Rabu, 03 September 2014

Tanggung Jawab Legislator

Tanggung Jawab Legislator

Much Yuliyanto  Dosen Komunikasi Politik FISIP Universitas Diponegoro,
Pengelola Survei dan Konsultasi LPSI Jateng
SUARA MERDEKA, 02 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

HIRUK-PIKUK Pileg 2014 usai sudah. Kompetisi antarcaleg sekaligus antarparpol kontestan pemilu telah menghasilkan postur lembaga perwakilan rakyat produk demokrasi elektoral. Meski pileg makin transaksional-pragmatis, mereka yang terpilih tetap puas dan bangga sebagai pengemban aspirasi rakyat. 

Fenomena kanibalisme caleg dalam satu parpol telah mereduksi wibawa dan peran parpol selaku aktor utama pemilu.  Kemampuan politikus membangun jaringan disertai manajemen rapi tim pemenangan bisa menjadi tak berarti bila tidak ada kapital untuk menggerakkan kedua hal itu. Kualitas pribadi dan penguasaan informasi politik di dapil pun tak menjamin elektabilitas tanpa transaksi material sesaat menjelang pileg karena telanjur dianggap kewajaran.  

Pemilih makin individualistik pragmatis dengan meremehkan implikasi buruk politik uang. Mereka tetap menuntut banyak perubahan dan perbaikan dari legislator. Sebaliknya, tak sedikit caleg terpilih begitu dilantik langsung mengedepankan logika ”beli putus” melalui argumen telah mengeluarkan kapital besar sewaktu pileg. Padahal sejatinya legislator memiliki tanggung jawab politik yang harus direalisasikan.

Thomas H Green (dalam Ishommudin; 2001) berpendapat, tanggung jawab politik merupakan kemampuan elite (politikus) membuat perilaku dan pilihan kebijakan yang sesuai dengan tuntutan unsur-unsur kepentingan luas dalam masyarakat. Terdapat dua dimensi yang bersifat etis personal dan institusional yang menjadi kewajiban anggota legislatif.

Pertama; secara personal harus bisa menjaga integritas moral sebagai garansi tokoh anutan sekaligus referensi bertindak dan berperilaku di masyarakat. Wakil rakyat harus menjaga diri supaya tidak terjatuh dalam kubangan kasus korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan penodaan perempuan yang telah menghiasi wajah buruk DPR.

Kedua; tiap pemikiran, langkah, dan kebijakan yang dihasilkan semata-mata demi memenuhi ekspektasi publik, yakni kesejahteraan rakyat. Legislator perlu menyadari bahwa tanpa perilaku efikasi masyarakat (meski amat transaksional) mustahil ia mendapat status terhormat sebagai wakil rakyat. Ingat, keterpilihan mereka merupakan hasil titik temu tawaran idealita dengan ekspektasi publik melalui komunikasi politik yang dibangun. Di samping itu, tugas legislator diapresiasi dengan pemberian honor, yang berarti juga kehormatan.

Pileg keempat sejak reformasi sudah semestinya menghasilkan anggota legislatif dengan kualifikasi yang makin mendekati harapan konstituen. Di antaranya, pertama; legislator komit merawat ketokohan (Arifin:2011;236) yang merupakan kombinasi kredibilitas, tindakan, dan kekuasaan. Selanjutnya, ditunjukkan dengan cepat dan komprehensif menyelesaikan persoalan masyarakat. Apalagi saat ini masyarakat butuh solusi praktis, seperti dukungan kebijakan perbaikan infrastruktur, serta pendidikan dan kesehatan yang murah dan terjangkau.

Kedua; memiliki kompetensi yang ditunjukkan lewat penguasaan menjalankan tugas spesifik kedewanan, semisal kompetensi bidang ekonomi, pertanian, ketenagakerjaan, hukum, dan sebagainya. Kompetensi itu didukung kemampuan menganalisis data dan tawaran solusi yang berorientasi kerakyatan. Jangan sampai legislator tak memiliki kompetensi terkait kerja kedewanan. Bila itu terjadi, berarti anggota DPR/DPRD hanya bisa datang, duduk, dengar, diam, dan (mengharapkan) duit, serta tak terdengar kiprah dan perannya.

Terus Mengawal

Ketiga; legislator dituntut makin profesional dengan indikator kerja politik yang terukur lewat produk kebijakan, bertanggung jawab menyelesaikan tugas, komit terhadap kebijakan populis, serius, dan rajin menghadiri sidang. Tentu kinerja harus  dilengkapi akuntabilitas berwujud laporan secara periodik kepada konstituen, terutama di dapilnya.  Masyarakat yang makin melek politik dan kritis mengikuti dinamika perlu terus mengawal kinerja anggota DPRD supaya tetap dalam koridor kualifkasi tersebut.

Seluruh elemen, meliputi tokoh sosial, akademisi, pegiat LSM, ormas, generasi muda, termasuk media massa perlu bersinergi mengontrol kerja legislator. Hal itu supaya demokrasi makin berkualitas karena terdapat ekuivalensi dan kerja sama politikus dengan konstituen untuk mewujudkan kesejahteraan dan kepentingan umum. Ke depan, aksentuasi legislator adalah memperkuat fungsi legislasi yang prorakyat melalui kerja sinergis dengan eksekutif. Termasuk penganggarannya lewat APBD yang konsisten mengutamakan kepentingan rakyat. Selain itu, menjalankan fungsi kontrol kritis konstruktif terhadap lembaga eksekutif demi mengemban aspirasi kepentingan rakyat.

Untuk mempertahankan kedekatan psikologis dengan rakyat, secara kontinu legislator perlu membangun komunikasi politik seperti pada masa reses, pemanfaatan dana komunikasi/aspirasi, dan rajin berpublikasi melalui media. Adapun komunikasi informal bisa dilakukan melalui interaksi secara resiprokal  sebagai wujud pertanggungjawaban politik kepada rakyat. Selamat bekerja anggota DPRD Jateng, rakyat menanti karyamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar