Rekomendasi
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Dinna Wisnu ; Pengamat Hubungan
Internasional
|
KORAN
SINDO, 25 Oktober 2017
PEMERINTAHAN Presiden Joko
Widodo dan Jusuf Kalla menginjak tahun ke-3 pada minggu ini. Banyak analis
atau mereka yang terlibat dalam diplomasi mengemukakan bahwa politik luar
negeri belum jadi prioritas pemerintah.
Justifikasinya cukup beragam,
mulai alasan praktis pragmatis hingga yang sifatnya mendekati alasan
substantif. Pendapat saya akan terbagi menjadi dua bagian mengenai hal
tersebut.
Bagian pertama,
mengonseptualisasikan tentang kebijakan politik luar negeri dan diplomasi
Indonesia. Bagian kedua, akan memuat tentang tantangan dan rekomendasi yang
mungkin dapat dipertimbangkan pemerintah.
Untuk itu, sebelum diskusinya
saya bagi di sini, ada baiknya saya perjelas dulu tentang apa pentingnya
politik luar negeri dalam sejarah negara Indonesia. Dalam Konstitusi Republik
Indonesia, politik luar negeri Indonesia adalah politik membebaskan
bangsa-bangsa dari kolonialisme.
Para pendiri bangsa dan rakyat
berjuang bukan hanya untuk memerdekakan bangsa Indonesia, melainkan juga
negara-negara lain dari kolonialisme. Indonesia memimpikan penghapusan
penjajahan dari seluruh dunia karena bertentangan dengan prinsip
perikemanusiaan dan perikeadilan yang diyakini oleh para pendiri bangsa.
Oleh sebab itu ketika Indonesia
merdeka, tidak lantas kemudian langsung bekerja sama dengan negara-negara
kolonial dari Eropa dan Amerika Serikat (AS), tetapi justru membantu
negara-negara lain yang sedang dalam proses pembebasan.
Ada janji untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Harapannya ketika negara-negara kecil merdeka maka mereka
memiliki posisi tawar yang lebih kuat terhadap negara kolonial Eropa dan AS.
Semangat tersebut yang
sebetulnya mulai meredup di masa Orde Baru ketika pembangunan ekonomi menjadi
prioritas utama pemerintahan. Indonesia memang tetap terlibat di pergaulan
dunia, tetapi tidak lagi aktif memimpin negara-negara berkembang dalam
menggalang perjuangan pembebasan seperti yang dilakukan Presiden Soekarno.
Konsekuensinya maka hal-hal
yang terkait dengan nilai seperti kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan tidak
juga menjadi prioritas di dalam negeri. Pelanggaran HAM dan otoritarianisme
menguat. Politik luar negeri dan politik dalam negeri menjadi terdikotomi.
Warisan sejarah itu yang masih terbawa
hingga saat ini terutama dalam cara kita berpikir tentang pembangunan,
khususnya ketika mendiskusikan perkembangan tiga tahun politik luar negeri
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ada pendapat yang menyatakan bahwa agenda
pembangunan jauh lebih penting dan mendesak untuk diberi perhatian oleh
presiden.
Di sini ada kesalahpahaman
tentang terpisahnya agenda pembangunan dengan politik luar negeri; masih ada
pemahaman yang minim tentang agenda pembangunan dan peranan kerja sama
antarnegara untuk mendorong itu.
Kita tidak dapat mengabaikan
fakta bahwa panggung politik luar negeri berubah. Perang dingin sudah selesai
dan setiap negara saat ini bekerja sama untuk meningkatkan perekonomian tidak
memandang apakah negara itu komunis, sosialis, kapitalis, teokrasi, dan
sebagainya. Tidak ada lagi penjajahan melalui pendudukan secara fisik seperti
70 tahun lalu.
Bila demikian, apakah masih
relevan semangat politik luar negeri dalam konstitusi seperti yang telah
dijelaskan di atas? Jawabannya adalah masih, karena inti dari kemerdekaan
bersama negara-negara yang terjajah adalah solidaritas bersama negara-negara
dalam meningkatkan daya tawar terhadap negara-negara yang besar dan kuat dan
melindungi kepentingan dalam negeri.
Pengalaman membuktikan bahwa
negara-negara kecil akan mampu menghadapi tekanan negara kuat ketika mereka
mendapat dukungan solidaritas dari negara-negara lain. Solidaritas ini
ditumbuhkan dan dirawat melalui diplomasi yang tidak kenal lelah.
Diplomasi adalah upaya negara
untuk mencapai kepentingan nasional melalui kerja sama dengan negara-negara
lain, bahkan membuka jalur kerja sama antaraktor nonpemerintah (juga karena
hari ini para pihak nonpemerintah juga berperan penting dalam hubungan
antarnegara), dan mencari tahu arah kebijakan luar negeri negara-negara yang
kepentingannya berpotongan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan
nasional Indonesia.
Diplomasi bukan sekadar pemberi
solusi bagi masalah yang sudah ada dan sedang berkembang, melainkan juga
pemberi arah tentang arah kebijakan di dalam dan luar negeri yang perlu
dikembangkan untuk mengantisipasi respons dari negara-negara lain. Artinya
bahwa diplomasi adalah bagian sangat penting dari politik kebijakan luar
negeri suatu negara; bukan di saat kondisi domestik sudah oke, tetapi justru
di saat kondisi domestik dianggap lemah atau kondisi global mengalami
ketidakpastian.
Kebijakan politik luar negeri
kita secara konstitusional adalah bebas dan aktif. Bebas dalam arti tidak
terikat dalam sekat-sekat ideologis dan aktif terlibat dalam masalah-masalah
di dunia terutama yang menyangkut usaha menciptakan perdamaian. Dalam
definisi praktis adalah kebijakan politik luar negeri bertujuan membangun
kerja sama menurut analisis kondisi dalam dan luar negeri, terutama dalam
mengantisipasi tantangan di masa depan.
Kebijakan politik luar ngeri
dapat dibayangkan sebagai cara untuk mempersiapkan atau mengondisikan
lingkungan politik luar negeri agar selaras dengan kepentingan dalam negeri.
Upaya-upaya ini tidak bisa berhenti; harus dinamis terus mengikuti perkembangan
zaman. ●
|
BalasHapushttps://sttsaptataruna.ac.id/forum/t/355