Gadai
SK Jabatan
Rhenald Kasali ;
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
|
KORAN
SINDO, 25 September 2014
Pekan lalu
media massa kita diramaikan oleh berita sejumlah anggota DPRD yang
menggadaikan SK pengangkatan mereka untuk masa jabatan 2014-2019.
Itu terjadi di
sejumlah kabupaten/kota. Misalnya di Magelang, Jawa Tengah, 75% anggota DPRD
melakukannya. Di Depok ada 50% anggota DPRD yang menggadaikan SK-nya.
Fenomena serupa juga dilakukan anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, juga di
Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan
sebagainya. Itu setidaktidaknya yang terekam oleh liputan media massa. Di
luar itu, saya menduga, jumlahnya bisa lebih banyak lagi, meski mungkin belum
seperti fenomena gunung es. MotifgadaiSKyangmerekalakukan beragam.
Di Kabupaten
Magelang, sejumlah anggota DPRD menggadaikan SK untuk memperoleh dana tunai
Rp100 juta hingga Rp300 juta. Dana itu mereka alokasikan untuk membeli tanah,
mobil, biaya sekolah, investasi lain, hingga mengganti biaya kampanye. Untuk
kabupaten/kota atau provinsi yang lain rasanya kurang-lebih juga serupa.
Fenomena tersebut bukan hanya terjadi pada anggota DPRD periode 2014-2019,
melainkan sudah berlangsung sejak dulu. Menurut seorang direktur utama sebuah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bapas 69 di Magelang, setiap periode selalu
saja ada anggota DPRD yang mengajukan permohonan pinjaman dengan menjaminkan
SK-nya. Jadi, fenomena gadai SK sebetulnya sudah berlangsung sejak lama.
Hanya ketika
itu beritanya tidak seramai sekarang. Berita gembiranya, masih menurut
direktur utama BPR tadi, sejauh ini tidak ada kendala dalam pembayaran
angsuran. Jadi, tidak ada kredit macet dari gadai SK tersebut. Aksi gadai SK
sebetulnya bukan hanya dilakukan oleh kalangan legislatif, melainkan juga
eksekutif. Sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) melakukannya. Mereka
menggadaikan SK pengangkatannya sebagai PNS untuk memperoleh sejumlah dana
tertentu.
Menuai Kritik
Banyak kecaman
mengalir kepada anggota DPRD yang menggadaikan SK pengangkatannya. Ada yang
menyebut aksi tersebut sebagai perilaku yang tidak patut dan tidak etis untuk
dilakukan oleh anggota Dewan yang terhormat. Itu sama saja dengan anggota
DPRD menggadaikan kehormatannya. Betulkah begitu? Dalam dunia bisnis atau di
masyarakat kita, menggadaikan barang atau surat berharga lain dalam upaya
untuk memperoleh uangtunaiadalahfenomenayang sangat wajar. Banyak orang dan
pengusaha yang melakukannya.
Contohnya saat
Lebaran silam. Beberapa pemudik yang tidak ingin membawa sepeda motornya
untuk pulang kampung memilih “menitipkannya” ke jasa pegadaian. Cara itu
lebih aman ketimbang meninggalkan sepeda motornya begitu saja di rumah.
Selain itu, dari menggadaikan sepeda motornya tadi, si pemudik juga akan
memperoleh uang tambahan yang bisa dibelanjakannya selama berada di kampung
halaman. Anda tahu, selama Lebaran banyak barang yang digadaikan para
pemudik.
Bukan hanya
sepeda motor, melainkan juga televisi, perhiasan, atau surat-surat berharga
lain yang terlalu berisiko jika ditinggal di rumah selama mereka pulang
mudik. Saya bersahabat dengan sejumlah pengusaha, baik yang berskala kecil
maupun menengah. Beberapa di antara mereka pernah kewalahan ketika menerima
order mendadak dalam jumlah yang lumayan besar. Mereka menghadapi masalah
modal kerja, terutama untuk pengadaan bahan baku.
Mau pinjam ke
bank, tapi banyak persyaratan dan prosesnya lama. Akhirnya ketimbang pusing
kepala, para pengusaha tadi memilih menggadaikan beberapa mobilnya, ditambah
dengan sertifikat rumah dan sejumlah perhiasannya. Dari situ mereka
mendapatkan dana segar untuk pembelian bahan baku. Apakah Anda mau mengatakan
pengusaha yang menggadaikan mobil, sertifikat rumah, dan perhiasannya tengah
mempertaruhkan kehormatannya? Jelas tidak. Malah saya berani menyebutnya
sebagai langkah cerdas. Bayangkan, dengan langkahnya tadi, order perusahaan
bertambah. Kita boleh berharap bonus pegawainya bisa bertambah, seiring
peningkatan order tersebut.
Kehormatan
Berkaca dari
pengalaman yang terjadi di dunia bisnis, kini bagaimana Anda menilai aksi
gadai SK jabatan oleh sejumlah anggota DPRD atau PNS tadi? Masihkah Anda
memandangnya dengan sinis dan menganggapnya sebagai langkah yang menggadaikan
kehormatannya. Dalam ilmu ekonomi, setiap manusia diasumsikan sebagai makhluk
yang rasional. Itu sebabnya ketika menetapkan pilihan, kita selalu berpegang
pada pilihan terbaik pertama (the first
best), lalu pilihan terbaik kedua (the
second best), atau terbaik ketiga (the
third best).
Kalau pilihan
terbaik pertama tidak tersedia, kita akan beralih ke pilihan terbaik kedua,
ketiga, dan seterusnya. Pepatah mengatakan, kalau tidak ada rotan, akar pun
jadi. Saya kira, ketika sejumlah anggota DPRD atau PNS menggadaikan SK
pengangkatannya, mereka sebetulnya tengah dihadapkan pada teori pilihan tadi.
Kalau saja tersedia pilihan terbaik pertama, mungkin saja dalam bentuk tidak
perlu menggadaikan SK-nya, mereka tentu akan mengambil pilihan tersebut.
Tapi, kerap kita dihadapkan pada kondisi yang tidak punya pilihan.
Bagi saya,
langkah “terpaksa” itu jauh lebih baik ketimbang anggotaDPRD
tersebutberkolusi dengan kalangan eksekutif, merancang sejumlah proyek
fiktif, yang tujuannya sebetulnya untuk menilap dana APBD. Supaya fair, saya
kira kita juga perlu mengkritik diri sendiri, atau melakukan otokritik. Apa
yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD tadi adalah potret dari borosnya
sistem pemilihan umum (pemilu) di negara kita. Untuk menjadi anggota DPRD,
mereka harus menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah. Sementara untuk
menjadi anggota DPR membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal hingga miliaran
rupiah.
Di sisi lain,
imbalan sebagai anggota DPRD berbeda jauh dengan anggota DPR. Gaji seorang
anggota DPRD hanya berkisar Rp3 juta sampai Rp5 juta meski di sana ada
beberapa komponen tunjangan yang jumlahnya jauh lebih tinggi ketimbang gaji.
Maka itu, ketimbang mengecam perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK
jabatannya, jauh lebih baik kalau kita membenahi sistem pemilu agar mampu
menjaring wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan mau melayani stakeholders-nya.
Dengan biaya
yang jauh lebih murah. Sementara ini kita hentikan saja aksi kecam-mengecam
anggota DPRD. Kita tunggu apa yang akan mereka kerjakan bagi rakyat yang
diwakilinya. Kata Wesley Branch Rickey, tokoh di balik kebesaran Major League
Baseball dan namanya kemudian tercantum dalam Baseball Hall of Fame 1967, “It is not the honor that you take with
you, but the heritage you leave behind.” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar