Kantor
Pos dan Distribusi Buku Ajar
Muhidin M Dahlan ;
Kerani @warungarsip
|
KORAN
TEMPO, 25 September 2014
Inilah solusi
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim untuk
menyelesaikan urusan distribusi buku ajar Kurikulum 2013 (K-13): gandeng
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Dalam Negeri, dan
Kementerian Keuangan.
Sekilas ini
terlihat seperti solusi yang komprehensif, tapi justru tidak menyelesaikan
masalah. Pangkal soal distribusi buku ajar adalah rantai pengiriman barang.
Mestinya hal pertama yang dilakukan pemerintah setelah perusahaan percetakan
menyelesaikan tugasnya adalah menunjuk lembaga yang kompeten dalam
menyebarkan buku di seluruh wilayah Indonesia.
Ketimbang
bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri serta Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan untuk menekan percetakan dan pemerintah daerah, mengapa tidak
menghadirkan PT Pos Indonesia sebagai mitra kerja distribusi buku? Apalagi
Pos adalah badan usaha milik negara. Menekan percetakan untuk segera mengirim
buku ke seluruh pelosok daerah hanya mengulangi kesalahan-kesalahan
distribusi pada masa lalu yang berujung pada keluhan tahunan yang akut.
Mula-mula
distribusi buku ajar ini dilakukan lewat rantai birokrasi, lalu diganti
dengan distribusi berbasis penerbit swasta dan toko buku. Setelah dievaluasi,
distribusi buku ajar diubah dan dilakukan secara online, sekaligus menandai
hadirnya e-book di Indonesia. Karena tak efektif lantaran infrastruktur
Internet di Indonesia masih timpang, diputuskan bahwa perusahaan percetakan
buku ajar itu sendirilah yang mengirimkan buku.
Hasilnya,
heboh. Buku ajar tak tepat waktu datang ke sekolah pada 1976, sama dengan
kehebohan pada tahun ini. Bayangkan, hampir empat dekade kita tak punya
solusi apa-apa tentang distribusi massal buku ajar. Dan selama hampir empat
dekade itu pula kita melupakan adanya armada distribusi barang milik
pemerintah yang paling luas jangkauan dan cakupannya. Perkenalkan: PT Pos
Indonesia. Saya kira, menunjuk Pos sebagai distributor buku ajar K-13 akan
menyelesaikan banyak masalah.
Pertama,
menghidupkan kegiatan bisnis pengiriman Pos Indonesia yang tengah lesu darah
karena berhadapan dengan teknologi komunikasi yang semakin canggih. Kedua,
menghidupkan fungsi baru kantor Pos Indonesia yang ada di hampir seluruh
kecamatan di seluruh Indonesia. Bukan hanya sebagai halte surat, tapi juga pusat
informasi dan buku di kecamatan.
Ketiga, Pos
Indonesia memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia yang terlatih. Unit
kerjanya bukan hanya mendistribusikan buku ajar K-13, tapi juga menjadi
distributor terdepan buku-buku dari lembaga penerbitan swasta di Indonesia
untuk kebutuhan sekolah di desa-desa terpencil yang jauh dari akses literasi.
Warga di
daerah yang mengeluhkan ketiadaan akses bacaan yang berkualitas bisa dibantu
pemerintah dengan mengikat kerja sama dengan Pos Indonesia untuk membuka lini
baru: toko buku. Kehadiran toko buku di tingkat kecamatan ala Pos Indonesia
akan mengurai kutukan lama. Warga tak mesti ke kota besar hanya untuk
mendapatkan buku cerita berkualitas atau buku ilmu pengetahuan yang bagus.
Soal kemampuan membeli, jangan pernah meremehkan warga kampung.
Fungsi ketiga
inilah yang membawa angin baru bagi Pos Indonesia sebagai bagian penting agen
literasi Indonesia dan sekaligus menyelesaikan masalah distribusi buku yang
sejak empat dekade silam tak pernah serius ditangani. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar