Demagogues
Reklamasi Jakarta
Rohmad Hadiwijoyo ; Doktor Ilmu Lingkungan
Undip Semarang
|
MEDIA
INDONESIA, 21 Oktober 2017
RAPAT tahunan International
Monetary Fund (IMF) dan World Bank di Washington DC, AS, pekan lalu diwarnai
kegamangan dan keraguan. Hal itu disebabkan optimisme ekonomi dunia terganggu
karena dipengaruhi perilaku para pemimpinnya yang berperilaku demagogues.
Demagogues yaitu sebuah
fenomena yang seseorang pemimpin dengan mudahnya memberikan janji solusi
sederhana untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang berat dan kompleks.
Janji–janji yang berat untuk
dipenuhi karena hanya untuk mencari popularitas. Biasanya demagogues
memanfaatkan isu–isu yang sedang bergulir di masyarakat untuk mendukung
tujuan poltiknya. Selain menimbulkan kegamangan ekonomi, demagogues juga
menimbulkan ketidakpastian regulasi birokrasi. Contoh terkini, yakni
kelanjutan proyek reklamasi teluk Jakarta.
Saat kampanye pasangan Anies
Baswedan-Sandiaga Uno menolak proyek reklamasi. Padahal, dua hari sebelum
dilantik menjadi orang nomor satu di DKI, moratorium pembangunan reklamsi
teluk Jakarta sudah dicabut Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar
Panjaitan. Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Harus dicari inovasi agar bubur
tersebut bisa dinikmati, misalnya ditambah 'suwiran' daging ayam dan ditambah
cakwe agar menjadi bubur ayam yang nikmat. Luhut dan Anies harus duduk
bersama meracik menjadikan bubur ayam untuk dua belas juta rakyat Jakarta.
Saya pernah menulis di harian
ini beberapa bulan yang lalu. Pada prinsipnya pembangunan reklamasi sah–sah
saja, asalkan tujuan dari pada proyek reklamasi jelas untuk kepentingan yang
lebih besar. Beberapa permasalahan reklamasi yang masih mengganjal didata untuk
dicarikan solusi yang terukur. Permasalahan reklamasi ditentang karena
pengembang tidak mempertimbangkan beberapa aspek, seperti aspek sosial,
ekonomi, dan dampak lingkungan.
Secara garis besar ada dua
permasalahan mendasar, yaitu tidak adanya kajian tentang penerimaan
masyarakat (social acceptance) dan tidak adanya kajian komprehensif tentang
penilaian lingkungan (environmental valuation).
Hakikat dari sebuah pembangunan
ekonomi adalah suatu proses untuk meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat dan hasil pembangunan tersebut harus dinikmati seluruh masyarakat
secara adil tanpa harus meninggalkan beban ekonomi atau liability kepada anak
cucu kita. Pembangunan yang sustain atau berkelanjutan, jika memperhatikan
asas konservasi yang berwawasan lingkungan. Menjaga kelestarian lingkungan
merupakan keharusan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam, seperti hutan,
tanah, air, dan mineral. Pembangunan konservatif harus dilaksanakan secara
terpadu dengan sektor terkait dan dilakukan secara bersama–sama sesuai dengan
kewenangan taip-tiap departemen.
Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), mewajibkan
setiap proyek dan kegiatan usaha harus dilengkapi dengan dokumen amdal
sebagai acuan sebuah proyek dilakukan dengan memperhatikan dampak lingkungan.
Dalam kasus reklamsi teluk Jakarta, dokumen amdal yang disajikan tidaklah
cukup untuk meredam penolakan masyarakat. Walaupun amdal sudah diperbaiki dua
kali karena terkena sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, penolakan masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena
amdal tersebut tidak dapat memberikan jawaban yang memadai bagi pembuat
kebijakan.
Dokumen amdal reklamasi teluk
Jakarta hanya menyajikan rencana kegiatan usaha dan kegiatan pembangunan
wilayah secara parsial. Dokumen amdal sifatnya objektif dan statis. Hal ini
karena dokumen amdal hanya mencakup angka dan aspek teknis semata yang
bersifat universal. Dampak sosial dari reklamsi tidak tecermin dalam dokumen
amdal. Untuk itu, kajian dampak sosial diperlukan untuk memperkuat dokumen
amdal reklamasi teluk Jakarta.
Kajian dampak sosial
Memasuki era global warming
yang kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya alam harus mengacu
kesadaran akan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan tanpa
memperhatikan dampak kerusakan lingkungan hanya akan menyebabkan biaya sosial
tinggi (high social cost). Selain itu, dalam pembangunan harus memperhatikan
asas keadilan dalam pembagian kue hasil–hasil pembangunan antara masyarakat,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Masyarakat merupakan pihak
yang harus diprioritaskan dalam pembagian kue hasil pembangunan. Kajian
sosial diperlukan untuk menampung aspirasi masyarakat sekitar wilayah
reklamasi. Sehingga model kebijakan yang akan diambil kebijakan dari bawah ke
atas (bottom up).
Melibatkan masyarakat lokal
dalam setiap pembangunan sangat penting. Hal ini untuk memitigasi dampak
sosial yang timbul sehingga masyarakat pada akhirnya dapat menerima proyek
pembangunan yang terjadi di wilayahnya (social acceptance). Dalam kasus
reklamasi teluk Jakarta, agar pembangunan reklamasi bisa diterima dengan baik
oleh masyarakat, pengembang harus memperhatikan beberapa faktor. Di antaranya
faktor biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat dari adanya proyek
reklamasi. Selain itu, paparan tentang asas manfaat bagi masyarakat sekitar
teluk Jakarta harus dikomunikasikan dengan baik sehingga persepsi manfaat
reklamasi bisa diterima masyarakat dengan jelas.
Kajian penilaian lingkungan
Kajian yang tidak kalah penting
untuk kelengkapan dokumen amdal reklamasi teluk Jakarta, yaitu perlunya
kajian terhadap penilaian lingkungan (environmental valuation). Penilaian
lingkungan dapat dilakukan lembaga independen. Seperti melibatkan perguruan
tinggi dan organisasi pemerhati lingkungan. Beberapa teknik untuk menilai
dampak lingkungan, yakni dengan pendekatan ekonomi nilai pasar pengganti
(replacement), nilai pasar sesungguhnya, proxy value dan pendekatan survei.
Dampak kerusakan lingkungan
akibat reklamasi harus dihitung. Hal ini untuk menentukan cadangan biaya
pengganti lahan yang rusak akibat dampak reklamasi tersebut. Selama
pembangunan reklamasi, para nelayan sekitar wilayah kerja mengalami kerugian
materiil karena tangkapan ikan berkurang. Para nelayan berhak mendapatkan
proxy dari pengembang sebagai ganti rugi selama proyek reklamasi berlangsung.
Kajian dampak sosial dan penilian lingkungan bisa dijadikan tools atau
decision support systems (DSS) bagi Gubernur DKI dan Menko Kemaritiman untuk
kelanjutan proyek reklamasi.
Tentunya harus dimulai dengan
dialog antara keduanya. Tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan.
Apalagi Pak Luhut, Sandiaga Uno, dan Tim Sinkronisasi Sudirman Said ketiganya
jebolan dari Foggy Bottom Campus Washington DC. Dengan melakukan dialog dan
kajian yang terukur, keputusan yang diambil nantinya tidak mencerminkan
keputusan yang 'serampangan'. Artinya, keputusan yang dibuat sudah melalui
proses yang kredibel sehingga tujuan pembangunan reklamasi Teluk Jakarta
untuk menyejahterakan masyarakat bisa terwujud tanpa harus merusak
lingkungan. Sumonggo ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar