Menuju
Kemabruran Haji
Imam Nur Suharno ; Pengajar di Pondok
Pesantren Husnul Khotimah,
Kuningan, Jawa Barat
|
REPUBLIKA,
02 September 2014
Musim
haji telah tiba. Jutaan kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia mulai
berbondong-bondong menuju Tanah Suci Makkah al-Mukarramah untuk memenuhi
undangan Allah SWT.
Dalam
Alquran Surah al-Hajj [22] ayat 27 ditegaskan bahwa seluruh manusia telah
diundang untuk menunaikan ibadah haji. Namun, tidak semua memiliki
kesungguhan untuk memenuhi undangan itu. Hanya orang-orang yang memiliki
kekuatan iman yang cepat merespons undangan haji.
Buktinya,
banyak orang yang berkecukupan harta (kaya) tidak tertarik untuk memenuhi
undangan haji. Dan, tidak sedikit orang yang kekurangan harta, tapi memiliki
semangat memenuhi undangan haji sehingga Allah mudahkan jalannya untuk ke
Tanah Suci.
"Labbaik
Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata
laka walmulk la syarika laka." (Aku
datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku
datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan segenap kekuasaan adalah
milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).
Tentu,
setiap orang yang menunaikan ibadah haji mendambakan haji yang mabrur. Dan
untuk meraihnya setiap calon jamaah haji (calhaj) hendaknya selalu
memperhatikan tahapan-tahapannya.
Sebelum ke Tanah Suci
Apa
yang seharusnya dipersiapkan oleh setiap calon jamaah haji yang hendak
menghadiri undangan haji? Yaitu, meluruskan niat. Setiap jamaah hendaknya
selalu menjaga (meluruskan) niat ke Tanah Suci semata karena Allah SWT. Dalam
hadis ditegaskan, "Barang siapa
berhaji semata-mata karena Allah, maka ia diampuni dan diberi hak memohonkan
pertolongan (memberi syafaat) untuk orang-orang yang didoakannya."
(HR Abi Mundzir).
Lalu,
berbekal ketakwaan. Selain persiapan fisik saja bagi calhaj, ada yang lebih
penting, yaitu kesiapan mental dan spiritual (ketakwaan). Jika calhaj rutin
melakukan olahraga jalan kaki setiap pagi, ia pun harus membiasakan diri
beribadah secara istiqamah, seperti shalat lima waktu dengan berjamaah,
menunaikan shalat qiyamul lail, shalat Dhuha, tilawah Alquran setiap hari,
bersilaturahim, memperbanyak istighfar, banyak berdoa, dan banyak bersedekah.
Selain
itu, bekal haji (ONH) dan nafkah untuk keluarga yang ditinggalkan harus
benar-benar bersumber dari harta yang halal. Karena, berbekal harta yang
haram dapat menyebabkan ketidakmabruran ibadah haji. Naudzubillah.
Rasulullah
SAW bersabda, "Tidak ada talbiyah
bagimu dan tidak ada pula keberuntungan atasmu karena makananmu haram,
pakaianmu haram, dan hajimu ditolak." (HR Bukhari dan Muslim).
Dan,
yang tidak kalah pentingnya adalah hendaknya setiap calon jamaah haji
membekali diri dengan ilmu manasik haji dan mengikuti praktik atau latihan
manasik haji, baik yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama maupun
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Selama di Tanah Suci
Syarat
diterimanya ibadah, selain dengan niat ikhlas semata karena Allah, juga harus
sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Demikian juga
dengan pelaksanaan ibadah haji. Oleh karena itu, setiap calon jamaah haji
hendaknya selalu mengikuti rangkaian ibadah haji sebagaimana yang dicontohkan
Nabi SAW. Beliau bersabda, "Tirulah
aku dalam melaksanakan manasik."
Perbanyak
zikir (membaca takbir, tasbih, tahmid, dan talbiah) dan tadarus Alquran.
Aktivitas zikir dan tadarus Alquran sebagai upaya mengendalikan lisan agar
tidak terjerumus ke dalam perbuatan rafats
(mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau
bersetubuh), fusuk (fasik), dan jidal
(berbantah-bantahan). (lihat dalam QS al-Baqarah [2]: 197) dan (QS al-Baqarah
[2]: 200).
Perbanyak
pula iktikaf di masjid dan jauhi
kebiasaan mengobrol yang berlebihan sehingga dapat memancing pada rafats,
fusuk, dan jidal, serta aturlah waktu kegiatan (seperti ziarah dan
jalan-jalan) sebaik mungkin agar tidak ketinggalan dalam shalat berjamaah di
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Sepulang dari Tanah
Suci
Mabrur
merupakan predikat tertinggi dalam pelaksanaan ibadah haji. Dan, tidak mudah
mencapai predikat mabrur. Jika predikat itu telah berhasil digapai sekalipun,
tidak otomatis akan melekat sepanjang hayat dalam diri sang haji dan hajjah.
Sepulang
dari Tanah Suci, jamaah haji hendaknya selalu berupaya menjaga kemabruran
haji. Dalam hal ini, Kementerian Agama RI telah menerbitkan buku Panduan
Pelestarian Haji Mabrur yang dibagikan kepada setiap jamaah.
Dalam
buku itu disebutkan tiga aspek upaya pelestarian kemabruran haji. Pertama,
aspek kepribadian. Setiap jamaah haji hendaknya terus berupaya melestarikan
amalan-amalan yang telah dilaksanakan selama di Tanah Suci, seperti shalat
tepat waktu, melaksanakan ibadah-ibadah sunat, berhias dengan sifat-sifat
terpuji, cepat melakukan taubat apabila telanjur melakukan kesalahan, dan
ibadah-ibadah lainnya.
Kedua,
aspek ubudiyah. Setiap jamaah haji
hendaknya terus berupaya untuk meningkatkan kualitas ibadah shalat, puasa
sunah, tilawah Alquran, kepedulian terhadap orang lemah ekonomi melalui
zakat, infak, dan sedekah, dan lain sebagainya.
Ketiga,
aspek sosial. Setiap jamaah haji harus membiasakan diri shalat berjamaah,
menyantuni anak yatim, menjenguk orang sakit dan meninggal dunia, kerja bakti
dan tolong-menolong, serta mendamaikan orang yang berselisih.
Yang
intinya adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hassan al-Mussyath bahwa, "Tanda-tanda kemabruran haji
seseorang apabila mampu membentuk kepribadiannya setelah melaksanakan ibadah
haji berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan tidak lagi mengulang
maksiat."
Semoga
kaum Muslim yang melaksanakan ibadah haji tahun ini dapat meraih predikat
haji mabrur dan dapat melestarikan nilai-nilai ibadah haji itu dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Wallahu a'lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar