Evaluasi
Tiga Tahun Jokowi-JK
Toto Sugiarto ; Direktur Eksekutif
Riset Indonesia;
Pengajar pada
Universitas Paramadina
|
KOMPAS,
24 Oktober
2017
Tiga tahun berlalu sejak
pelantikan Jokowi-JK sebagai presiden-wakil presiden, berbagai prestasi telah
ditunjukkan. Beberapa hal dalam program prioritas Nawacita sedang dan telah
diwujudkan. Sementara beberapa hal lainnya belum terlihat dilaksanakan secara
serius.
Beberapa program prioritas yang
tampak sudah dijalankan antara lain. Pertama, pemerintahan Jokowi-JK terlihat
telah berupaya membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan
demokratis. Meski masih banyak kekurangan, misalnya masih banyak kepala
daerah yang melakukan korupsi, secara umum tata kelola pemerintahan sudah
lebih baik. DKI Jakarta merupakan contoh terbaik dari telah dilaksanakannya
tata kelola pemerintahan yang baik.
Kedua, selama tiga tahun ini
Jokowi menjalankan salah satu program yang dijanjikannya, yaitu membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan. Membangun dari daerah pinggiran dan desa ini juga
bertujuan untuk menghilangkan ketimpangan.
Langkah-langkah untuk melakukan
pembangunan tidak Jawa centris, menggenjot pembangunan di perbatasan, dan
memperlakukan Papua sebagai anak kandung Republik (tak menganaktirikan,
terlihat dari seriusnya pembangunan yang dilakukan di sana) merupakan bentuk
nyata memerangi ketimpangan.
Ketiga, mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam
upaya menggerakkan roda ekonomi. Ini dilakukan dengan berbagai cara. Yang
paling kentara adalah pembangunan infrastruktur.
Pada sisi ini, publik mencatat
prestasi Jokowi untuk mengebut proyek infrastruktur. Alokasi untuk
infrastruktur pada 2018 mencapai Rp 409 triliun meskipun akhirnya upaya ini
cukup memberatkan pengelolaan APBN.
Secara umum, ekonomi, meski tak
bisa dikatakan menggembirakan, tetapi tidak juga bisa dikatakan berbahaya.
Pertumbuhan dapat dipertahankan di atas 5 persen meskipun di bawah target
awal 7 persen.
Keempat, melakukan revolusi
karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan
nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan. Senada dengan
itu terlihat adanya upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan. Meskipun belum
memperlihatkan hasilnya dan pengelolaan pendidikan masih berantakan, usaha
untuk memperbaiki sudah terlihat.
Pada sisi kesehatan masyarakat,
pelayanan kesehatan sudah dirasakan lebih terjangkau dibanding sebelumnya.
Berbeda dari pemerintahan sebelumnya, rakyat miskin sudah bisa ”masuk rumah
sakit” ketika sakit.
Kelima, pemerintahan Jokowi terlihat
melakukan upaya memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan
ruang-ruang dialog antarwarga. Pendirian Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila (UKP PIP) merupakan salah satu bentuk upaya itu. Peran UKP
PIP memang belum terlihat karena masih amat baru, tetapi sebagai gagasan ke
arah perbaikan kesadaran kebinekaan dan nasionalisme, pendirian UKP PIP ini
perlu didukung.
Di bidang-bidang tersebut di
atas, pemerintahan Jokowi-JK telah berupaya melaksanakan kekuasaan dengan
baik.
Kehadiran negara
Meski demikian, masih banyak
program yang dijanjikan belum dilaksanakan, atau setidaknya, belum terlihat
keseriusannya. Pertama, belum terlihat serius menolak negara lemah dengan
melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya. Dukungan tanggung terhadap Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) merupakan salah satu buktinya. Dalam merespons upaya
penghancuran KPK, Jokowi hanya mendukung secara verbal, tetapi tidak
melakukan apa pun dalam langkah nyata.
Kedua, pemerintahan Jokowi-JK
belum terlihat menghadirkan kembali negara secara optimal. Berbagai kasus
pelanggaran HAM yang masih menggantung merupakan contoh tak terbantahkan dari
belum seriusnya pemerintah dalam menyelesaikan masalah hukum dan HAM itu.
Kasus-kasus pelanggaran HAM besar yang tak juga terungkap memperkuat anggapan
lemahnya kehendak pemerintah untuk menuntaskan.
Ketiga, belum terlihat upaya
keras untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional. Alih-alih meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat, di
beberapa bidang malah terlihat seperti mematikan produktivitas dan daya saing
tersebut. Pada sektor pertanian, misalnya, langkah impor berbagai bahan
pertanian amat merugikan petani dan mematikan produksi pertanian rakyat.
Keempat, di bidang peningkatan
kesejahteraan, pemerintah dinilai belum begitu berhasil menyediakan lapangan
kerja, menekan pengangguran, dan mengurangi kemiskinan. Terkait angka
kemiskinan, dalam laporan BPS, pada Maret 2016 terdapat 28 juta orang yang
berada dalam kemiskinan. Menjelang akhir 2016, angkanya hanya turun sedikit
menjadi 27,7 juta orang.
Meskipun masih diwarnai
kekurangan dan kelemahan, era pemerintahan Jokowi ini secara umum lebih
memberi harapan dibanding era sebelumnya, yaitu era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Kita bisa katakan bahwa Jokowi lebih cepat dalam mengambil
kebijakan dibanding SBY. Setiap kondisi direspons dengan cepat oleh Jokowi.
Sementara SBY lebih lama dalam menimbang-nimbang. Karena hal ini, SBY sering
dijuluki peragu.
Dalam hal demokrasi, era Jokowi sama saja
dengan era SBY. Di era Jokowi ini belum terlihat adanya praktik demokrasi
yang lebih baik sehingga mendekat ke kondisi demokrasi yang terkonsolidasi.
Contoh nyata adalah dalam hal kepemiluan.
Penyusunan UU pemilu yang baru
tak menghasilkan regulasi yang lebih baik. Dengan regulasi yang baru selesai
beberapa bulan lalu ini, pemilu akan berlangsung seperti sebelumnya tak akan
menghasilkan pemimpin di eksekutif dan legislatif yang lebih baik. UU pemilu
yang baru tak mampu menjadi filter integritas sehingga proses pemilu nantinya
juga tak akan menjadi filter integritas. Dunia kekuasaan masih akan diwarnai
korupsi pejabat.
Pada sisi kualitas hidup
rakyat, terutama di pasar tenaga kerja, posisi orang Indonesia masih seperti
di era SBY. Masih banyak rakyat bekerja di level bawah.
Perbaikan ke depan
Di dua tahun sisi kekuasaannya,
Presiden Jokowi perlu fokus pada program-program prioritas, terutama yang
belum dijalankan atau dilaksanakan secara optimal. Tak hanya pembangunan
fisik, melainkan juga pembangunan manusianya. Selain itu, penyelesaian
kasus-kasus pelanggaran HAM juga mesti dituntaskan. Rakyat perlu merasa aman
dan dilindungi negara.
Tantangannya adalah bagaimana
menanamkan Nawacita menjadi nilai yang dihayati, dibatinkan, dan kemudian
dipraktikkan. Konsep Nawacita dinilai masih belum ”membumi”. Konsep yang
dinilai baik dan terinspirasi Trisakti Bung Karno ini dinilai masih belum
terwujud dalam kehidupan bernegara sekarang ini. Dua tahun tersisa dalam
periode kekuasaannya sekarang ini harus diisi dengan keseriusan pada seluruh
program prioritas. Keseriusan dan keberhasilan implementasi Nawacita akan
menjadi penentu apakah Presiden Jokowi akan dipercaya rakyat kembali untuk
memimpin bangsa di periode kekuasaan 2019-2024. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar