Ijazah
Sama, Kualitas Berbeda
Komaruddin Hidayat ; Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 05 September 2014
Setiap menghadiri wisuda sarjana selalu muncul
pertanyaan dalam benakku, faktor apa saja yang membedakan kualitas mereka
sekalipun mereka menerima ijazah dan mengenakan toga yang sama?
Belasan kali saya mewisuda sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selalu meninggalkan kesan serta kenangan yang sulit
terlupakan. Yang pertama, mayoritas wisudawan/wati terbaik adalah perempuan.
Bahkan pernah sarjana kedokteran terbaik adalah perempuan dan seorang hafizah (penghafal Alquran) sebanyak
30 juz. Secara psikologis, perempuan memang memiliki bakat lebih telaten,
konservatif dan hati-hati serta sanggup membaca dan menghafal hal yang sama
secara berulang-ulang. Fenomena ini akan mudah dilihat dalam aktivitas
pengasuhan.
Seorang ibu dengan sabar melakukan hal-hal
yang sama secara berulang-ulang untuk melayani dan mendampingi anakanaknya,
satu hal yang sulit dilakukan seorang ayah. Faktor lain, di samping
kecerdasan, adalah motivasi untuk menunjukkan bahwa perempuan mampu bersaing
dengan mahasiswa laki-laki. Ketika memperoleh kesempatan yang sama, ternyata
laki-laki dan perempuan sama saja kualitasnya dalam bidang keilmuan. Lalu ada
lagi yang kerap mengejutkan dan membuat haru, yaitu mereka yang prestasinya
bagus itu datang dari keluarga miskin.
Mereka kuliah sambil bekerja, seperti mengajar
privat atau mereka sebagai mahasiswa penerima-penerima beasiswa. Beberapa
dokter terbaik alumni UIN Jakarta berasal dari pesantren, datang dari
keluarga miskin, namun memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga ketika memperoleh
beasiswa penuh dan kesempatan belajar, kesempatan emas itu dimanfaatkan
secara optimal.
Dan ini tidak saja terbatas pada program studi
kedokteran, tetapi juga program-program studi pada fakultas lain. Jadi,
faktor motivasi belajar untuk meraih prestasi sangat signifikan pengaruhnya
bagi seseorang. Keinginan kuat untuk menjadi anak yang membanggakan orang tua
dan mampu memperbaiki nasib keluarganya juga menjadi pendorong yang sangat
berpengaruh bagi sarjana yang datang dari keluarga kurang mampu. Namun, ada
juga fenomena lain, yaitu mahasiswa yang memiliki kecenderungan jadi aktivis
sosial.
Mereka kurang fokus pada kuliah karena waktu
dan perhatiannya terbelah untuk mengikuti kegiatan sosial, pengembangan
bakat, dan organisasi intra ataupun ekstra universitas. Grup band Wali yang
terkenal itu adalah alumni UIN Jakarta, di antaranya ada yang belum sarjana.
Bagi mahasiswa yang senang pada kegiatan yang bernuansa politik akan selalu
rajin jika ada acara-acara diskusi atau demonstrasi. Mereka rela meninggalkan
kuliah. Karenanya, mahasiswa tipe ini indeks prestasi kumulatifnya
sedang-sedang saja, namun paling lama menghabiskan waktu di kampus.
Tetapi perlu juga dicatat, ada saja aktivis
yang sekaligus juga prestasi akademisnya bagus. Mereka punya potensi jadi
aktivis-intelektual atau intelektual-aktivis. Demikianlah, ketika tiba hari
wisuda, mereka mengenakan toga sama, ijazah sama, tetapi kualitas dan
minatnya berbeda-beda. Ini sangat tergantung bagaimana memanfaatkan fasilitas
umur dan kampus untuk mengakumulasi ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Lebih dari itu, salah satu peran kampus adalah tempat menyemai calon-calon
pemimpin bangsa dengan modal ilmu pengetahuan dan karakter serta kemampuan
berkomunikasi sosial.
Orang pintar tetapi minus integritas bisa
membahayakan dirinya dan orang lain. Orang bermoral baik tetapi bodoh juga
tidak produktif hidupnya. Seorang sarjana yang pintar, baik moralnya, namun
tidak memiliki keterampilan berkomunikasi juga repot mengembangkan kariernya
sebagai seorang pemimpin. Ada sarjana yang bingung setelah diwisuda. Bingung
dan gamang memasuki tantangan baru. Ada yang optimistis dan mantap melangkah
ke episode kehidupan selanjutnya karena merasa mampu dan yakin dengan bekal
yang telah dipersiapkannya. Padahal, mereka sama-sama memiliki jatah waktu 24
jam sehari-semalam.
Mereka sama-sama menjalani kehidupan mahasiswa
selama empat atau lima tahun. Saya memiliki data cukup akurat seputar
kehidupan mahasiswa dan sarjana, antara yang bermutu dan kurang bermutu.
Lagi-lagi, faktor motivasi, imajinasi masa depan, dan kemampuan pengendalian
diri yang akan menentukan kualitas seorang sarjana. Ijazah dan titel boleh
sama, tetapi nasib dan prestasi berbeda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar