Lagu
Ini Ciptaan Siapa?
Denny Sakrie ;
Pengamat Musik
|
KORAN
TEMPO, 25 September 2014
Beberapa waktu
lalu, saya menyambangi sebuah gerai musik di Plaza Senayan, Jakarta.
Perhatian saya tertumbuk pada sebuah album bertajuk Symphonic Tales of Indonesia karya pianis jazz Tjut Nja Deviana,
yang isinya menginterpretasi ulang lagu-lagu tradisional Indonesia.
Sebagian besar
lagu yang ditampilkan dalam album tersebut memang tidak menyertakan kredit
penciptaan lagu. Sebab, sebagian besar lagu tradisonal memang tak diketahui
siapa penciptanya. Penggagas album ini hanya mencantumkan kode copyright control sebagai pengganti
nama pencipta lagu yang tak diketahui, termasuk lagu berbahasa Makassar Anging Mammiri. Padahal, lagu yang
sejak dulu kerap dianggap mewakili kultur Sulawesi Selatan itu sebetulnya
diciptakan oleh Borra Daeng Ngirate.
Jadi sangat tidak
beretika jika karya yang diketahui penciptanya hanya mencantumkan tulisan NN
atau copyright control. Ini
menunjukkan perilaku malas dari penggagas album ini-dari pemusik hingga label
yang merilisnya-untuk mencari info tentang lagu-lagu yang akan dibawakan
dalam sebuah produksi rekaman. Karena tidak semua lagu yang lazimnya dianggap
lagu tradisional itu tak memiliki kredit penciptaan sama sekali. Misalnya,
lagu Manuk Dadali karya Sambas, Rek Ayo Rek karya Is Haryanto, Tul Jaenak
karya Yok Koeswoyo, atau Warung Pojok karya H Abdul Ajib.
Seringkali
kita menemukan album rekaman yang merilis lagu-lagu yang saya sebut tadi
tanpa menyebutkan nama pencipta lagunya sama sekali. Dengan gampang, kolom
pencipta lagu hanya diisi dengan tulisan NN. Demikian pula para pengelola
acara televisi yang seringkali tak menyertakan nama pencipta lagu. Mereka
hanya menuliskan lagu ini dipopulerkan oleh... Contohnya, lagu Andeca Andeci, yang dipopulerkan oleh
Warkop DKI. Padahal, jika mereka memang mempunyai iktikad baik dan mau
bersusah-payah mencari tahu siapa pencipta lagu tersebut, niscaya akan
ditemukan bahwa Andeca Andeci
adalah lagu karya almarhum Oslan Husein yang terdapat dalam album soundtrack
film Kasih Tak Sampai (1968).
Penulisan nama
pencipta lagu dianggap hal remeh yang tak penting oleh kebanyakan pelaku di
dunia hiburan, seperti pemusik, perusahaan rekaman, film, televisi, hingga
pengelola tempat karaoke. Memang tak semuanya berperilaku seperti itu. Sheila
Timothy, produser film Tabularasa,
yang banyak menggunakan lagu-lagu Indonesia lama era 1950-an dan 1960-an,
berkukuh mencari informasi mengenai penyanyi, pencipta lagu, dan perusahaan
rekaman yang terkait dengan lagu Iseng Bersama dan Mak Inang Pulau Kampai
untuk kemudian meminta izin penggunaan lagu-lagu tersebut dalam filmnya.
Tentunya ini sebuah iktikad baik yang patut diteladani. Karena seyogianyalah
lagu tidak menjadi barang yang jatuh begitu saja dari langit tanpa ada yang
menciptakan.
Seperti yang
kita ketahui, revisi Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
yang terdiri atas 19 bab dan 126 pasal, baru saja disahkan sebagai
undang-undang pada 16 September lalu. Semestinya kita tak lagi serampangan
dalam menggunakan karya-karya seni, terutama lagu, dalam pelbagai keperluan
dan kepentingan. Perlindungan hak cipta adalah sebuah kebutuhan yang mesti
diwujudkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar