Sabtu, 06 September 2014

Parasit di Tubuh Polri

Parasit di Tubuh Polri

Marwan Mas  ;   Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa 45, Makassar
KORAN SINDO, 05 September 2014
                                      
                                                      

Tertangkapnya dua Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang bertugas di Polda Kalimantan Barat, karena diduga terkait kasus narkoba di Malaysia bukan hanya mempermalukan Polri, melainkan juga Indonesia sebagai sebuah bangsa bermartabat. Keduanya ditangkap Polis Narkotik Diraja Malaysia (PDRM) di Kuching, Malaysia, Sabtu (30/8).

Banyaknya kasus di tubuh Polri yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat merupakan parasit yang sepertinya sangat susah dihentikan. Salah satu kasus yang juga memalukan menjelang Idul Fitri adalah tertangkapnya 10 anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Pemalang, Jawa Tengah (Jateng), lantaran diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap sopir-sopir truk agar bisa melintas di atas Jembatan Comal, Pemalang, Sabtu 9 Agustus 2014 (Koran SINDO, 13/8/2014).

Peristiwa ini diibaratkan melalui pepatah kuno, ”Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Sepertinya pimpinan Polri belum menemukan strategi jitu pembinaan personel agar berperilaku terhormat. Selalu terdengar ada oknum polisi yang mengingkari sumpahnya sebagai pelayan, pengayom, pelindung masyarakat, serta penegak hukum.

Setelah keberhasilan mengamankan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan Operasi Ketupat Lebaran 2014 yang menuai pujian karena mampu menekan jumlah kecelakaan di jalan dan gangguan kamtibmas, kasus di Malaysia menjadi klimaks. Semuanya selalu mengarah pada aspek finansial, seolah gaji dan tunjangan tidak cukup sehingga harus mencari penghasilan tambahan yang melanggar hukum.

Polisi Jujur

Tanpa bermaksud mendahului penyelidikan Polis Diraja Malaysia soal keterlibatan kedua anggota Polri, tetapi kesan yang muncul di ruang publik ialah institusi berbaju cokelat itu betul-betul terpuruk. Hampir setiap hari ada berita tentang perilaku anggota Polri yang memalukan. Ini menjadi indikasi bahwa pembinaan dan pengawasan di internal tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Janji pimpinan Polri yang akan mereformasi diri belum membawa hasil yang memuaskan. Rakyat begitu merindukan sosok polisi yang bisa dibanggakan karena jujur, bersih, profesional, dan berwibawa.

Jika suatu kasus yang meresahkan berhasil dibongkar polisi, dipastikan mendapat sambutan dan respek luar biasa dari masyarakat.

Apalagi warga masyarakat begitu mudah merasakan kekuasaan besar polisi yang hampir-hampir susah dilawan. Hampir semua kekuasaan yang besar itu sering diselewengkan saat melakukan penegakan hukum. Lebih celaka, karena tindakan itu selalu dibalut dengan penertiban dan penegakan hukum yang membuat masyarakat gerah lantaran tidak proporsional.

Untuk memberantas parasit di tubuh Polri tentu bukan persoalan gampang, sebab terkait dengan perilaku dan kultur. Polri harus sadar bahwa tugas menjaga kamtibmas dan penegakan hukum tidak akan berhasil dengan baik tanpa mengubah perilaku dan kultur. Maka, reformasi Polri perlu didesain secara totalitas dengan sasaran membangun kembali agar anggota polisi berperilaku jujur, bersih, dan profesional.

Mental korup yang memanfaatkan suatu kasus sebagai sumber uang harus segera dihentikan. Jangan sampai rakyat selalu merasa tidak nyaman jika bersentuhan dengan polisi karena takut dicari-cari kesalahannya atau dimintai uang, sehingga menjadi saksi sekalipun tidak bersedia.

Kepala Polri Jenderal Sutarman yang terus berupaya mendapatkan kepercayaan dan simpati dari masyarakat harus menjadi perhatian pimpinan Polri di daerah. Perilaku pungli dan masih lemahnya profesionalitas dalam mengungkap kejahatan, ibarat pepatah ”menepuk angin” dalam merebut kepercayaan dan simpati masyarakat.

Dalam berbagai dimensinya, bukan tidak mungkin praktik suap menguatkan dugaan banyak orang untuk pemenuhan target setoran buat atasan. Jika betul seperti itu–meski kita berharap tidak demikian– agaknya sulit bagi Polri membersihkan parasit institusi.

Diskresi Kepolisian

Kasus tertangkapnya dua anggota Polri di Malaysia, pungli Jembatan Comal di Pemalang dan maraknya penyelewengan anggota menjadi momen bagi Polri untuk memperbaiki kinerja. Kita percaya masyarakat akan terus membutuhkan polisi, sehingga aparat kepolisian harus mampu menunjukkan perilaku yang baik.

Kejadian di Malaysia bukan hanya melanggar disiplin karena keberadaannya di sana bukan melaksanakan tugas, melainkan termasuk kejahatan yang memalukan bangsa. Jika terbukti, tentu layak dihukum berat, meskipun itu dilakukan di negeri orang. Kasus itu merusak upaya yang tengah dibangun Kepala Polri untuk menjadikan polisi sebagai panutan bagi masyarakat.

Kita mendukung segala upaya membersihkan aparat kepolisian yang masih sering berperilaku korup, baik yang kecil kecil terlebih yang besar. Artinya, bukan hanya polisi yang berjuang memperbaiki citranya, masyarakat juga selalu berjuang mengubah persepsi terhadap polisi. Sebab tidak ada untungnya memupuk stigma negatif kepada polisi. Apalagi polisi bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakat, keduanya akan selalu hidup berdampingan dan saling membutuhkan.

Banyak polisi yang cerdas, berintegritas, dan punya hati nurani dalam melaksanakan fungsi dan tugas. Mereka punya kompetensi dan profesionalitas, terutama saat berhadapan dengan persoalan masyarakat yang membutuhkan tindakan kepolisian. Tetapi kenapa polisi masih sering dicemooh?

Boleh jadi ini terkait dengan pelaksanaan ”diskresi” kepolisian yang kadang melampaui kewenangan polisi. Ini yang acap menimbulkan salah tafsir yang dilaksanakan oleh individu polisi yang sedang bertugas di tengah masyarakat.
Padahal, penerapan diskresi butuh kecerdasan dan kualitas kompetensi seorang anggota polisi, sebab meskipun diskresi untuk kepentingan umum tetapi kadang tidak sejalan dengan ketentuan tertulis.

Publik juga banyak tahu bahwa pekerjaan polisi penuh dinamika, yang kadang tidak semua orang memahaminya. Di dalamnya butuh kemampuan khusus yang bukan sekadar pengabdian, melainkan juga pola pikir yang rasional dan bijak.
Jika itu mampu diapresiasi, maka parasit di tubuh Polri setidaknya terhenti, atau paling tidak bisa diminimalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar