeluaran anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur di sekitar tahun 1990-an sampai puncaknya tahun 2002 yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi AS menjadi sekitar 4 persen pada periode 1994-2000. Bahkan, saat ini Donald Trump kembali meningkatkan pengeluaran anggaran untuk infrastruktur sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

Berbagai literatur juga menunjukkan pembangunan infrastruktur mampu meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi, dan menciptakan lapangan kerja. Pembangunan infrastruktur pun terbukti dapat mendorong berkembangnya sektor lain dan mampu meningkatkan jaringan informasi dan akses pasar.

Studi Dana Moneter Internasional (2014) menunjukkan, kenaikan investasi infrastruktur publik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka menengah. Satu persen kenaikan investasi infrastruktur publik di negara berkembang akan meningkatkan output sebesar 0,1 persen pada tahun tersebut dan 0,25 persen empat tahun kemudian.

Dampak pada perekonomian

Hingga saat ini, sudah banyak pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Indonesia. Namun, bagaimana dampaknya terhadap perekonomian?

Dengan menggunakan model Interregional Input-Output (IRIO, 2010), dampak pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian dapat dianalisis sampai dengan tingkat provinsi sehingga dapat diketahui efeknya terhadap ekonomi provinsi dan pengurangan kesenjangan antar wilayah. Simulasi dilakukan untuk melihat dampak pembangunan tiga jenis infrastruktur (listrik, transportasi, dan pengairan) tahap konstruksi pada tahun 2017 dan 2018 yang berlokasi di semua provinsi sesuai dengan perencanaan.

Hasil temuan studi ini ternyata sejalan dengan harapan. Pada tahap konstruksi, pembangunan infrastruktur ternyata mampu menciptakan nilai tambah terhadap perekonomian dan dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen. Sebagai contoh, jika pertumbuhan ekonomi pada skenario dasar (baseline) adalah sekitar 5 persen, tambahan pertumbuhan yang akan disumbang oleh adanya pembangunan infrastruktur di tahun 2017 adalah 1 persen di atas skenario dasar.

Hasil simulasi ini juga menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur juga akan mendorong peningkatan aktivitas sektor-sektor lain. Dua sektor yang akan diuntungkan, selain sektor konstruksi, adalah sektor industri pengolahan dan distribusi. Sebagai contoh, berjalannya proyek-proyek infrastruktur selama masa konstruksi akan meningkatkan permintaan akan barang-barang input, seperti semen, besi, beton, mesin, atau alat berat, yang selanjutnya dapat menggerakkan industri terkait barang-barang tersebut.

Dampak pembangunan infrastruktur berdasarkan sebaran wilayah juga menarik untuk dicermati. Walaupun proporsi investasi infrastruktur sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa, ternyata efek pengganda terbesar terjadi di Maluku dan Papua. Secara sederhana, semakin besar efek pengganda menunjukkan semakin besarnya nilai tambah yang tercipta dari besaran nilai investasi yang sama. Jika dilihat dari besarnya kontribusi nilai tambah terhadap PDB setiap provinsi, provinsi-provinsi yang menikmati keuntungan terbesar adalah yang berlokasi di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Bengkulu.

Hal penting lainnya adalah pembangunan infrastruktur akan mendorong peningkatan aktivitas sektor-sektor lain, baik di tingkat nasional maupun di setiap provinsi. Sebagai contoh, di Sulawesi Barat, 47 persen dari total nilai tambah yang diciptakan oleh pembangunan infrastruktur terjadi di sektor pertanian. Contoh lain, di Sumatera Barat, 28 persen dari total nilai tambah yang diciptakan oleh pembangunan infrastruktur terjadi di sektor industri pengolahan. Di Jawa Barat, 34 persen dari total nilai tambah yang diciptakan oleh pembangunan infrastruktur di provinsi itu terjadi di sektor industri pengolahan.

Sebagai catatan, tulisan ini hanya mencakup analisis pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, BUMN, dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Sebenarnya, dampak yang akan tercipta dari pembangunan infrastruktur akan lebih besar lagi jika menghitung juga pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh swasta.

Studi ini memberikan bukti empiris akan manfaat dari pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian yang cukup besar. Namun, perlu diingat, seperti ditunjukkan oleh studi IMF, manfaat terbesar dari pembangunan infrastruktur ini akan dirasakan dalam jangka menengah dan jangka panjang karena penyelesaian proyek infrastruktur membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sebagai contoh, masa konstruksi pembangkit listrik butuh waktu 3-5 tahun.

Untuk itu, dalam jangka pendek pemerintah harus tetap mengombinasikan kebijakan pembangunan infrastruktur dengan kebijakan-kebijakan lain yang mendorong sisi permintaan. Saya yakin bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur adalah kunci untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. Mengingat pembangunan infrastruktur akan lebih terasa manfaatnya untuk jangka menengah dan panjang, kebijakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah saat ini sebenarnya bukan hanya untuk kepentingan sekarang, melainkan juga untuk kepentingan pemerintah ke depan. Oleh sebab itu, kebutuhan terhadap pembangunan infrastruktur merupakan sesuatu yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.

1 komentar:

  1. Terimakasih atas info infrastrukturnya sangat membantu sesama....
    kalau ada waktu silahkan mampir ke tempat saya disini semoga bisa bermanfaat

    BalasHapus