Selasa, 02 September 2014

Kepastian Asal Usul Modal Pembangunan 6 Ruas Jalan Tol

Kepastian Asal Usul

Modal Pembangunan 6 Ruas Jalan Tol

Agus Pambagio  ;   Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
DETIKNEWS, 01 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Melanjutkan tulisan saya tentang rencana pembangunan 6 Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta (6 RJTDKJ) oleh pihak swasta beberapa waktu lalu, kali ini saya akan mengulas lebih rinci penggunaan dana yang patut diduga sebagian berasal dari APBD Pemprov DKI Jakarta. Tulisan kali ini untuk melengkapi artikel terdahulu.

Bahasan kali ini berdasarkan beberapa pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Ahok) di beberapa media yang selalu mengatakan bahwa pembangunan 6 RJTDKJ dibangun oleh BUMD, pernyataan Direktur Utama PT Jakarta Toll Development (JTD) yang awalnya anti pembangunan 6 RJTDKJ saat menjadi Direktur Utama PT Jasa Marga, Laporan Direksi PT Jaya Properti (JP) dan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pasal 1 Ayat (3), Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 14.

Hasil analisa saya menunjukkan bahwa saat ini banyak sekali informasi yang membingungkan dan menyesatkan publik, khususnya terkait dengan dengan equity atau modal untuk pembangunan 6 RJTDKJ. Kebenaran informasi wajib dan perlu diketahui publik supaya tidak muncul akal bulus pembiayaan pembangunan 6 RJTDKJ. Publik harus waspada dari mana dana pembangunan 6 RJTDKJ yang bernilai sekitar Rp 41 triliun lebih tersebut.

Untuk itu perlu kiranya publik melakukan kajian lain yang lebih mendalam dari berbagai sudut supaya ada kejelasan terkait dengan sumber pembiayaan pembangunan 6 RJTDK. Dengan kajian lain diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas pada publik tentang kekuatan (power) sebenarnya Pemprov DKI Jakarta dalam mengatur manajemen pengelola 6 RJTDKJ karena motor penggeraknya jelas-jelas bukan BUMD tetapi diakui sebagai BUMD oleh Pemprov DKI Jakarta.

Sumber Dana Pembangunan 6 RJTDKJ

Laporan Direksi Perseroan PT Jaya Property (JP) Tanggal 19 September 2012 untuk memenuhi laporan keterbukaan informasi kepada pemegang saham serta Informasi dari Data Biro Administrasi Efek tertanggal 6 Januari 2014 masih saya gunakan sebagai dasar analisa lanjutan ini. PT JTD adalah cucu usaha PT Pembangunan Jaya (PJ) yang dibentuk melalui anak usaha PT PJ, yaitu PT Pembangunan Jaya Infrastruktur (PJI) yang bukan BUMD. PT PJ sendiri merupakan perusahaan patungan antara Pemprov DKI (40%) dan Kelompok Swasta (60%), antara lain Ciputra, Secakusumah dan lain-lainnya juga bukan BUMD.

PT PJ, sebagai salah satu pemegang saham PT JTD ternyata sangat terkait dengan investor swasta kelompok Jaya lainnya, seperti PT Jaya Konstruksi Tbk (Jakon) dengan 20,51% saham, PT Jaya Land (JL) dengan 4,48% saham, PT Jaya Property (JP) dengan 28,85% saham dan PT Jaya Infrastruktur (JI) dengan 0,07% saham. Selain itu PT PJ juga terkait dengan beberapa BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, seperti PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dengan 8,97% saham, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA) dengan 25,64% saham.
Ada hal yang menarik dari sudut persahaan PT JTD, di mana PT PJI meski hanya menguasai 0,07% saham di PT JTD tetapi sangat sakti dan powerful dibandingkan PT PJA yang BUMD dan memiliki saham lebih besar (25,64%). Meskipun hanya menguasai saham kurang dari 1%, PT PJI mempunyai hak istimewa untuk menempatkan Direktur Utama PT JTD.

Dari investigasi selanjutnya ditemukan hal yang menarik dan harus diungkap pula ke publik, terkait dengan kepemilikan PT PJI. Ternyata pemegang saham PT PJI selain PT PJ dengan 75% saham, di PT PJI juga muncul 25% saham yang tidak jelas siapa pemiliknya. Patut diduga kekuatan inilah yang membuat PT PJI lebih powerful daripada PT PJA. Siapa mereka ?

Selain itu patut diduga sebagian equity atau modal PT JTD untuk membangun 6 RJTDKJ akan didapat secara tidak langsung dari dana APBD DKI Jakarta yang disetor oleh Pemprov DKI Jakarta ke PT JTD melalui PT PJA. Untuk memastikan kecurigaan saya itu, perlu kiranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit ke PT PJA.

Pertanyaannya, PT JTD kan swasta, kok disetor dana APBD? Apa ini yang kemudian membuat Wagub DKI Jakarta selalu menyatakan bahwa Proyek 6 RJTDKJ dibangun oleh BUMD ? Kalau benar, ini berbahaya secara kebijakan dan peraturan yang berlaku.

Pertanyaan saya yang lain, mengapa para komisaris PT PJ dan Pemprov DKI Jakarta membiarkan BUMD, seperti PT PJA, tidak konsentrasi ke kompetensi bisnis utamanya saja (hiburan), tetapi malah disibukan mengurus pembangunan 6 RJTDKJ ? Mohon pihak yang berkepentingan bisa menjawabnya.

Saran Kepada Pemprov DKI Jakarta

Jika Pemprov DKI Jakarta tetap bersikeras melaksanakan pembangunan proyek 6 RJTDKJ, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh Pemprov DKI Jakarta (selain yang pernah saya sarankan di tulisan terdahulu), yaitu:

Pertama, Gubernur DKI Jakarta harus mengubah perjanjian pemegang saham, bahwa hak untuk menetapkan jajaran Direksi dan Komisaris PT JTD berada di tangan BUMD PT PJA yang menguasai 25,64% saham PT JTD; bukan pada PT PJI yang hanya menguasai 0,07% saham PT JTD.

Kedua, untuk lebih memenuhi tata kelola perusahaan yang sehat terkait dengan patut diduganya ada aliran dana APBD melalui BUMD untuk pembangunan 6 RJTDKJ, ada baiknya Pemprov DKI Jakarta segera berkonsultasi dengan DPRD dan mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit BUMD Pemprov DKI Jakarta yang terkait dengan asal usul setoran saham dan modal kerja ke PT JTD.

Ketiga, audit BPK diharapkan dapat menemukan siapa sebenarnya penguasa 25% saham PT PJI ? Asingkah? Atau hantu blau? Sesuai UU No. 14/2008, temuan BPK harus dibuka ke publik oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum pembangunan 6 RJTDKJ dimulai. Ini penting, supaya publik dapat memastikan bahwa ucapan Wagub DKI selama ini tentang 6 RJTDKJ benar adanya dan PT JTD itu BUMD milik Pemprov DKI, bukan BUMD abal-abal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar