Kamis, 11 September 2014

Korupsi di Sektor Migas

Korupsi di Sektor Migas

Marwan Batubara  ;   Direktur Eksekutif IRESS
KORAN SINDO, 10 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Pada Rabu, 3 September 2014, Menteri ESDM Jero Wacik resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Jero disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU Nomor 20/2001 tentang Tipikor jo Pasal 421 KUHP. Pasal tersebut menyangkut penyalahgunaan wewenang dan pemerasan.

Sejalan dengan itu KPK pun telah menetapkan status pencegahan ke luar negeri terhadap Jero melalui pengiriman surat ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). KPK menjelaskan, sejak Jero menjabat, atas perintah Jero, dana operasional menteri (DOM) di KESDM menjadi lebih besar dari yang dianggarkan. Untuk peningkatan DOM tersebut, beberapa pejabat di lingkungan KESDM telah diminta untuk melakukan berbagai hal secara melanggar hukum. Peningkatan DOM antara lain didapat melalui kick back jasa konsultan, pengumpulan dana rekanan, dan rapat-rapat fiktif.

Nilai DOM yang didapat dengan cara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang tersebut berjumlah Rp9,9 miliar. KPK mengatakan bahwa penetapan status Jero menjadi tersangka bermuasal dari pengembangan penyidikan dan penyidangan kasus korupsi mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan mantan Sekjen KESDM Waryono Karno. KPK menjelaskan, rentetan penangkapan serta penetapan sebagai tersangka ketiga pejabat di atas merupakan upaya yang akan saling terkait dan akan terus berlanjut, guna memberantas masih maraknya tindak pidana korupsi di sektor migas, termasuk oleh mafia migas.

Janji KPK ini, sebagaimana dijelaskan oleh Johan Budi sebagai Juru Bicara KPK (4/9/2014), diharapkan akan terwujud dengan menangkap koruptor-koruptor lain, baik dari pengembangan kasus-kasus ketiga tersangka di atas, maupun dari kasus-kasus lain yang ditemukan atau yang dilaporkan oleh masyarakat. Kita pantas mengapresiasi langkah KPK yang akhirnya menjadikan Jero sebagai tersangka, mengingat kurun waktu ditemukannya uang USD200.000 di kantor Sekjen ESDM hingga pencekalan Jero sudah lebih dari satu tahun.

KPK telah bersikap biar lambat asal selamat, atau lambat tapi pasti! Karena itu, guna memastikan bahwa KPK akhirnya akan menangkap pula koruptorkoruptor lain yang tingkat korupsinya lebih besar atau jaringan oknum pelakunya lebih luas, kita perlu memberi masukan dan dukungan kepada KPK. Sebelum membahas lebih lanjut perlu dicatat bahwa kegiatan yang dapat menjadi lahan korupsi antara lain pada penetapan cost recovery, penjualan minyak bagian negara, lelang wilayah kerja, perpanjangan kontrak, alokasi penjualan gas dan penetapan subkontraktor jasa pendukung.

Dalam penetapan cost recovery, modus yang dilakukan berupa penggelembungan cost recovery dan pemasukan pekerjaan tidak relevan cost recovery atau bertentangan dengan PP Cost Recovery Nomor 79/2010. Dugaan korupsi jenis ini sering dilaporkan BPK, dan pada Agustus 2013 yang lalu BPK melaporkan dugaan penyelewengan adalah USD221,5 juta. Tentu saja kita berharap KPK dapat menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Dalam hal perpanjangan kontrak lapangan migas, kita berharap KPK menyelidiki lebih lanjut kasus pemberian 20% saham Blok West Madura Offshore kepada Kodeco, mengingat untuk itu negara hanya menerima USD5 juta dari potensi pendapatan sekitar USD300 juta.

Begitu pula dengan kasus tak kunjung diputusnya status kontrak Blok Mahakam yang oleh Jero akan diberikan kepada Total dan Inpex. Padahal, sesuai kepentingan ketahanan energi nasional, mestinya blok tersebut diserahkan kepada Pertamina. Jero, yang sempat berkunjung ke Prancis pada 2011 yang lalu, pantas diusut karena membela asing. Dari proses pengadilan Rudi dan keterangan pengacara Rudi, Rusdi Bakar, terungkap keterlibatan sejumlah pejabat SKK baik dalam kasus suap-menyuap oleh Kernel maupun pada kasus-kasus lain.

Nama-nama yang sering disebut antara lain Johannes Widjanarko, Gerhard Rumeser, dan Iwan Ratman. Berdasarkan informasi dari Rudi, Rusdi Bakar pun menjelaskan keterlibatan nama-nama lain dalam berbagai kasus yang merugikan negara. Misalnya Kepala BP Migas diduga terlibat penyelewengan penjualan LNG spot Tangguh ke Taiwan yang merugikan negara USD47 juta. Rusdi Bakar menyatakan, dalam kasus kontrak kapal FSO 114 di CNOOC yang berakhir September 2014, dan AWB berakhir 2013, ternyata tender untuk pengganti yang dibutuhkan untuk menjamin kelanjutan proses lifting tidak kunjung dilaksanakan manajemen SKK Migas yang dijabat Lambok Hutauruk.

Akibatnya, CNOOC diperkirakan tidak akan dapat melakukan proses tender dan terpaksa melakukan bridging dengan biaya lebih mahal dan negara berpotensi dirugikan sekitar USD2,5 juta per tahun. Rusdi Bakar juga menyampaikan adanya kerugian negara dalam proyek pengembangan lapangan gas Terang Serasun Batur (TSB) oleh Kangean Energi Indonesia (KEI) pada 2010. Dalam hal ini telah terjadi penggelembungan biaya proyek, yang akan dibayar melalui mekanisme cost recovery, USD630 juta menjadi USD1,06 miliar AS.

Berbagai kasus di atas berasal dari Rudi Rubiandini sebagai salah satu pejabat yang bekerja di BP Migas sebelum menjadi kepala SKK Migas pada 2013. Karena itu sudah selayaknya KPK pun mengembangkan kasus-kasus tersebut untuk menangkap pelakunya. Selain itu, sudah selayaknya pula KPK mengusut semua pejabat Kementerian ESDM, selain Jero dan Waryono, yang terlibat dalam pengumpulan DOM, baik yang mengetahui terjadinya pemerasan namun mendiamkan, maupun yang mengetahui dan ikut menikmati hasilnya. Hal yang juga sangat penting adalah, jika ingin memberantas korupsi di sektor migas KPK sudah selayaknya tidak berhenti pada proses pengadilan terbatas hanya pada sangkaan awal.

Kasus suap-menyuap Rudi bisa dikembangkan untuk mengusut kasus-kasus lain seperti yang pernah diungkap Rudi pada persidangan. Kasus Waryono diharapkan dapat berkembang untuk mengungkap korupsi lain di sektor migas dan minerba. Demikian pula dengan Jero, yang kita harapkan persidangannya kelak tidak hanya berhenti memproses kasus pemerasan remeh-temeh yang berjumlah Rp9,9 miliar. Ke depan, KPK harus konsisten dengan tekad terus mengembangkan dan menuntaskan berbagai kasus besar korupsi di sektor migas tanpa pandang bulu dan tidak pula pilih tebang.

Dengan telah terungkapnya berbagai bukti dari persidangan Rudi, rasanya sangat layak jika masyarakat percaya bahwa KPK sebenarnya bisa mengusut lebih banyak kasus dan menangkap lebih banyak orang dibanding hanya mengusut Rudi, Waryono, dan Jero. Bagi pemerintahan mendatang, apa yang telah dirintis KPK tersebut harus didukung dengan komitmen untuk menambah personel dan anggaran KPK. Memilih menteri ESDM dan kepala SKK Migas yang berintegritas tinggi, profesional, cerdas, berani dan independen merupakan hal lain yang kita harapkan dari pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar