Perppu
Ormas: Demokrasi Rasa Fasis
Salamun ; Mahasiswa Program
Doktor UIN Raden Intan Lampung;
Dosen STIT Pringsewu
dan UML
|
REPUBLIKA,
26 Oktober
2017
Bagian terpenting dan paling
krusial dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2
Tahun 2017 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 Tentang
Organisasi Massa (Ormas) adalah tentang kewenangan pembubaran suatu ormas
cukup dilakukan dengan pencabutan badan hukum oleh pemerintah (Pasal 62 ayat
3 dan 80A) tanpa melalui proses hukum untuk menguji kebenaran dari apa yang
dituduhkan yang lazimnya dalam sebuah negara hukum (rechtsstaat) menjadi
kewenangan pengadilan.
Hal inilah yang menurut hemat
saya, negara kita yang menganut demokrasi Pancasila, menjadi rasa fasisme.
Dimana, warga negara baik secara individual maupun komunal, menjadi tidak
boleh bertentangan (baca berbeda) dengan pandangan pemerintah yang sejatinya
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya dijamin oleh UUD 1945 (Pasal 28).
Pemerintah dengan kacamatanya
berhak menyatakan dan menghakimi suatu ormas bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila dijadikan semacam mantra atau tongkat sakti yang bisa digunakan
untuk membunuh apapun. Bahkan, kemudian membunuh (baca membubarkan) ormas
dalam perspektif Perppu ini menjadi lebih mudah dari membunuh seekor lalat
yang faktualnya masih lincah berkelit. Meskipun pada ahirnya, ormas masih ada
kesempatan untuk menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
misalnya. Atau justru eksistensinya (legal standing-nya) juga menjadi
persoalan pacsadinyatakan 'bubar'.
Dalam sebuah kesempatan, saya
menyampaikan pemikiran kepada Bapak Yudi Latif Ketua Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) bahwa jangan sampai tergoda untuk
turut menafsirkan Pancasila menjadi butir-butir tertentu. Pancasila akan
menjadi sederhana bahkan jika dibuat menjadi 100 butir sekalipun karena Pancasila
merupakan rumusan nilai-nilai kebenaran universal yang dihasilkan oleh para
pendiri bangsa Indonesia dengan mencurahkan pemikiran yang mendalam melalui
perdebatan yang panjang hingga tertuang dalam rumusan final pada Pembukaan
UUD 1945 yang disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejatinya, yang berhak
menafsirkan Pancasila adalah rakyat itu sendiri yang direpresentasikan dalam
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan/atau Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) dengan produk berupa konstitusi (UUD), Tap MPR dan Undang-Undang. Yang
kemudian secara hierarkies dibuat regulasi berupa Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, dimana secara keseluruhan secara otomatis harus mencerminkan
dan sekaligus tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Meskipun demikian, atas nama
demokrasi, pada ahirnya mau tidak mau atau suka tidak suka karena demokrasi
itu adalah kebenaran mayoritas, maka apapun yang dihasilkan dari sebuah
proses demokrasi harus kita terima dengan segala konsekuensinya. Namun, tentu
saja dalam proses demokrasi juga rakyat akan memberikan evaluasi (penilaian)
atas amanah yang diberikan kepada para wakil mereka di Parlemen.
Dalam sidang Paripurna DPR RI
Selasa 24 Oktober 2017 ahirnya menyatakan menerima Perppu Nomor 2 tahun 2017
tentang Ormas sebagai Undang-Undang setelah mendengarkan pandangan ahir
fraksi-fraksi dengan komposisi PDIP, Partai Golkar, Nasdem dan Hanura
menerima sepenuhnya. PKB, Demokrat, dan PPP menerima dengan catatan.
Sedangkan Gerindra, PAN dan PKS menyatakan menolak.
Proses politik sudah dijalankan
dan sekali lagi itulah hasil dari sebuah demokrasi yang kalah dalam proses
demokrasi juga harus menerima. Ada upaya yang masih tersisa ialah melalui
jalur konstitusional lainnya dengan mengajukan judicial review guna untuk
menguji produk hukum tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK).
Undang-undang sebagai produk
politik demokratis yang nota bene merupakan kebenaran mayoritas pada ahirnya
harus diuji ditingkat MK apakah kemudian secara substantif baik keseluruhan
atau sebagian materinya bertentangan dengan konstitusi (Undang-Undang Dasar
1945) atau tidak. Tentang Ormas yang bertentangan dengan Pancasila harus
dibubarkan tentu sudah final, yang jadi persoalan adalah mekanismenya sebagai
negara hukum tentulah harus melalui jalur hukum (Pengadilan). Wallahu a’lam bish-shawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar