Minggu, 07 September 2014

Kemendag Digabung?

Kemendag Digabung?

Carunia Mulya Firdausy  ;   Profesor Riset LIPI dan Guru Besar Ekonomi Untar
REPUBLIKA, 06 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Suara berisik menyangkut penggabungan beberapa kementerian dan atau beberapa instansi pemerintah di lingkungan kementerian dan nonkementerian dalam pemerintahan Jokowi-JK mendatang nyaring terdengar belakangan ini. Diskusi dan pembahasan soal ini tidak saja berkembang di media massa (Republika, 26 Agustus 2014), tetapi juga di kantin atau warung kopi kantor pemerintahan.

Khusus untuk penggabungan pada tingkat kementerian, salah satunya suara penggabungan kembali Kemen terian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Perindustrian seperti pada era Presiden Soeharto. Tanpa bermaksud "merecoki" keputusan pemerintahan baru mendatang mengenai hal ini, ada catatan pikiran yang saya ingin bagi berikut ini.

Efek ganda Kementerian Perdagangan, menurut saya, merupakan institusi yang memiliki peran berefek ganda atau sering disebut sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth). Efek ganda tersebut dapat dilihat, misalnya, dari dampak defisit perdagangan dua tahun terakhir yang berimbas tidak hanya pada pengurasan devisa, melainkan juga terhadap pengeluaran pemerintah, depresiasi rupiah, investasi dalam negeri, dan beban utang sehingga menimbulkan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, menariknya, perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak menjadi "terjun bebas" dan menimbulkan hantu kembar (twin evils) pengangguran dan inflasi di satu pihak dan penurunan pendapatan masyarakat yang akhirnya menurunkan konsumsi secara keseluruhan dan investasi di lain pihak (ADB, 2014). Mengapa demikian?

Ini suka atau tidak suka tentu karena adanya peran Kementerian Perdagangan dalam menjaga dan mengelola pasar agar tidak terdistorsi, baik melalui pengaturan jalannya mekanisme pasar untuk kestabilan pasokan, distribusi, kecukupan barang-barang penting dan bahan pokok, serta pengelolaan ke pentingan "produsen? pedagang? konsumen" maupun pembentukan harga yang wajar di pasar. Bahkan, juga dimungkinkan karena perannya dalam hal pengembang an infrastruktur perdagangan, seperti pa sar, gudang, resi gudang, bursa komoditas, kemetrologian, informasi nasional perdagangan, standar mutu, dan langkah perlindungan konsumen.

Hal yang sama juga berlaku dalam pengelolaan pasar global untuk menyeimbangkan antara kepentingan pelaku usaha dan konsumen di dalam negeri dengan kepentingan negara mitra dagang dan kesesuaian dengan peraturan WTO dan lainnya. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi hanya diperlambat tanpa diikuti inflasi dan pengangguran dan seterusnya.

Beberapa bukti legal formal pendukung hal di atas, antara lain, (1) UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, (2) UU No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, (3) UU No 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang, (4) UU No 3 Tahun 82 tentang Wajib Daftar Perusahaan, (5) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (6) UU No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agre ement Establishing the World Trade Organization, (7) UU No 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, dan (8) UU tentang Pergudangan untuk menyebut beberapa saja.

Dalam konteks investasi, Kementerian Perdagangan secara tidak langsung berperan menjaga iklim investasi agar tetap kondusif. Peran tersebut dimainkan melalui koordinasi berbagai kepentingan sektor di dalam negeri pada penyusunan posisi runding di forum internasional, baik tingkat bilateral, regional, maupun internasional untuk men cegah dampak negatif yang merugikan produsen lokal, investor, maupun konsumen dalam negeri. Apalagi dalam waktu dekat ini akan ada implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 dan tindak lanjut kesepakatan Paket Bali serta penjajakan dan evaluasi FTA dengan berbagai negara dan kawasan ekonomi di dunia, seperti Uni Eropa dan APEC yang juga berpotensi mendatangkan investasi ke Indonesia.

Belum lagi bicara tindakan negara di dunia yang semakin berlomba menerapkan kebijakan nontarif (NTM) dalam wujud Trade Remedies untuk melindungi produsen dan pasar domestik mereka.

Pada Oktober 2012 hingga November 2013 saja terdapat 407 kebijakan restriksi dan inisiasi tindakan penanganan perdagangan (trade remedies) baru dan berdampak sekitar 1,3 persen impor dunia atau setara 240 miliar dolar AS (Overview of Developments In The International Trading Environment WTO). Semua ini tentu memerlukan Kementerian Perdagangan secara khusus.

Pikir matang Memperhatikan catatan di atas, adanya pandangan dan apalagi rencana penggabungan kementerian ini dengan kementerian lain wajib dipikirkan matang-matang. Ini karena beberapa tanggung jawabnya tidak akan bisa berhasil dicapai dalam struktur organisasi yang baru tergabung nanti. Bahkan, jika revolusi mental untuk kemandirian ekonomi, politik, dan budaya ingin dilaksanakan, kesinambungan keberadaan Kementerian Perdagangan mutlak diperlukan untuk merealisasikan program "Aku Cinta Produk Indonesia".

Pengalaman lalu juga mengin di kasikan penggabungan telah menimbulkan efek power concentration dan menghilangnya fokus atau spesialisasi suatu orga nisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dipikul. Peng gabungan juga menimbulkan risiko penggemukan organisasi yang berarti mengorbankan efisiensi kinerja organisasi mengingat tugas-tugas yang diem ban mengamanatkan adanya unit-unit tersebut.

Dari segi manajemen, span of control yang luas akibat besarnya organisasi juga akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi pimpinan, yaitu menteri pada kementerian terkait dalam menyinkro nisasikan kinerja setiap unit yang berada di bawah wewenangnya. Di sisi yang berlawanan, apabila penggabungan dilakukan dengan menghilangkan atau merampingkan unit, maka dikhawatirkan terjadi overload beban kerja akibat banyaknya beban tugas, tapi hanya unit pelaksananya sangat terbatas.

Saya meyakini pemerintahan Jokowi-JK tidak akan menggunakan solusi masalah perdagangan hari ini dengan solusi masa lalu. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar