Arsitektur
Regional di Asia
Beginda Pakpahan ;
Analis Politik dan Ekonomi Urusan
Global
di Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
25 September 2014
PERUBAHAN
kontemporer politik dan ekonomi di tingkat regional dan global memengaruhi
evolusi arsitektur regional di Asia Tenggara dan Timur.
ASEAN cukup
aktif dalam penataan arsitektur di kawasan Asia Pasifik dengan membentuk
ASEAN Regional Forum (ARF) pada 1994 dan East Asia Summit (EAS) pada 2005.
Tujuan ASEAN
adalah menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan Asia Tenggara dan
Timur untuk pembangunan ekonomi kawasan. Lalu, sejauh mana perkembangan kerja
sama regional dalam membangun arsitektur regional di kawasan Asia Tenggara dan
Timur? Apa peran ASEAN dan Indonesia dalam perkembangan evolusi arsitektur
regional di kawasan itu? Bagaimana ASEAN dan Indonesia menjawab perkembangan
itu?
Kerja sama regional
ASEAN
mendirikan ARF sebagai forum utama membahas isu-isu pertahanan dan keamanan
di kawasan Asia dan Pasifik. Dalam perkembangannya, ARF tidak hanya
beranggotakan negara ASEAN, tetapi juga mengikutsertakan negara lain dan
entitas regional: Amerika Serikat, Australia, Banglades, India, Jepang,
Kanada, Korea Selatan, Korea Utara, Mongolia, Pakistan, Papua Niugini, Rusia,
Selandia Baru, Sri Lanka, Tiongkok, Timor Leste, dan Uni Eropa.
ARF telah dan
sedang mempromosikan pembangunan rasa saling percaya antara negara dan
entitas anggotanya demi menjaga ketertiban dan keamanan regional di Asia dan
Pasifik. Harapannya ke depan, ARF memulai pembangunan norma dan kapasitas
melaksanakan diplomasi preventif bagi negara anggotanya untuk menurunkan
ketegangan, mencegah pecahnya konflik, dan mengelola konflik yang bisa muncul
di Asia dan Pasifik.
Tentu ARF
terus memperkuat kerja samanya dalam wilayah kerja sama isu-isu
nontradisional, seperti penanganan bencana alam, kontraterorisme, kejahatan
transnasional, pencegahan pengembangan senjata, dan keamanan maritim.
ASEAN juga
membentuk EAS sebagai forum kerja sama politik, ekonomi, dan sosial budaya di
kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Di EAS, ASEAN melibatkan negara mitra
eksternalnya (AS, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Tiongkok,
dan Selandia Baru). EAS menjadi salah satu forum regional membahas kerja sama
politik, keamanan strategis, dan pembangunan ekonomi di Asia Tenggara dan
Timur.
Pelbagai kerja
sama regional itu diharapkan dapat menjawab perubahan yang terjadi di Asia
Tenggara/Timur dan dunia, seperti menghangatnya isu Laut Tiongkok Selatan
terkait dengan klaim tumpang tindih atas wilayah itu dan sengketa perbatasan
antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN (Brunei, Filipina, Malaysia, dan
Vietnam). Ditambah lagi, meningkatnya kegiatan ekonomi di kawasan Asia dan
Pasifik karena AS dan Uni Eropa belum pulih oleh krisis ekonomi 2008. Tak
menutup kemungkinan persaingan dalam pembentukan kerja sama ekonomi regional
ASEAN Regional Economic Partnership dan Trans Pacific Partnership (TPP)
sebagai kerja sama ekonomi di kawasan.
Guna merespons
pelbagai perubahan di Asia Tenggara dan Timur, Menteri Luar Negeri Marty M
Natalegawa menawarkan ide perlunya kerja sama Indo-Pasifik. Menariknya,
presiden terpilih Joko Widodo dan pemerintahannya mencetuskan gagasan
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Konsekuensinya, ASEAN dan
Indonesia perlu memperkuat evolusi arsitektur regional untuk menjaga
perdamaian, keamanan, dan stabilisasi kawasan.
ASEAN perlu
menjadi stabilisator regional yang netral dan independen dengan mengedepankan
pendekatan sumbu interes simetris dalam berhubungan dengan mitra
eksternalnya. ASEAN perlu menyeimbangkan kepentingan regional dan global saat
berhubungan dengan pelbagai mitranya dari Asia dan Pasifik serta kawasan
lain.
ASEAN
memerlukan Indonesia memperkuat arsitektur regional yang ada dan
menyinergikan gagasan presiden terpilih Joko Widodo menjadikan Indonesia
poros maritim dunia. Indonesia sedang mempromosikan ide kesepakatan kemitraan
dan kerja sama yang luas di wilayah Indo-Pasifik di EAS dan memperluas kerja
sama dengan pembentukan forum kerja sama Indo-Pasifik.
Yang bisa dilakukan
Tak tertutup
kemungkinan negara besar di EAS dan ARF bisa menggantikan posisi ASEAN
sebagai driver dan inisiator kebijak- an di forum itu jika ASEAN pasif memperkuat
evolusi arsitektur regional. Indonesia dan ASEAN perlu menghindari dominasi
negara besar dan menengahi rivalitas mereka di pelbagai forum itu secara
khusus dan di kawasan Asia Tenggara/Timur secara umum. Diharapkan, visi dan
misi Indonesia menjadi poros maritim dunia bisa bersinergi dan saling
menguatkan untuk membuat ASEAN stabilisator regional yang netral, independen,
dan menjaga sentralitas ASEAN dalam evolusi arsitektur regional.
Yang bisa
dilakukan ASEAN dan Indonesia antara lain sebagai berikut. ASEAN yang
didukung Indonesia perlu terus mempromosikan pelbagai norma/nilai ASEAN dan
mendorong semua agar terinternalkan di pelbagai inisiatif kebijakan ASEAN dan
fondasi kerja sama regional, seperti Code of Conduct in the South China Sea
dan ide Indonesia atas Treaty of Friendship and Cooperation in the wider
Indo-Pacific region.
ASEAN perlu
fokus pada penguatan koordinasi dari pelbagai inisiatif regionalnya (ARF,
EAS, dan ide pembuatan kerja sama Indo-Pasifik) serta menghindari tumpang
tindih agenda dan inisiatif kebijakan di antara forum itu. ASEAN mendukung
penciptaan komunitas ASEAN dan memperkuat kerja sama dengan para mitra
eksternalnya untuk bekerja sama bilateral dan plurilateral di bidang politik,
keamanan, ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung evolusi arsitektur
regional.
Indonesia dan
ASEAN perlu saling mendukung menghindari efek tumpang tindih dari arsitektur
regional yang ada dengan kebijakan Indonesia atas poros maritim dunia.
Tujuannya adalah Indonesia sebagai poros maritim dunia bisa memperkuat dan
akan bersinergi positif dengan ASEAN untuk memberi kontribusi positif bagi
pelbagai kerja sama regional yang ada dan bagi perkembangan evolusi
arsitektur regional di Asia Tenggara dan Timur. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar