Implikasi
Program Doktor
Susanto Imam Rahayu ; Kimiawan;
Anggota Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia
|
KOMPAS,
25 Oktober
2017
Berbagai perguruan tinggi di
Indonesia saat ini menyelenggarakan program pendidikan doktor dengan tujuan
menghasilkan doktor di berbagai bidang ilmu.
Sebagaimana diamanatkan dalam
UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, program doktor diletakkan sebagai
bagian dari pendidikan pascasarjana, dan merupakan gelar tertinggi yang dapat
dihasilkan suatu perguruan tinggi. Pasal 20 UU tersebut menyatakan bahwa
tujuan program adalah menghasilkan lulusan yang ”mampu menemukan, menciptakan
dan/atau memberikan kontribusi kepada pengembangan, serta pengamalan ilmu pengetahuan
dan teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah”.
Pengamanatan program doktor
oleh UU ini berarti bahwa di satu pihak ia mendefinisikan keberadaan suatu
gelar atau produk akademik, yang memiliki tugas dan kompetensi khusus terkait
pengembangan dan pemanfaatan ilmu. Secara bersamaan, juga sejalan dengan
pemberian peran penting bagi doktor, UU ini secara tak langsung juga
meletakkan tanggung jawab bagi penyelenggara program untuk menjalankan
kegiatan akademik yang menjamin ketercapaian tujuan tersebut.
Tanggung jawab PT
Rincian kemampuan doktor,
sebagaimana diamanatkan UU tersebut, bermakna bahwa seorang doktor harus
berperan sebagai ilmuwan peneliti dan pengembang ilmu pengetahuan, yang suatu
saat diharapkan mampu memimpin di garis depan dalam peran itu.
Pemeranan ini berbeda dengan
yang dirancang bagi pendidikan sarjana, yang sering dinyatakan: seorang
sarjana dibekali kemampuan menyelesaikan masalah berdasar ilmu pengetahuan
yang ada. Sementara seorang doktor dibekali kemampuan menemukan masalah dalam
ilmu pengetahuan sebagai bagian dari usaha mendalami, menemukan, dan mendapatkan sesuatu yang baru.
Berbekal kemampuan ini, tempat
yang tepat baginya adalah menjadi pengajar dan peneliti di lembaga pendidikan
tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan sehingga ia akan menjadi salah
satu mata rantai dalam proses pengembangan, pemanfaatan, dan penyebarluasan
ilmu pengetahuan. Keberhasilan pengajaran ilmu di pendidikan tinggi dan
pengembangan ilmu di lembaga penelitian, yang merupakan usaha memajukan ilmu secara keseluruhan,
akan banyak ditentukan kompetensi yang dimiliki dan ditunjukkan seorang
doktor.
Mengingat peran yang harus
dijalaninya tersebut, program pendidikan doktor harus dijalankan sedemikian
rupa agar lulusannya mampu memainkan peran yang diharapkan tersebut. Untuk
itu, perlu ada pembedaan yang jelas antara pendidikan sarjana dan pendidikan
doktor. Apabila penekanan pendidikan sarjana pada pengembangan kemampuan
menggunakan dan menerapkan ilmu, pendidikan doktor menekankan pengembangan
tiga kemampuan utama yang lebih tinggi, yaitu menganalisis, menyintesis, dan
mengevaluasi masalah. Melalui perajutannya dengan kemampuan sarjana, akan
ditumbuhkan kompetensi doktor yang diinginkan.
Adalah tanggung jawab perguruan
tinggi penyelenggara program doktor agar persyaratan penyelenggaraan yang
diperlukan untuk itu terpenuhi. Pentingnya penanaman kompetensi tersebut
antara lain dapat dilihat dari rumusan tujuan pendidikan doktor oleh Council
of Graduate Schools (2005) di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ”The
Doctor of Philosophy program is designed to prepare a student to become a
scholar, that is, to discover, to integrate, and to apply knowledge, as well
as communicate and disseminate”.
Pernyataan tersebut berlaku
untuk setiap bidang ilmu, baik sains, teknologi, sosial, maupun humaniora.
Agar kompetensi sebagai dirumuskan di atas dapat terwujud, ada tiga macam
kemampuan (Burke, 2008) yang perlu dikembangkan dan dikuasai seorang doktor,
yaitu: (1) kedalaman dan keluasan pengetahuan; (2) kemampuan merancang dan
melakukan penelitian; serta (3) kemampuan menulis dan berkomunikasi. Untuk
menjamin bahwa ketiga kemampuan tersebut terkuasai oleh lulusan doktor,
berbagai kegiatan akademik dan kiat pengendalian mutu perlu dilakukan dalam
program pendidikannya.
Langkah dan tahapan
Langkah pertama adalah
meningkatkan kedalaman dan keluasan pengetahuan mahasiswa dengan menyediakan
berbagai perkuliahan tentang materi ilmu yang diperlukan dan diberikan oleh
guru besar/pengajar yang betul-betul menguasai ilmunya. Mahasiswa diberi
tenggang waktu tertentu untuk memperbaiki kekurangannya, untuk kemudian
dinilai melalui ujian kualifikasi bagi penentuan apakah ia memenuhi syarat
dan diizinkan melanjutkan ke tahap lebih tinggi.
Tahapan berikutnya adalah
kewajiban menyusun usulan bagi penelitian yang akan dilakukannya. Usulan
harus disusunnya secara sendiri dengan topik penelitian yang merupakan
pilihannya sendiri (bukan saran orang lain) sebagai cara menanamkan dan
menilai kemampuan merancang dan melakukan penelitian secara mandiri.
Judul penelitian harus
orisinal, tidak mengulang pekerjaan atau metode yang pernah dikerjakan orang
lain, dan hasilnya diharapkan akan memberi sumbangan yang baru dan bermakna.
Usulan pun harus mengandung uraian tentang rencana penelitian dalam lingkup
pengetahuan yang ada dengan menunjukkan adanya kelemahan atau kekurangan yang
dirasa perlu diperbaiki atau dibahas kembali melalui pengajuan
hipotesis-hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian, disertai metodologi
yang akan digunakan untuk itu.
Usulan penelitian ini harus
dipertahankan di hadapan panitia penguji, menyangkut kelayakan dan
keorisinilan gagasannya. Tahapan ini adalah yang terpenting dalam pendidikan
doktor dalam rangka mencapai tujuan menghasilkan peneliti dan pengembang ilmu
pengetahuan.
Tahapan terakhir adalah
penulisan hasil-hasil dan kesimpulan penelitian dalam suatu disertasi.
Permasalahan penelitian beserta hipotesis yang diajukan dan pembuktiannya
diuraikan secara komprehensif. Disertasi ini merupakan bahan utama yang diujikan dalam suatu ujian
formal bagi mengakhiri pendidikan doktor oleh suatu panitia ujian yang
dibentuk oleh program pascasarjana.
Tata cara ini menunjukkan bahwa
disertasi bukanlah sekadar karya tulis, tetapi harus didasarkan atas hasil
penelitian. Seyogianya hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan. Tujuan
publikasi adalah memberitahu dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat
akademik bahwa permasalahan yang dihadapi telah dikerjakan dan diselesaikan
sehingga dapat digunakan, dirujuk, atau dibahas kembali apabila dirasa perlu
(bagian dari asas keterbukaan akademik). Pemilihan publikasi dalam jurnal
internasional yang bereputasi adalah agar hasil penelitian mendapatkan
perhatian dan pengakuan lebih luas ketimbang jika dilakukan dalam jurnal
lokal.
Dari bahasan ini jelaslah bahwa
peluncuran pendidikan doktor melalui UU No 12/2012 bukan sekadar menghasilkan
gelar baru, tetapi bertujuan menghasilkan tenaga bagi kelangsungan proses
penemuan baru dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tujuan ini hanya dapat
terwujud apabila proses pendidikannya dijalankan dengan tetap memerhatikan
jalur-jalur kejujuran akademik, antara lain bahwa perguruan tinggi
penyelenggara serta staf pengajarnya memiliki program penelitian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar