Akhir
Tragis “Wisanggeni”
Fajar Marta ;
Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
25 September 2014
DALAM
wiracarita Mahabharata versi pujangga Jawa, Wisanggeni merupakan tokoh
istimewa. Putra Arjuna dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri
Batara Brama, ini digambarkan sebagai pemberani, tegas dalam bersikap, serta
memiliki kesaktian luar biasa.
Kisah
Wisanggeni bermula dari kelahirannya yang tidak diinginkan. Ini gara-gara
Bidadari Dewasrani, putri Batari Durga, cemburu kepada Batari Dresanala yang
telah dinikahi Arjuna.
Atas desakan
Batara Guru yang merupakan kakek Dewasrani, Batara Brama pun mencoba
melenyapkan Wisanggeni yang masih berada dalam kandungan Batari Dresanala,
putrinya sendiri. Diceritakan, Brama menghajar Dresanala untuk mengeluarkan
janin yang dikandungnya secara paksa.
Dresanala pun
melahirkan sebelum waktunya. Brama lalu membuang cucunya sendiri yang baru
lahir itu ke dalam Kawah Candradimuka di Gunung Jamurdipa.
Namun, atas
pertolongan Batara Narada, Wisanggeni tetap hidup, bahkan tumbuh menjadi
ksatria yang kuat. Atas petunjuk Narada pula, Wisanggeni membuat kekacauan di
kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya
karena Wisanggeni sakti mandraguna.
Namun, hidup
Wisanggeni harus berakhir tragis. Menjelang meletusnya perang Baratayuda,
Wisanggeni meminta izin untuk ikut berperang membela Pandawa. Akan tetapi,
Sanghyang Wenang meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan
apabila Wisanggeni ikut bertempur. Akhirnya, Wisanggeni pun memutuskan untuk
rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Ia mengheningkan cipta,
mencapai moksa, dan kemudian musnah.
Bubarkan kahyangan
Ksatria
Wisanggeni seolah hidup kembali dalam persidangan Anas Urbaningrum, politisi
muda berbakat dan bersinar terang yang kemudian didakwa melakukan korupsi dan
pencucian uang. Adalah Yudi Kristiana, Koordinator Jaksa Penuntut Umum KPK,
yang mengatakan bahwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu mengidentikkan
dirinya dengan sosok Wisanggeni.
Pernyataan
Yudi tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan sejumlah alat bukti, memang ada
keterkaitan Anas dengan nama Wisanggeni. Pada Blackberry milik Anas yang
disita KPK, misalnya, Anas menamakan profil dirinya sebagai Wisanggeni. Pada
sejumlah pesan yang terdapat dalam Blackberry itu, terdapat pula pernyataan
untuk ”membuat kahyangan bubar”.
Dengan
menghubungkan pernyataan Anas bahwa terseretnya ia ke meja hijau berawal dari
adanya intervensi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang sekaligus Presiden
RI, kahyangan dalam pesan Blackberry Anas bisa diasosiasikan sebagai Istana
Presiden. Ini terbukti dari pernyataan Anas yang terus mengaitkan perkaranya
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya.
Dalam
persidangan, Anas mengaku uang muka untuk membeli mobil Toyota Harrier
sebesar Rp 200 juta merupakan pemberian SBY. Anas juga terus meminta kepada
majelis hakim untuk menghadirkan SBY dan putranya, Ibas (Edhie Baskoro), yang
menjabat Sekjen Partai Demokrat, untuk menjadi saksi dalam persidangannya.
Alasannya, keduanya mengetahui persoalan Kongres Partai Demokrat di Bandung
pada Mei 2010, yang kemudian didakwa jaksa menjadi ajang korupsi politik
Anas.
Saat dijadikan
tersangka korupsi dan pencucian uang oleh KPK pada 22 Februari 2013, sehari
sesudahnya, Anas juga pernah mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka
adalah atas tekanan para petinggi Demokrat terhadap KPK. Menurut Anas saat
itu, ia ibarat orang yang tidak diinginkan kehadirannya di dalam Partai
Demokrat.
”Saya seperti
bayi yang tidak diinginkan kelahirannya di Partai Demokrat,” katanya saat
itu.
Dalam
persidangan, Anas juga mengatakan, ia pernah diminta oleh petinggi Partai
Demokrat untuk tidak maju dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat. Atas
semua keterkaitan Anas dengan nama Wisanggeni tersebut, yang kebetulan atau
disengaja, Yudi pun pernah menyindir Anas saat membacakan surat tuntutan.
Kini, Anas
telah dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta serta uang
pengganti senilai Rp 57,59 miliar dan 5,22 juta dollar AS atau subsider dua
tahun kurungan. Apakah vonis ini menandakan kemusnahan karier? Tiada yang
bisa menebak, kecuali yang Maha Tinggi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar